Share

Bab 12 Bukan Urusanmu

Ekspresi Gio seketika berubah dan berseru, "Periksa lokasinya di mana!"

Yuda langsung mengoperasikan ponselnya dan dengan cepat menemukan lokasi Nadia.

Dia terkejut, lalu berkata kepada Gio, "Di sebelah ...."

Gio tiba-tiba berdiri, Yuvira yang tidak tahu apa yang sedang terjadi buru-buru mengikutinya.

Begitu di depan pintu VIP 2, Gio langsung menendang pintu tersebut hingga terbuka.

Pipi Nadia merah dan bengkak, tubuhnya berlumuran darah dan sedang ditekan oleh seseorang. Melihat semua itu, kemarahan Gio langsung menyelimuti seluruh tubuhnya.

Sorot mata Gio memancarkan keinginan membunuh orang.

Dia menghampiri pria yang memiliki bekas luka di wajah itu, lalu menendangnya dengan ekspresi sangat dingin.

Dia melanjutkannya dengan mengambil botol anggur di meja dan dihantamkan ke kepala pria tersebut.

Aura dingin dan kejam di sekujur tubuhnya terlihat seperti dewa kematian yang sedang merenggut jiwa manusia.

Tidak ada seorang pun di antara penonton yang berani menghentikannya.

Setelah menyaksikan Gio menghancurkan semua botol anggur tangannya, Yuda segera melangkah maju dan menyerahkan jasnya kepada Gio.

Gio berbalik dan menutupi Nadia dengan jas itu.

Saat menggendong Nadia, Gio melihat dengan jelas air mata yang mengalir dari sudut mata Nadia.

Air mata itu seakan-akan jatuh ke dalam hati Gio.

Gio memeluk Nadia erat-erat dan memerintahkan Yuda dengan dingin, "Hancurkan dia!"

Yuda mengangguk dan berkata, "Ya, Tuan Gio!"

Yuvira tertegun di depan pintu menyaksikan Gio memeluk Nadia dan meninggalkan dirinya begitu saja.

Rasa heran berangsung-angsur berubah menjadi rasa cemburu yang kuat.

Pondok Asri.

Ketika melihat Nadia berlumuran darah dan terluka, Ratih sangat ketakutan hingga kakinya lemas dan tergagap, "Tuan, Nona ... Nona Nadia ...."

"Cepat panggil dokter wanita kemari!" Setelah memberi perintah, Gio membawa Nadia ke atas.

Sesampai di kamar, Gio meletakkan Nadia yang tidak sadarkan diri di atas di atas ranjang dengan lembut.

Melihat wajah Nadia merah bengkak dan penuh bekas tamparan, sorot mata Gio terlihat makin mengerikan.

Tidak lama kemudian, Ratih mengantar masuk seorang dokter wanita.

Setelah memeriksa Nadia dengan teliti, sang dokter berkata kepada Gio, "Selain luka luar, nggak ada luka serius lain pada tubuh Nona Nadia."

Mendengar itu, Gio akhirnya merasa lega dan memerintah dengan suara rendah, "Bibi Ratih, antar dia keluar!"

Ratih mengangguk dan pergi mengantar dokter wanita itu.

Setelah pintu ditutup, Gio mengeluarkan ponselnya dan menghubungi Yuda.

Sorot mata dan suara Gio sangat dingin, "Segera kirimkan video CCTV di ruangan itu padaku. Lalu, cari tahu apa yang terjadi!"

Siapa pun tidak boleh menyentuh orang milik Gio.

Keesokan hari.

Begitu Nadia bangun, Ratih masuk dengan membawakan bubur.

"Nona Nadia, kamu sudah bangun?"

Tenggorokan Nadia yang kering membuatnya tidak bisa berbicara, jadi dia hanya menjawab dengan anggukan kecil.

Ratih meletakkan bubur di meja samping tempat tidur, lalu membantu Nadia untuk duduk dan berkata, "Nona Nadia, Tuan sungguh peduli padamu."

"Semalam, setelah dokter pergi, Tuan menemanimu sampai subuh baru kembali ke kamarnya untuk istirahat."

Nadia samar-samar ingat memang Gio yang membawanya pergi sebelum dia kehilangan kesadarannya.

Namun, dia tidak menyangka Gio akan menemaninya sepanjang malam.

Hanya saja, ketika teringat dengan Yuvira dan wanita bergaun putih itu, Nadia menekan perasaan tersentuhnya.

Dia berpikir alasan Gio begitu baik padanya mungkin hanya karena sudah bekerja selama tiga tahun.

Nadia juga merasa tidak peduli Yuvira atau wanita itu yang akan berada di samping Gio, yang pasti dia tidak akan pernah punya kesempatan.

Ketika Nadia hendak turun dari tempat tidurnya, pintu kamar terbuka.

Gio mengenakan pakaian rumah berwarna gelap. Meskipun terlihat kasual, pakaian itu tidak menyembunyikan aura bermartabat Gio.

Dia menoleh ke Ratih dan berkata, "Kamu keluar dulu."

Mendengar itu, Ratih yang sebelumnya ingin membantu Nadia pun segera pergi.

Melihat Gio berjalan ke arahnya, Nadia ingin mengucapkan terima kasih padanya, tetapi suaranya tidak bisa keluar.

"Nadia, kamu sungguh luar biasa," ujar Gio lalu menghela napas.

Nadia tertegun sejenak, lalu menatap Gio dengan ekspresi kebingungan.

'Apa maksudnya?'

Gio membungkuk dan perlahan-lahan mendekat.

Gio tiba-tiba mencubit dagu Nadia dan berkata dengan dingin, "Untuk melunasi utang, kamu bahkan menggunakan tubuhmu! Kenapa? Uang yang kuberikan padamu masih nggak cukup?"

Nadia mengernyit dan menjawab dengan suara sera, "Aku nggak berpikir untuk menggunakan tubuhku melunasi utang itu. Mereka yang ...."

"Kamu tahu Kasino Fezzo itu tempat seperti apa!" teriak Gio penuh amarah.

Gio lanjut berteriak, "Saat kamu bilang nggak punya uang pada mereka, itu berarti kamu ingin mereka memintamu menggunakan cara lain untuk melunasi utang itu!"

Nadia tertegun sejenak, lalu berkata, "Semalam aku minta untuk memberiku waktu dua hari."

Sorot mata Gio memancarkan aura dingin sambil berkata, "Percakapan kalian terekam jelas di kamera pengawas! Apa kamu masih ingin berdalih di depanku?"

Nadia menatap mata Gio dan berkata dengan tegas, "Gio! Aku nggak perlu berdalih untuk masalah semacam ini! Kamu jangan berpikir untuk memfitnahku!"

"Fitnah?" Gio menarik Nadia turun dari tempat turun dan pergi ke ruang kerja.

Di depan komputer, Nadia melihat video pengawas yang dikirim oleh Yuda dari awal sampai akhir.

Melihat kembali kejadian semalam membuat Nadia ketakutan dan gemetar.

Namun, setelah mendengar seluruh percakapan di video itu, wajah Nadia makin pucat.

'Kenapa nggak ada bagian ketika aku minta kelonggaran waktu dua hari?'

'Malahan isi percakapan seperti aku dengan sengaja menyodorkan diri untuk menghemat uang!'

"Apa kamu masih ingin menjelaskan?" cibir Gio.

Nadia hanya tersenyum pahit, dia tidak harus bagaimana menjelaskan hal ini padanya.

Video pengawas itu sudah diedit, tetapi dia tidak punya bukti.

"Cepat katakan!"

Teriakan Gio membuat Nadia gemetar.

Diselimuti dengan perasaan putus asa, Nadia menutup mata dan berkata tanpa daya, "Apa lagi yang bisa kukatakan?"

Mendengar respons itu, perasaan Gio tersinggung lagi dan menjadi sangat marah.

'Dia selalu bersikap seperti ini. Setiap nggak bisa menjelaskan perbuatannya, dia hanya akan bertingkah seolah siap untuk dipermalukan!'

'Seperti di video dan seperti di depanku sekarang!'

Gio membuang muka dengan jijik dan memberi peringatan dengan suara dingin, "Mulai sekarang, kamu hanya boleh keluar dari vila ini untuk pergi kerja!"

Nadia menengadah dan terkejut sambil berkata, "Apa hakmu merampas kebebasanku?"

"Aku adalah bosmu!"

Selesai mengatakan itu, Gio membanting pintu dan pergi.

Nadia ditahan di vila Pondok Asri selama dua hari penuh.

Dalam dua hari terakhir, dia tidak melihat Gio sampai senin hari senin.

Selesai mandi, Nadia turun ke bawah dan mendapati Gio sedang duduk di meja makan sambil minum kopi.

Nadia duduk di seberang Gio. Setelah berpikir sejenak, dia bertanya, "Kapan Yuda berhenti mengawasiku?"

Gio menatapnya dan berkata, "Kalau nggak ingin biaya pengobatan ibumu berhenti, tetaplah di sini."

"Biaya pengobatan ibuku aku tanggung dengan gajiku sendiri!" seru Nadia marah.

Selama bertahun-tahun, dia menggunakan gaji yang dia peroleh dengan susah payah untuk melunasi utang ayah dan membayar pengobatan ibunya.

Oleh karena itu, Nadia tidak senang Gio mengancamnya dengan biaya pengobatan ibunya.

Gio mencibir, "Kalau kamu ingin kehilangan pekerjaanmu, kamu bisa pergi sekarang juga."

Nadia tiba-tiba mengepalkan tinjunya dan berteriak, "Kamu mengancamku!

"Kalau ya, kenapa? Kamu pikir kamu bisa bertahan hidup tanpa pekerjaan ini?" tanya Gio dengan acuh tak acuh.

Gio bisa memberi Nadia gaji yang melebihi semua karyawan, tetapi dengan syarat Nadia harus patuh.

Namun, akhir-akhir ini Nadia makin tidak menuruti perintahnya.

'Kamu bisa jual senyum kepada dokter demi biaya pengobatan ibumu. Kemudian, menyanjung orang-orang di kasino demi utang ayahmu.'

'Jelas-jelas aku bisa membantumu selama kamu bilang padaku.'

'Tapi kamu nggak melakukannya!'

'Aku ingin lihat seberapa keras kepala dirimu di hadapanku.'

Menatap wajah tampan dan berwibawa itu membuat hati Nadia tidak berdaya.

Setelah berpikir cukup lama, dia hanya bisa mengubah topik pembicaraan.

"Apa kamu nggak takut Yuvira marah kalau mengetahui hal ini?" tanya Nadia sambil mengamati ekspresi Gio.

Sayang sekali, Gio berkata dengan ekspresi datar, "Bukan urusanmu."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status