Home / Rumah Tangga / Setelah Kamu Pilih Dia / Di Antara Detak dan Doa

Share

Di Antara Detak dan Doa

Author: Lina Astriani
last update Last Updated: 2025-07-30 14:04:51

Minggu pagi datang dengan angin lembut yang membelai jendela kamar mereka. Dinda duduk di depan cermin sambil menyisir rambut pelan. Kehamilannya masuk bulan ketujuh, dan tubuhnya sudah sering merasa letih. Tapi hari itu, wajahnya justru terlihat lebih cerah dari biasanya.

Di meja rias, ada selembar foto USG yang dia bingkai sendiri. Hitam-putih, kabur, tapi bagi Dinda, itu adalah lukisan paling indah yang pernah dia lihat.

Rayhan masuk sambil membawa nampan berisi segelas susu dan roti panggang. “Sarapan buat dua orang—kamu dan calon jagoanku.”

Dinda tersenyum, menyambutnya dengan pelukan singkat. “Hari ini kita ke rumah Ibu, ya? Katanya mau ngasih sesuatu.”

“Ngasih atau ngetes kita lagi?” Rayhan terkekeh. “Tapi ya udahlah, aku udah siap mental.”

Mereka pun berangkat. Mobil melaju pelan melewati jalan-jalan kecil yang mulai ramai. Musik instrumental mengalun lembut di radio. Di sela sunyi, Rayhan meraih tangan Dinda dan menciumnya perlahan.

“Aku masih nggak nyangka kita sampai di tit
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Setelah Kamu Pilih Dia   Menunggu dengan Hati Penuh Harap

    Hari-hari terasa lebih panjang sejak Dinda dinyatakan hamil. Setiap detiknya kini diisi oleh perasaan cemas dan bahagia yang bertumpuk jadi satu. Tubuhnya memang cepat lelah, tapi hatinya seolah tak pernah kehabisan tenaga untuk berharap dan bermimpi tentang masa depan kecil mereka.Rayhan makin protektif. Bahkan terlalu protektif menurut Dinda. Ia tak membiarkan Dinda menyentuh setrika, naik tangga lebih dari dua lantai, atau bahkan menyapu halaman seperti biasanya.“Kamu bukan cuma bawa dirimu sekarang,” ujar Rayhan dengan lembut setiap kali Dinda protes. “Ada dua nyawa yang harus dijaga.”Dinda tak bisa membantah. Di dalam dirinya, ada kehidupan yang sedang bertumbuh. Sesuatu yang bahkan belum sepenuhnya ia percayai bisa terjadi secepat ini. Tapi itulah kenyataan yang kini mereka peluk bersama.⸻Pagi itu, Dinda dan Rayhan kembali ke rumah orang tua Dinda untuk makan pagi bersama. Aroma nasi uduk buatan Mama menyambut sejak dari pintu.“Cucu Mama sehat?” tanya Mama sambil membelai

  • Setelah Kamu Pilih Dia   Detak Kecil yang Mengubah Segalanya

    Pagi itu, Jakarta masih diselimuti gerimis tipis. Hujan semalam menyisakan aroma tanah basah dan udara sejuk yang jarang ditemukan di tengah kota yang selalu riuh.Dinda duduk di ruang tunggu klinik kandungan, tangannya menggenggam erat jemari Rayhan. Meski kehamilannya baru memasuki trimester pertama, jantungnya berdebar tak karuan. Hari ini mereka akan mendengar detak jantung bayi mereka untuk pertama kalinya.“Tenang, Din. Apa pun hasilnya, kita hadapi bareng-bareng, ya?” ucap Rayhan, mencoba menenangkan, meski sorot matanya juga memancarkan kekhawatiran yang sama.Dinda mengangguk, tersenyum kecil. “Aku nggak takut karena kamu ada.”Panggilan perawat membuat mereka berdiri. Dinda berbaring di ranjang periksa, dan Rayhan berdiri di sampingnya, menggenggam tangan istrinya yang dingin karena gugup. Dokter mulai mengoleskan gel dingin di perut Dinda dan menggerakkan alat kecil ke sana-sini.Hening.Beberapa detik terasa seperti selamanya.Lalu—detak.Dug… dug… dug…Cepat. Nyaring. Kua

  • Setelah Kamu Pilih Dia   Di Antara Detak dan Doa

    Minggu pagi datang dengan angin lembut yang membelai jendela kamar mereka. Dinda duduk di depan cermin sambil menyisir rambut pelan. Kehamilannya masuk bulan ketujuh, dan tubuhnya sudah sering merasa letih. Tapi hari itu, wajahnya justru terlihat lebih cerah dari biasanya.Di meja rias, ada selembar foto USG yang dia bingkai sendiri. Hitam-putih, kabur, tapi bagi Dinda, itu adalah lukisan paling indah yang pernah dia lihat.Rayhan masuk sambil membawa nampan berisi segelas susu dan roti panggang. “Sarapan buat dua orang—kamu dan calon jagoanku.”Dinda tersenyum, menyambutnya dengan pelukan singkat. “Hari ini kita ke rumah Ibu, ya? Katanya mau ngasih sesuatu.”“Ngasih atau ngetes kita lagi?” Rayhan terkekeh. “Tapi ya udahlah, aku udah siap mental.”Mereka pun berangkat. Mobil melaju pelan melewati jalan-jalan kecil yang mulai ramai. Musik instrumental mengalun lembut di radio. Di sela sunyi, Rayhan meraih tangan Dinda dan menciumnya perlahan.“Aku masih nggak nyangka kita sampai di tit

  • Setelah Kamu Pilih Dia   Nama yang Akan Kupanggil Seumur Hidupku

    Pagi itu, matahari masih malu-malu mengintip di balik tirai langit. Dinda membuka mata pelan, lalu menoleh ke samping. Rayhan masih tertidur lelap, satu tangannya melingkar protektif di pinggang Dinda, seolah tak mau membiarkan dunia menyentuh istrinya walau hanya lewat mimpi.Dinda tersenyum. Kehamilannya memasuki bulan kelima, dan meski kadang tubuhnya terasa lelah, hati Dinda selalu penuh. Ada rasa syukur yang tak bisa diukur dengan apapun setiap kali dia sadar bahwa hidupnya kini penuh makna. Bahwa luka masa lalu itu, kini hanya jejak samar.Ia mengelus perutnya yang mulai membesar, lalu membisik pelan, “Hari ini kita cari nama, ya?”⸻Seusai sarapan, Rayhan mengajak Dinda jalan-jalan pagi di taman dekat apartemen. Ia membawa termos berisi teh hangat dan roti keju kesukaan Dinda.“Kamu yakin nggak terlalu capek?” tanya Rayhan khawatir.Dinda mengangguk. “Tenang aja. Selama ada kamu, aku kayak punya tenaga dua kali lipat.”Rayhan tertawa, menggenggam tangan istrinya. “Jadi… soal na

  • Setelah Kamu Pilih Dia   Do’a dalam Pelukan Sunyi

    Malam itu, hujan turun pelan. Rintiknya menari lembut di kaca jendela kamar mereka. Dinda duduk di tepi ranjang, tangan mengelus perutnya yang kini membulat lembut. Kehamilannya telah memasuki bulan keempat. Perubahan mulai terasa, tak hanya pada tubuh, tapi juga pada isi hati.Rayhan keluar dari kamar mandi dengan handuk di bahu, wajahnya tampak segar. “Ngantuk?”Dinda menggeleng pelan. “Enggak. Bayinya lagi aktif banget geraknya. Rasanya kayak ada kupu-kupu beterbangan di dalam.”Rayhan tersenyum, lalu duduk di sampingnya. Tangannya perlahan menyentuh perut Dinda, penuh takzim. “Masya Allah… itu berarti dia senang. Mungkin dia tahu ayahnya lagi di dekatnya.”Dinda tertawa kecil. “Atau mungkin dia protes karena tadi aku makan sambel.”Rayhan mengernyit. “Kamu makan pedas lagi? Dinda…”“Cuma sedikit. Lagian katanya boleh asal nggak berlebihan.”Rayhan mendesah, tapi tak melanjutkan. Ia hanya mencium kening Dinda, lalu menyandarkan dagunya di pundak istrinya. Dalam diam mereka saling m

  • Setelah Kamu Pilih Dia   Pelindung yang Tak Terlihat

    Dinda duduk di tepi jendela kamar sambil memegang hasil USG yang baru diambil pagi tadi. Cahaya matahari menyelinap melalui tirai, memantulkan bayangan halus di pipinya yang mulai sedikit membulat. Di tangannya, kertas abu-abu itu bergetar pelan—bukan karena takut, tapi karena haru.Sosok kecil yang terlukis samar di sana bukan lagi sekadar mimpi. Itu nyata. Ada kehidupan yang tumbuh di dalam dirinya, dan itu membuatnya lebih kuat dari sebelumnya.Rayhan masuk ke kamar membawa semangkuk buah potong. Ia menaruhnya di meja kecil lalu duduk di samping Dinda. Tatapannya jatuh pada kertas di tangan istrinya. “Boleh aku lihat lagi?”Dinda menyerahkannya sambil tersenyum. “Kamu udah lihat tadi pagi.”“Belum puas,” gumam Rayhan sambil menatap gambar itu seolah itu adalah peta menuju harta karun.Ia mengusap perut Dinda yang masih datar, lalu mendekatkan bibirnya dan berbisik, “Hai kamu di dalam sana. Ini ayahmu. Kamu jaga ibu baik-baik, ya.”Dinda mengerjap, air mata tanpa izin mengalir dari

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status