Vanika melihat Akhtar dan Emily secara bergantian. Kedua matanya mengerjap-ngerjap. Begitu pun sebaliknya.“Heh, Van kenapa kamu lihat aku kayak begitu? Seolah-olah suatu hal yang luar biasa kalau aku bisa ajak seorang gadis jalan-jalan?” cibir Akhtar yang berlari mendekat dan tiba-tiba dengan susah payah merangkul Adrian.“Bukan begitu, tapi Emily?” tanya Vanika.“Ya! Akhtar ajak aku jalan-jalan untuk kesekian kalinya,” jawab Emily dengan riang sambil berjalan mendekat dan dibalas oleh senyum lebar Vanika.“Hebat, seorang Akhtar sudah berani ajak seorang gadis keluar,” ujar Adrian.“Ah kak Adrian semakin hari semakin tinggi menjulang, sedangkan aku gak ada perkembangan sama sekali,” keluh Akhtar.“Daripada kita ngobrol di sini ayo kita makan. Di dekat sini ada tempat makan yang enak,” ajak pria jangkung itu.“Ah pantas saja tinggi begitu karena kak Adrian begitu senang makan,” balas laki-laki berkumis tipis itu.***Tidak lama kemudian mereka sudah duduk di sebuah meja untuk empat or
Vanika yang mendengar itu seketika bangkit dari posisinya.“Kalian benar-benar berkencan?” tanya Vanika dan dibalas oleh anggukan kepala adiknya yang lengkap dengan senyum lebarnya.“Kenapa kamu begitu khawatir pada adikmu? Dia sudah besar!” ujar Emily yang tertawa melihat wajah kawannya yang penuh rasa khawatir.Vanika memakaikan masker ke wajah gadis bemata besar itu sambil terus membicarakan kekhawatirannya tentang Clarissa. Emily mendengarkan sambil sesekali tertawa kecil melihat kawannya yang begitu khawatir adiknya akan tersakiti. Kemudian Emily bangkit dari tempat duduknya dan menyalakan lagu.Ia menarik Vanika dari posisinya. Vanika tertawa melihat temannya yang menari-nari sambil bernyanyi dengan ramai.It’s alrightI’ve always liked my romance bittersweetIt’s what I needSome girls wanna dance in the spotlightSome girls just kiss and tellSome girls wanna movie momentWaiting by the wishing wellDon’t need to make you love meI got myself and I want to make musicTo make t
Gadis itu berjalan dengan riang. Wajahnya terlihat lebih cerah dari sebelumnya. Angin menerpa rambut hitam panjangnya. Gadis itu memakai pakaian serba merah muda yang membuatnya terkesan semakin ceria. Kedua mata indah itu terlihat lebih besar dan bersinar indah.“Kamu sudah menunggu lama ya?” sapa gadis itu dengan senyumnya.“Ya, kamu lama sekali jadi tadi aku hampir berpikir untuk pulang,” jawab laki-laki itu membalas senyum gadis yang berdiri di hadapannya.“Ish aku cuma terlambat 5 menit!” sahut gadis itu sambil meninju lengan kawannya.“Tapi itu sama saja terlambat. Ngomong-ngomong, kamu mau ajak aku ke mana?”“Keliling kota ini sebelum kamu pergi, Hayden,”“Keliling kota ini?”“Sebagai seorang sahabat yang baik, aku ingin kamu punya kenangan baik tentang kota ini,” jawab Emily dengan riang.“Sahabat yang baik?” goda Hayden dengan tawa kecilnya.“Karena selama ini aku selalu jadi sahabat yang buruk. Aku pikir, mungkin ini bisa menebus semua kesalahanku,”Tidak lama kemudian Hayde
“Adrian?” sapa Vanika dengan suara pelan.Tiba-tiba Hayden yang berjalan di belakang Vanika menahan tangan Vanika dengan sebuah genggaman di pergelangan tangan gadis cantik itu. Gadis bertubuh ramping itu membalikkan tubuhnya dan melihat ke arah laki-laki yang menahannya dengan wajah yang kebingungan.“Aku harus segera pulang. Besok aku akan pergi dan malam ini aku datang untuk pamit,” ucap laki-laki itu yang dibalas dengan anggukan kecil dan wajah kebingungan dari Vanika.Tiba-tiba Hayden memeluknya dengan erat, “I’m gonna miss you, Van. I love you,” ucapnya yang membuat Vanika terkejut.Gadis itu melihat bahwa kekasihnya menyaksikan kejadian itu dari jauh. Kekasihnya tidak menampilan ekspresi apapun. Vanika tidak membalas pelukan itu. Tidak lama kemudian Hayden melepas pelukannya dan berjalan ke luar melewati pagar besar itu.Tatapan Hayden dan Adrian sempat bertemu. Dua pasang mata yang saling menatap dengan tajam itu melirik dengan dingin. Vanika berjalan ke luar pagar dengan pera
“Menurutmu gimana kalau aku minta Nanda jadi pacarku?” tanya sahabatnya kemudian.“Nanda? Jadi pacarmu?” ulang Joe dengan kedua mata yang membesar dan dibalas oleh sebuah anggukan dari laki-laki yang duduk di hadapannya.“Hmmm, aku bisa bayangkan kalau itu benar-benar terjadi,” ujar gadis jangkung itu sambil menatap ke langit-langit seolah-olah sedang membayangkan hal apa yang akan terjadi kepada sahabatnya itu.“Bayangkan apa?” tanya Bagaskara dengan tidak sabar.“Aku bisa bayangkan kalian kalau berkelahi akan saling lempar sesuatu seperti HCl atau NaOH,” jawab gadis itu sambil tertawa terbahak-bahak dan langsung mendapat satu ketukan di dahinya dari sahabatnya.“Kamu ini suka membayangkan yang aneh-aneh. Padahal aku tanya serius,” ujar mantan ketua kelas itu.“Aku gak tahu. Kamu bayangkan saja sendiri. Lagipula itu bukan urusanku,” hardik Joe dengan wajah yang cemberut.“Sepertinya kamu masih galau karena ditinggal Hayden ya,” ujar Bagaskara yang dibalas oleh tatapan tajam gadis ber
“Jas milik Hayden?” pikir gadis itu sambil berlari kecil mengikuti kekasihnya.Vanika memegang erat jas almamater itu dan merasa bingung kenapa Joe memberikan jas itu kepadanya. Mereka berlari sampai ke tempat parkir.“Aku pikir ini hanya gerimis kecil yang gak akan membuat kita basah kuyup,” ujar Vanika sambil melihat ke atas.“Itu jas siapa? Milik Joe?” tanya Adrian yang mengambil jas tersebut dari genggaman kekasihnya, tapi Vanika sama sekali tidak menjawab pertanyaannya.“Kenapa jasnya lebih besar dari tubuhnya? Tapi sepertinya lebih kecil di tubuhku. Ahh kenapa Joe itu minta kamu untuk gunakan ini sebagai pelindung dari hujan? Bisa rusak nanti jas ini,” celoteh pria muda itu yang mencoba jas almamater tersebut.“Wah Adrian! Kamu cocok pakai jas itu yaaa meskipun kurang lebar sedikit di bagian bahu. Wah hebat! Kamu masih pantas jadi anak SMA,” ujar Vanika dengan kedua mata yang membesar.“Seragamku dulu gak seperti begini. Dulu aku sekolah di SMA negeri yang memang gak ada jas beg
“Nah ini… Jas milik Hayden,” ujar pria muda itu sambil menyodorkan jas almamater itu pada kekasihnya yang membuat gadis itu sedikit terkejut mendengarnya.“Kamu tahu itu miliknya?” tanya gadis itu.Pria muda itu mengeluarkan sesuatu dari saku jas bagian atas yang terletak di bagian dada sebelah kiri. Tepat di bagian yang terdapat logo sekolah mereka. Sebuah nametag dengan nama lengkap Hayden. Pria muda itu menunjukkannya pada kekasihnya dan memasukkannya kembali ke dalam jas tersebut.“Maaf, mungkin harusnya aku bilang dari awal,” ucap Vanika dengan kepala yang sedikit tertunduk.“Tadinya aku hanya menebak karena dulu aku seringkali gak sengaja melihat kalian pulang bersama. Awalnya aku heran kenapa dia bukannya membawa payung, tapi malah melindungimu dengan jas sekolah. Setelah aku pikir-pikir, ah mungkin dia ingin menciptakan suasana romantis,” celoteh pria bermata sipit itu sambil menyerahkan jas almamater itu kepada kekasihnya.Vanika tersenyum tipis padanya dan meraih jas itu.“A
“Ayo! Kita pergi,” ajak pengendara itu dengan wajah yang ceria.“Ayo? Ke mana? Kapan? Sekarang?” tanya Vanika sambil merengut.“Ya sekarang lah. Loh, kenapa wajahmu cemberut begitu?” balas Adrian dengan terkikik-kikik.“Kamu menghilang beberapa saat dan datang-datang gak ada angin gak ada badai mengatakan ‘ayo!’” keluh gadis itu dengan mengenyirkan kedua alisnya.“Ya ampun. Maaf ,maaf, aku lupa mengabari kamu karena aku harus antar pamanku ke rumah sakit. Aku waktu itu cerita ‘kan kalau mereka baru datang dari luar kota? Nah, beliau ke sini untuk berobat,”“O ya? Ah, Adrian maaf. Kamu juga gak bilang. Ah, aku jadi merasa bersalah begini,”“Sudahlah. Ayo, kita pergi!”“Ke mana?”“Kamu pikir ke mana?” tanya Adrian, tapi kekasihnya memasang wajah kebingungan.“Wah! Wah, wah. Lihat wajahmu itu. Parah sekali! Kamu gak ingat? Hari ini orang tua Akhtar buka kafe baru. Ya ampun padahal kamu sahabatnya, tapi bisa lupa begitu,” sambung pria muda itu sambil melipat kedua lengan di depan dadanya.