Happy Reading***** Risma sengaja tak memanggil suaminya. Dia masih ingin mendengar percakapan Riswan lebih lanjut. Anehnya, lelaki itu tak menyadari kehadirannya. Mungkin saking asyiknya ngobrol dengan orang yang menelepon. Sedikit kesal menunggu, Risma berdeham keras yang membuat suaminya langsung mematikan sambungan telepon. Makin curiga saja si istri jika seperti itu. Aneh, Riswan tak berusaha menjelaskan apa pun. Malah mengajak Risma untuk segera makan. "Mas telponan sama siapa tadi?" tanya Risma. Tangannya sibuk mengisi piring dengan makanan baik untuk dirinya sendiri maupun sang suami. "Telpon tadi?" Lelaki di sebelahnya malah balik bertanya. "Iya. Kapan lagi, sih. Emang ada berapa orang yang telpon tadi." Sengaja, Risma melempar pertanyaan lagi. "Satu aja. Kamu mau tau apa mau tahu banget." Riswan malah melempar candaan. Belum tahu saja kalau seorang perempuan sedang kesal dan cemburu. Dia seperti sengaja membangunkan macan betina. "Terserahmu, Mas. Palingan juga kamu j
Happy Reading*****'Ya Allah, Mas. Kenapa begitu banyak perempuan di sekelilingmu?' Ucap Risma dalam hati.Dia masih mengamati dua orang berbeda jenis itu. Melihat bagaimana cara sang suami memperlakukan seorang wanita yang sangat jauh berbeda dengan perlakuannya pada Risma. Saling mencium pipi kanan-kiri layaknya dua pasang insan yang mengenal dekat satu sama lain.Risma menangis dalam hati. Berapa banyak lagi, kecewa dan rasa sedih yang harus diterima dari perbuatan Riswan yang seperti itu. Tak terasa air mata Risma mengalir deras. Semakin lama berada di taman uni tentu akan membuatnya semakin terluka."Pak tolong antar saya pulang sekarang," kata Risma ketika sudah berada dekat dengan tukang ojek yang dia sewa tadi."Mbak nggak papa, kan? Kok, nangis?" tanya si Mas ojek. Bukan ranahnya untuk menanyakan hal pribadi pada penumpang yang menyewa. Namun, rasa empatinya mengalahkan etika itu."Saya nggak papa, Pak. Tolong antar saya sekarang." Risma naik di belakang si Mas ojek.Sedikit
Happy Reading*****Lelah memikirkan siapa perempuan yang ditemui Riswan di taman kota tadi. Indera penglihatan Risma mulai meredup dan perlahan menutup sempurna.Sebuah pergerakan di atas ranjang berpegas menggangu tidur Risma. Bola matanya bergerak-gerak masih susah untuk di buka. Mencoba membuka mata, di sampingnya sudah ada Riswan.Risma sengaja mengerjap-ngerjapkan mata. Mencoba peruntungan dan berharap suaminya akan menjelaskan tentang pertemuannya tadi dengan perempuan lain di taman kota. Sampai beberapa menit, tidak ada tanda-tanda pertanyaan atau perkataan dari lelaki di sebelahnya. Malah terdengar dengkuran halus beberapa saat kemudian.Risma menaikkan tubuh dengan hati-hati. Setengah duduk dan bersandar pada kepala ranjang. Melirik jam, ternyata sudah pukul dua dini hari. Tanpa sengaja, Risma menyenggol kepala Riswan. "Kok aneh? Apa Mas Riswan habis keramas? Jam segini rambutnya basah. Apa yang telah dia lakukan dengan perempuan tadi? Astagfirullah. Semoga pikiranku salah."
Happy reading*****Perempuan berjilbab pasmina itu segera menghampiri Riswan. Membuat hati Risma makin cemburu."Awas aja sampai ada adegan peluk-peluk kayak sama Yustina. Bakalan minggat aku," bisik Risma."Hust," bentak Riswan lirih. Lalu, dia membalas senyuman sang perempuan. "Sudah lama nunggu? Sorry, ya, telat.""Belum lima menit," jelas perempuan itu, "Istrimu, ya?"Riswan memberi isyarat berupa anggukan. "Sayang, kenalkan. Salah satu sahabat kecilku yang akan menjadi pemodal untuk usaha warung sate kita. Namanya, Fatiya.""Assalamualaikum. Aku Fatiya, salam kenal," kata si perempuan mengulurkan tangan pada Risma."Risma," jawab perempuan istri dari Riswan."Kenapa semalam nggak ikut ketemuan padahal aku sama suami dan anak-anak?" Fatiya terlihat begitu ramah dan cepat akrab sekalipun baru bertemu dengan Risma.'Apa bawa suami sama anak? Kok aku nggak tahu, sih. Apa memang aku ini terlalu suuzon sama Mas Riswan hingga semua kebaikannya tak terlihat sama sekali? Apa jangan-janga
Happy Reading***** Risma berlari sekuat tenaga. Melewati sahabat suaminya yang berteriak memanggil namanya. Menjauh sejauh-jauhnya dari warung. Bukan terkejut melihat wajah perempuan tadi, tetapi mengapa dua orang berlainan jenis itu harus melakukan panggilan video seintim itu. Pakaian Yustina sungguh sangat minim dan mengapa Riswan tidak merasa risih saat melihatnya. Sementara ketika Risma yang memakai pakaian seperti itu, sang lelaki malah memalingkan wajah. Apakah Riswan memang mencintai Yustina? Terus berjalan sambil memikirkan suaminya. Risma sampai di depan rumah sang mertua. Ternyata terlampau jauh dia berlari tadi. Jarak yang biasa ditempuh dengan motor kurang lebih 5 menit bisa dicapai dengan berlari. "Lho, Ris. Kenapa berdiri di sana?" tanya Rofikoh. Perempuan sepuh itu baru saja membuang sampah dan melihat menantunya terengah-engah sambil memegangi lutut berdiri di depan pagar. Risma sedikit terkejut. Memutar otak dengan cepat, lalu menjawab pertanyaan bundanya. "Tadi
Happy Reading***** Jempol Risma cepat membuka aplikasi ojek online. Sebelum mertuanya mengetahui air mata yang mengalir tanpa diperintah, dia berniat pulang ke rumahnya sendiri. Pantas Riswan tak mengejarnya tadi. Ternyata itulah alasannya. Siapakah gerangan perempuan yang sedang hamil dan dibelikan susu olehnya. "Ris, kayaknya kue kita udah mateng, deh," kata Rofikoh yang baru keluar dari kamar. Wajahnya terlihat segar dan berseri. Jauh berbeda dengan menantunya. "Bun, Risma mau pulang. Tadi Mas Riswan telpon mau ngajak keluar dan aku disuruh siap-siap." Perempuan berbaju daster batik itu menautkan alis. "Kenapa masmu nggak jemput aja ke sini? Jarak rumah kalian sama rumah bunda lebih deket dari warung, kan?" "Mas Riswan masih sama temennya yang bakalan gabung dalam waralaba kita," alibi Risma. Jangan tanyakan betapa gugupnya dia. Demi menutupi semua kesedihannya, perempuan itu terpaksa berbohong pada sang mertua. "Dasar Riswan, selalu saja aneh kemauannya." Rofikoh kecewa, te
Happy Reading*****"Ris, apa kamu masih di sana? Kenapa diem? Aku ke rumahmu sekarang, ya? Nggak tega, deh, lihat kamu terus dizolimi sama Mas Riswan. Eh, kelihatannya aja pendiem, tapi kok kelakuan kayak gitu, sih. Makin sebel sama suamimu itu." Suara Intan sarat kejengkelan. Sekalipun tak sekeras tadi, tetapi sesekali isakannya masih terdengar oleh Risma."Iya. Aku masih di sini. Kamu tenang aja, deh. Aku baik-baik saja. Nggak perlu kamu ke rumahku. Ini udah sore banget. Kata orang tua jaman dulu. Perempuan hamil dilarang keluar pas waktu pergantian hari apalagi mau magrib kayak gini," alibi Risma.Perempuan itu perlu waktu untuk menenangkan diri. Menyiapkan mental menghadapi suaminya ketika pulang nanti. Memainkan peran sebagai istri yang baik. Tidak akan bertanya apa pun atau berniat mengkonfirmasi semua yang dilakukan Riswan hari ini.Jika memang ada itikad baik dari Riswan, maka Risma sudah siap dengan segala kabar buruk itu. Perempuan itu turun dari pembaringannya, melangkah k
Happy Reading*****Semalaman Risma tak dapat memejamkan mata. Setelah tragedi di meja makan yang membuatnya begitu marah pada Riswan, lelaki itu malah tidak tidur di kamar mereka. Satu masalah belum mampu diselesaikan, si lelaki malah menambah masalah lagi dengan membiarkan istrinya bertanya-tanya. Namun begitu, Risma tetap melaksanakan semua tugasnya sebagai seorang istri.Selesai salat subuh, Risma memasak untuk sarapan. Mencuci baju dan segala pekerjaan lainnya sebagai ibu rumah tangga biasa. Dia sendiri tak berniat sama sekali mencari keberadaan suaminya. Pukul enam pagi semua pekerjaan Risma beres. Tinggal mengepel dan menyapu halaman depan. Setelah itu, dia free sampai nanti jam makan siang.Pagi ini, Risma bertekat mewujudkan keinginannya untuk bekerja. Semalam sudah sempat menguhubungi beberapa teman kuliah. Bertanya apakah ada lowongan di kantor mereka.Risma melirik kamar di sebelah ruang tamu yang biasa digunakan Riswan untuk bekerja. Terkadang lelaki itupun tidur di sana.