LOGINNaima melangkah cepat ke wastafel belakang. Anak-anak ikut panik. Zahra mengambilkan air minum, sedangkan Aurel sibuk mencari sesuatu. "Tisu mana tisu," ujarnya dengan pandangan menyapu meja makan. Kemudian berlari ke dalam karena tidak menemukan kotak tisu.Ternyata benda itu ada di ruang tamu. Kemudian ia berlari ke belakang dan memberikan tisu pada Naima. "Makasih, ya," ucap Naima sambil duduk.Zahra menggenggam beberapa butir buah anggur di tangannya. "Ini, Ma.""Makasih, anak-anak. Kalian pinter banget sih." Naima tersenyum supaya anak-anak tidak khawatir. Aurel dan Zahra duduk menunggui mamanya. Sesaat kemudian, Naima bangkit dari duduknya. "Mama ke kamar mandi sebentar. Kalian tunggu di sini. Setelah itu kita ke Toko.""Iya," jawab dua bocah itu bersamaan.Baru juga Naima masuk kamar mandi, ponsel di atas meja berdering. "Rel, Papa nelepon," ujar Zahra sambil memandang layar."Biar kujawab, ya.""Hu um."Aurel menggeser icon terima panggilan. "Halo, Pa.""Hai, kalian masih di
"Gajiku nggak akan cukup untuk itu. Bisa juga sih, tapi untuk makan bagaimana. Pasti kurang."Yesi memperhatikan sekeliling. Sebenarnya ia sayang meninggalkan rumah itu. Tinggal bersama mamanya belum tentu nyaman. Mereka memang sering kompak dan saling mendukung untuk kembali merebut Emir. Tapi yakin saja, untuk keseharian bersama akan sulit. Mamanya sangat cerewet. Imbang seperti dirinya yang sok ngatur.Tapi kalau tetap bertahan di rumah itu, bagaimana ia bisa melanjutkan membayar cicilan. Belum lagi berhadapan dengan tatapan sinis tetangga perumahan setelah kejadian malam itu. Namun Yesi sekarang tidak peduli lagi. Ia lebih bingung jika tinggal serumah dengan mamanya."Carikan pekerjaan untukku," ucapnya memandang Doni."Kantorku nggak ada lowongan.""Aku juga nggak mungkin kembali ke sana. Malu juga. Mereka sudah memecatku.""Kamu mau kerja jaga toko?""Nggak apa-apa.""Daripada kerja sama orang, bukankah lebih baik mengikuti saran Weni untuk mengelola toko milik kalian sendiri. I
SETELAH AKU KAU MILIKI - 55 Pamit[Jangan temui Aurel dulu untuk saat ini. Kalau dia bilang kangen sama kamu, baru kuantar untuk bertemu.] Balas Emir lalu menunjukkan pesan itu pada Naima. Ia tidak akan menyembunyikan sesuatu dari istrinya. Untuk mempertahankan hubungan sampai sejauh ini, sudah banyak pengorbanan Naima dan perjuangannya. Jadi kejujuran dan saling terbuka adalah kunci utama.Naima hanya membaca dan tidak berkomentar. Ia tahu, sebagai seorang ibu pasti Yesi kangen juga dengan anaknya. Tapi mengingat wanita itu telah merencanakan menjebak Emir dengan cara paling menjijikan, ia masih kecewa dan marah. Tentang Aurel, ia yakin kalau suaminya pasti akan melakukan yang terbaik."Aurel nggak bilang ingin bertemu mamanya, Mas?""Nggak. Paling hanya tanya biasa saja," jawab Emir lalu mengunci koper dan meletakkan di dekat pintu kamar. Kemudian mengajak istrinya segera istirahat. Dia malas membahas mantan istrinya. Lebih baik deep talk dengan istrinya sebelum mereka kembali LDM
Ketegangan mulai melunak. Aprilia mengeluarkan dua kotak kecil, kado untuk Aurel dan Zahra. "Ini kado dari Nenek, ya. Ayo kalian terima.""Tante, Nenek sudah ngasih sepatu sama Aurel kemarin," ujar Aurel."Nggak apa-apa. Ini hadiah kembaran untuk kalian," jawab Aprilia. Dua hari yang lalu mama mertuanya minta tolong padanya untuk memberikan dua kalung emas yang liontinnya merupakan inisial nama Aurel dan Zahra."Terima kasih, Nek." Zahra bicara sambil menyentuh tangan Bu Anjar. Aurel juga melakukan hal yang sama."Dipakai selama liburan, ya. Kalau sekolah nggak boleh pakai perhiasan kecuali anting-anting." Naima memberitahu dua anaknya.Dua gadis kecil itu mengangguk.Kemudian mereka duduk berbincang-bincang. Emir menceritakan kedatangan pamannya Zahra dari Kalimantan. Cerita maksud kedatangannya mencari Zahra. Intinya untuk tanggung jawab. Ia juga menjelaskan kenapa mereka diam untuk beberapa tahun ini, karena kondisi mereka sedang tidak baik-baik saja. Emir sengaja membahasnya di de
"Sewaktu Kak Ridho baru meninggal, kondisi kami nggak baik-baik saja karena Papa sakit, Mbak. Beliau shock juga mendengar Kakak nggak ada. Saya sendiri juga masih tahap nyari pekerjaan waktu itu. Sedangkan kakak satunya juga baru menikah." Cerita Rony. Dia adiknya Ridho yang nomer dua. Mereka tiga bersaudara."Nggak apa-apa, Ron. Mbak juga ngerti. Alhamdulillah, kami baik-baik saja di sini bersama Mas Emir." Naima memandang pada suaminya. Tentu saja Naima tidak menceritakan kisah pahit yang dijalani selama ini.Rony manggut-manggut sambil menatap Emir. Melihat keadaan mereka, Rony yakin kalau kakak ipar dan keponakannya bersama orang yang tepat. Rumahnya besar dan mewah. Naima juga sudah berhijab. Zahra sangat terawat. Emir kelihatan sosok yang sangat bertanggung jawab dan melindungi."Ketika Papa sudah mulai pulih, kami menghubungi Mbak Naima. Tapi sudah nggak bisa. Papa sempat kepikiran, karena Zahra sebenarnya tanggung jawab kami."Emir yang duduk dengan tenang merasa kagum dengan
SETELAH AKU KAU MILIKI - 54 Tamu Dari JauhEmir melangkah ke arah pintu pagar. Dadanya sedikit berdebar saat memandang wajah pria itu. Dia seperti teringat seseorang yang tidak seberapa dikenalnya."Assalamu'alaikum," ucap lelaki yang berdiri di luar pagar, saat Emir membuka pintu."Wa'alaikumsalam. Maaf, Mas mencari siapa, ya?"Lelaki itu mengulurkan tangannya. "Saya Rony. Benarkah ini rumah Mas Emir suaminya Mbak Naima Fahira?""Ya, saya sendiri. Emir.""Saya adiknya Kak Ridho. Almarhum suaminya Mbak Naima. Maaf, kalau kedatangan saya mengganggu. Tadi saya ke alamatnya Mbak Naima, lalu di kasih tahu sama tetangga di sana, tentang Mas Emir dan alamat rumah ini. Saya datang dari Samarinda, Mas. Ingin bertemu ponakan saya. Maulida. Baru kali ini saya bisa berkunjung setelah kepergian kakak saya."Emir sekarang ingat dengan wajah itu. Mirip sekali dengan Ridho. Dia tidak pernah bertemu Ridho. Hanya melihat dari foto yang ada di rumah Naima waktu itu. Tapi masih lumayan ingat bagaimana







