Hujan turun lagi malam itu. Deras, tanpa jeda, seperti langit yang sedang menghapus sesuatu dari memorinya—atau barangkali, ikut menangisi luka yang belum benar-benar kering.Dinda duduk bersandar di sisi ranjang, memeluk lutut yang ditarik ke dada. Lampu kamar dimatikan, menyisakan temaram dari lampu meja kecil di sudut ruangan. Di tangan kirinya, sebuah ponsel yang tak kunjung dia letakkan. Layarnya menyala redup. Tiga pesan singkat. Semuanya dari Arsen.“Aku nggak akan maksa.”“Cuma pengen pamit, Din.”“Besok aku ke luar kota, mungkin cukup lama. Sebelum itu… aku cuma pengen lihat kamu sekali aja.”Dinda membaca ulang. Berkali-kali. Pesan-pesan itu bukan sekadar kata, tapi seperti pecahan kecil dari masa lalu yang kembali mengetuk, minta diingat, minta diampuni.Dan anehnya, walau sudah berkali-kali meyakinkan diri bahwa ia selesai, perasaannya tetap enggan tunduk. Seperti ada tali tak kasatmata yang masih menggantung di antara mereka—tak cukup kuat untuk mengikat, tapi juga belum
Terakhir Diperbarui : 2025-06-21 Baca selengkapnya