แชร์

Saat Kabar Itu Sampai ke Rumah

ผู้เขียน: Lina Astriani
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-07-28 13:56:26

Minggu pagi itu, udara Jakarta masih segar saat Rayhan dan Dinda tiba di rumah orang tua Rayhan. Dinda menggenggam jemarinya erat, seolah meminta keberanian tambahan. Perutnya belum terlihat membesar, tapi hatinya sudah dipenuhi dengan perasaan yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata.

Di ruang tamu, ibunda Rayhan tengah menyiram bunga-bunga hias di pojok ruangan. Begitu melihat mereka datang, wajah wanita paruh baya itu langsung berseri.

“Dinda, Rayhan! Tumben pagi-pagi banget ke sini,” ucapnya sambil mengelap tangan.

Rayhan menarik napas pelan. Ia menoleh ke Dinda sejenak, seolah meminta izin. Kemudian, dengan suara tenang tapi penuh getar, ia berkata, “Bu, kami mau kasih kabar baik.”

Ibunya berhenti sejenak. “Kabar apa?”

Dinda mengeluarkan satu amplop kecil dari tasnya, lalu menyerahkannya. Di dalamnya, ada salinan hasil tes laboratorium dan satu foto kecil hasil USG yang belum terlalu jelas, tapi cukup untuk membuat seorang ibu mengerti.

Sesaat hening. Mata ibunya berkedip-kedip
อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป
บทที่ถูกล็อก

บทล่าสุด

  • Setelah Kamu Pilih Dia   Undangan yang Mengguncang Hati

    Beberapa hari setelah kerja bakti, suasana komplek mulai terasa lebih cair bagi Dinda. Ia tak lagi terlalu gugup kalau berpapasan dengan para tetangga. Bahkan, ada beberapa ibu yang kini menyapanya lebih dulu. Meskipun masih ada tatapan dingin dari sebagian kecil orang, Dinda belajar untuk tidak terlalu memikirkan itu.Suatu sore, saat ia sedang menjemur pakaian di halaman, seorang remaja putri datang menghampiri. Ia adalah anak Bu Rini, tetangga yang rumahnya dua blok dari rumah Dinda.“Permisi, Bu. Ini titipan undangan dari Mama,” katanya sopan, menyerahkan amplop putih dengan tinta emas di bagian depan.Dinda menerimanya dengan ragu. “Undangan?”“Iya, Bu. Buat arisan komplek minggu depan. Mama bilang semua ibu-ibu wajib hadir.” Setelah itu, remaja itu berpamitan, meninggalkan Dinda yang masih terdiam sambil menatap amplop di tangannya.Jantung Dinda berdegup kencang. Arisan. Satu kata yang bisa berarti dua hal: kesempatan untuk benar-benar diterima, atau justru ajang gosip yang leb

  • Setelah Kamu Pilih Dia   Langkah Pertama Melawan Rasa Takut

    Pagi itu, matahari bersinar cerah, seolah ikut menyemangati hati Dinda yang sejak semalam sudah bertekad bulat. Ia tak ingin lagi larut dalam kesedihan hanya karena bisikan atau sindiran. Ia tahu, semakin ia diam, semakin orang-orang seenaknya membicarakan dirinya.Rayhan sempat menatap istrinya heran saat sarapan. “Hari ini kamu kelihatan beda. Matamu lebih mantap.”Dinda tersenyum samar. “Aku cuma nggak mau terus-terusan sembunyi, Han. Kalau aku mundur, mereka pikir aku salah. Aku mau buktikan kalau aku bisa tetap berdiri tegak.”Rayhan mengangguk, bangga dengan keberanian itu. “Bagus. Aku dukung apa pun langkahmu.”Kebetulan, siang harinya ada agenda kerja bakti komplek. Semua warga, baik bapak-bapak maupun ibu-ibu, berkumpul di lapangan kecil dekat musholla. Suasana cukup ramai, anak-anak berlarian, bapak-bapak sibuk membawa cangkul dan sapu, sementara ibu-ibu mengatur konsumsi.Awalnya Dinda agak gugup saat berjalan ke arah kumpulan ibu-ibu. Beberapa pasang mata memang menoleh ke

  • Setelah Kamu Pilih Dia   Riak Kecil di Balik Kehangatan

    Beberapa hari setelah kejadian itu, suasana komplek tetap tampak biasa saja. Dinda berusaha menjalani aktivitas seperti normal: menjemur pakaian, mengurus bayi, sesekali mampir ke rumah Bu Ratna atau sekadar duduk di teras sambil menyapa tetangga yang lewat.Namun, tanpa ia sadari, gosip tentang dirinya mulai menyebar lebih luas.Suatu sore, saat Dinda baru saja selesai menyapu halaman, datang Bu Nisa dengan wajah sedikit canggung. Ia membawa sepiring pisang goreng hangat.“Bu Dinda, saya bawain ini. Baru goreng, takut keburu dingin,” katanya dengan senyum tipis.Dinda menyambut ramah. “Wah, terima kasih banyak, Bu. Pas banget, saya belum sempat bikin cemilan sore.”Mereka pun duduk sebentar di teras sambil berbincang. Namun, dari nada suara Bu Nisa, ada sesuatu yang ingin ia sampaikan.“Bu Dinda, saya sebenarnya nggak enak ngomong. Tapi rasanya lebih baik saya jujur. Beberapa ibu kemarin ada yang komentar soal ibu,” ucapnya hati-hati.Dinda mengangkat alis, meski hatinya langsung ber

  • Setelah Kamu Pilih Dia   Kehangatan yang Mulai Terganggu

    Hari-hari setelah arisan pertama berjalan begitu indah bagi Dinda. Ponselnya kini ramai notifikasi dari grup WhatsApp ibu-ibu komplek. Setiap hari ada saja obrolan—mulai dari resep sederhana, tips belanja hemat, sampai sekadar membagikan foto anak-anak mereka.Dinda merasa lebih hidup. Ia tak lagi merasa asing di lingkungan baru. Bahkan beberapa kali ia diajak mampir ke rumah tetangga, sekadar minum teh sambil mengobrol.Namun, tak semua berjalan semulus itu.Suatu sore, ketika Dinda sedang menyapu halaman, ia mendengar dua ibu yang lewat di depan rumahnya bercakap dengan suara agak pelan tapi cukup jelas terdengar.“Eh, itu Bu Dinda ya? Baru juga pindah, udah langsung deket banget sama Bu Wati sama Bu Ratna,” ucap salah satunya.“Iya, aku juga lihat. Cepet banget akrabnya. Jangan-jangan ada maunya,” timpal yang lain.Dinda terdiam, sapunya berhenti bergerak. Jantungnya berdegup lebih cepat. Ia tak menyangka akan mendengar komentar seperti itu.Malamnya, saat Rayhan pulang, Dinda menc

  • Setelah Kamu Pilih Dia   Arisan Pertama Dinda

    Hari Minggu tiba, matahari pagi bersinar cerah. Sejak pagi, Dinda sudah bersiap dengan mengenakan gamis sederhana warna biru muda dan jilbab polos yang membuat wajahnya terlihat segar. Tangannya sempat gemetar saat menata hijabnya di depan cermin.“Han, aku grogi banget,” ucapnya sambil menatap Rayhan yang sedang menggendong bayi mereka.Rayhan tersenyum menenangkan. “Kenapa grogi? Kan cuma arisan. Santai aja, Din. Kamu tinggal jadi diri kamu sendiri.”“Tapi ini pertama kali aku kumpul sama ibu-ibu komplek. Aku takut salah ngomong atau malah nggak nyambung,” jawab Dinda pelan.Rayhan mendekat, menepuk pelan bahu istrinya. “Kamu kan orangnya ramah. Aku yakin mereka bakal suka sama kamu. Lagian, Bu Ratna juga pasti nemenin.”Dinda menarik napas panjang, lalu mengangguk. “Iya, semoga aja.”Tepat pukul sembilan, Bu Ratna datang menjemput. Ia tersenyum hangat saat melihat Dinda sudah siap. “Wah, cantik sekali, Bu Dinda. Ayok, jangan malu-malu. Semua ibu-ibu pasti senang kenal dengan tetang

  • Setelah Kamu Pilih Dia   Kehangatan Tetangga Baru

    Pagi berikutnya, aroma masakan sederhana dari dapur tetangga mulai tercium. Suara ayam berkokok dan anak-anak berlarian membuat suasana perumahan terasa hidup. Dinda membuka pintu depan rumah, membiarkan udara segar masuk sambil menatap lingkungan sekitar.Di halaman sebelah, Bu Ratna sedang menyapu. Begitu melihat Dinda, ia melambaikan tangan. “Pagi, Bu Dinda! Sudah agak rapi rumahnya?”Dinda tersenyum hangat. “Alhamdulillah, Bu. Kemarin seharian beres-beres sama suami. Capek, tapi senang.”Tak lama kemudian, Bu Ratna menghampiri sambil membawa sepiring kue tradisional. “Ini saya bawain onde-onde sama risoles. Biar ada camilan pagi. Anggap aja ucapan selamat datang.”Dinda terharu menerima itu. “Ya Allah, terima kasih banyak, Bu. Jadi malu saya, baru pindah sudah dikasih begini.”“Ah, nggak usah sungkan. Di sini kita semua saling bantu. Kalau ada apa-apa, tinggal ketok rumah saya aja,” jawab Bu Ratna dengan ramah.Rayhan yang baru keluar rumah ikut menyapa. “Wah, terima kasih banyak,

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status