Vanika menatap layar itu dengan sedikit bingung. Foto yang dilihatnya itu jelas foto Jimmy. Hayden menatapnya dan memberi isyarat agar mengangkat panggilan suara itu. Vanika mengangkat panggilan itu. Suara riuh terdengar dari panggilan itu. Tiba-tiba suara yang sudah tidak asing lagi terdengar dengan sangat keras. Berteriak.“Vanika!!!!”“Joe?!” sahut Vanika setengah berteriak.“Sebentar, sebentar, aku ke tempat yang agak sunyi dulu. Nah! Vanika! Kamu di mana? Dengan siapa?”“Kalau sudah sunyi kamu gak usah berteriak begitu. Aku? Hmmm di rumah. Ada apa? Kenapa kamu pakai nomor Jimmy? Benar ‘kan ini nomor Jimmy?”“Kenapa? Kamu kaget?” tanya Joe dengan tawa menyebalkannya, “aku lagi di sekolah karena ada latihan hari ini. Hari ini juga ada pertandingan persahabatan futsal. Jimmy ikut bertanding. Jadi aku pakai handphone dia,”“Lalu?” tanya Vanika.“Kamu ingat Yama?”“Yama? Yama siapa?” tanya Vanika kebingungan.“Itu loh si penipu. Maya? Yang menipu Akhtar,”“O ya! Kenapa? Ada apa?”“Dia
Vanika melambaikan tangan sebagai isyarat bahwa gerbang itu tidak dikunci sehingga ia bisa langsung masuk ke rumah itu. Tidak lama kemudian mereka memasuki dapur. Akhtar melihat dapur begitu sibuk. Berbagai wangi kue-kue membuat laki-laki berkumis tipis itu mengambil satu keping biskuit dan mencicipinya dengan mata yang tertutup, tanda ia sangat menikmatinya.“Di sini akan ada acara apa, Van?”“Sore nanti aku mau ke rumah Hayden bareng Clarissa dan juga adiknya, Audrey,”“Dia ulang tahun atau acara apa?”“Gak, kamu tahu kan ibu Hayden seperti apa? Kalian pernah bertemu waktu kenaikan kelas ‘kan? Atau setiap pertengahan semester?” tanya Vanika pada sahabatnya.“Ya, kasihan. Ibunya jadi seperti itu. Begitu layu semenjak kepergian mendiang suaminya,”“Kamu tahu dari mana?”“Ayah kami ‘kan berteman waktu dulu. Mendiang ayah dia itu dosen di kampus tempat ayah aku mengajar juga. Dulu ibunya aktif melakukan berbagai kegiatan. Ibunya cantik ‘kan? Beliau itu terkenal karena kecantikannya. Waj
“Bagaimana mama kalian? Bolehkah ibu suatu hari nanti bertemu mama kalian?” tanya wanita berparas cantik itu dengan mata yang membesar.“Mungkin pertengahan semester nanti mama kami datang ke sekolah,” jawab Vanika dengan senyumnya.“Sepertinya akan menyenangkan kalau kalian menghabiskan masa libur nanti di rumah ini. Ada banyak hal yang bisa dilakukan. Kalian juga bisa ajak teman-teman yang lain. Rumah ini pasti rindu keramaian,” usul Ibu Hayden pada anak-anak di ruangan itu.“Cocok sekali! Kami sebenarnya sedang kebingungan untuk cari tempat sebelum perpisahan. Rencananya diadakan semester ini. Ada yang ingin per kelas, tapi kalau saya ingin teman-teman dekat saja,” ujar Akhtar dengan semangat yang berapi-api.“Nah, bagus! Di atas ada enam kamar tidur, tapi kalian boleh pakai lima kamar tidur,” sahut wanita cantik itu dengan wajah yang berseri-seri karena sudah sekian lama ia tidak sebahagia itu.“Ah, kami bisa tidur di mana saja. Mungkin kebanyakan ingin camping di luar,” jawab lak
Semua mata terpesona pada laki-laki itu. Hayden masuk ke dalam lapangan. Seluruh penonton sempat diam terpaku dan takjub dengan laki-laki itu. Mereka langsung berteriak memanggil nama Hayden dengan keras. Haikal tersenyum pada laki-laki itu.“Akhirnya kamu bergabung,” ujarnya.Mereka mulai bermain. Haikal adalah seorang center yang tangguh dan Jimmy adalah seorang small forward yang begitu lincah. Tidak itu saja, Joe yang seorang gadis pun begitu lincah dan hebat dalam passing. Ia memberikan bola pada Hayden. Dua orang pemain menjaganya dan salah satunya adalah Jimmy. Ia mundur keluar dari daerah three point dan menembakan sebuah tembakan jarak jauh.Ia mencetak three point dari jarak yang jauh dengan sempurna yang membuat semua orang terpana. Jimmy tersenyum melihat semangat Hayden yang begitu membara.“Shooting Guard? Really?” ujar Jimmy tersenyum tipis pada Hayden.“Yes, I will crush you,” jawab Hayden dengan wajah yang dingin.Tidak lama kemudian Jimmy menunjukkan kemampuannya dib
Vanika berdiri mematung di tempat. Ia tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Ia mencoba berpikir positif bahwa mereka berdua mungkin sedang mengobrol biasa. Ia juga berpikir kalau mungkin ia bisa bersikap biasa saja seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa. Berpura-pura bahwa ia tidak pernah tersakiti dengan hal yang dilihatnya.Emily sepertinya menyadari keberadaan Vanika yang sedang memperhatikan mereka. Ia meraih tangan laki-laki yang berdiri di hadapannya dan menggenggamnya. Ya, Vanika melihat itu dengan sangat jelas. Ia membalikkan tubuhnya dan berlalu. Hatinya terasa sakit dan ia berusaha melupakan hal yang sudah ia saksikan.***Gadis itu berbaring di atas ranjangnya. Pikirannya begitu kacau. Ia berusaha mencari di mana letak kesalahan yang telah ia perbuat sehingga membuat laki-laki yang ia cintai menghilang selama beberapa hari. Ia berkali-kali membalikkan tubuhnya dari kanan ke kiri dan sebaliknya karena keresahan di hatinya. Bahkan laki-laki itu sama sekali tidak bisa dihu
Gadis itu berjalan dengan perasaan yang hancur. Ia benci kenyataan yang harus ia terima bahwa laki-laki yang dicintainya lebih memilih gadis lain. Bahkan laki-laki itu mendeklarasikannya di depan orang-orang di sekolah. Ia merasa tidak adil karena selama ini ia selalu berada di sisi laki-laki itu, bahkan di saat terburuk di hidupnya. Rasanya ia ingin sekali meledakkan amarahnya saat itu jugaIa mencari laki-laki itu ke setiap sisi dengan perasaan yang terluka. Keterlaluan, laki-laki itu selalu membela kekasihnya. Bahkan, laki-laki berparas tampan itu menemuinya agar ia tidak mengganggu kekasihnya. Selain itu, Vanika melihatnya menggenggam tangan Hayden, tapi itu tidak membuat hubungan sepasang kekasih itu berubah. Kedua pipi Emily mulai basah karena air mata kekesalan.Emily menyusuri jalan menuju laboratorium. Di sanalah ia melihat sepasang kekasih itu terlihat begitu dekat, lebih dekat dari sebelumnya. Hatinya terasa begitu panas dan sakit. Ia merasa begitu terluka karena laki-laki
“Vanika, apa ketakutan terbesarmu?”Pertanyaan itu terdengar sangat sederhana, tapi rasanya seperti membuka luka lama yang pernah ia rasakan. Suatu perasaan yang membuat semacam luka permanen dalam dirinya. Raut muka gadis itu berubah.“Ketakutan terbesarku?” ia mengulangi pertanyaan Hyden dan dibalas oleh kekasihnya dengan sebuah anggukan kepala.“Entahlah, tapi sejak perpisahan kedua orang tuaku aku begitu takut untuk memulai suatu hubungan. Teman-temanku dengan mudah jatuh cinta, tapi gak dengan aku. Aku selalu cemas dan takut gimana suatu hubungan itu akan berakhir. Terlalu banyak yang aku khawatirkan,” jawab gadis itu.Hayden menatap wajah kekasihnya yang terlihat semakin serius dan begitu emosional. Gadis itu seperti meluapkan sesuatu yang sebelumnya ia pendam dalam waktu yang lama.“Aku benci pengkhiatan dan aku benci pertengkaran. Pernikahan mereka adalah suatu hubungan yang sulit. Terlalu banyak menyebabkan kerusakan,” lanjut Vanika dengan sedikit menundukkan kepalanya.“Kena
Hayden tidak menghiraukan semua tatapan di ruangan itu. Ia berbalik dan berlalu begitu saja meninggalkan kekasihnya yang juga masih begitu syok mendengar ucapannya. Emily berlari ke luar dengan wajah yang kesal diikuti Nesya.“Luar biasa,” ucap Aida dengan senyum tipis.“Sungguh kepribadian yang sensasional dan kontroversial,” celetuk Haikal.Joe mendekat pada Vanika dan berbisik, “Itu bercanda ‘kan? Kalian gak sungguh-sungguh tinggal bersama?”“Bisa dibilang ya kami tinggal bersama, tapi hanya untuk beberapa hari. Itu karena ibunya harus ke luar kota selama beberapa hari. Neneknya sakit. Jadi selama ibunya gak ada, dia dan adiknya tidur di rumah aku. Itu pun atas ajakan mamaku,”“Oh begitu. Ah, Hayden itu memang selalu buat orang terkejut. Kamu lihat wajah Emily tadi? Dia murka,” bisik gadis jangkung itu.“Aku sendiri gak tahu Joe gimana cara menyelesaikan urusan dengan Emily,”“Mungkin dia terbawa perasaan karena perilaku baik Hayden ke dia?” tanya Joe pada Vanika.“Ya mungkin dia t