Home / Romansa / Jerat Ambisi Penguasa Kejam / Cinta Pada Pandangan Pertama

Share

Cinta Pada Pandangan Pertama

Author: Si Nicegirl
last update Last Updated: 2025-03-17 13:21:35

Setahun yang lalu

Halwa dan Tita duduk di barisan kursi terdepan, mereka terpisah dari teman-teman satu fakultasnya, untuk memudahkan prosesi wisuda, karena mereka termasuk wisudawan berprestasi.

Tepat pukul delapan, rektor dan jajaran rektorat masuk dan duduk di tempat yang sudah disiapkan untuk mereka.

Setelah semua rektor dan jajarannya sudah menempati posisi mereka masing-masing, pemimpin paduan suara keluar dari barisannya, disusul dengan suara MC yang meminta seluruh peserta untuk menyanyikan lagu kebangsaan secara bersama-sama.

Hingga akhirnya nama-nama wisudawan yang berprestasi dari tiap fakultas, dipanggil satu persatu untuk naik ke atas panggung, untuk menerima ijasah langsung dari rektor.

Tempat duduk mereka yang berada di barisan terdepan dekat panggung, membantu prosesi berjalan sangat cepat dan mulus, hingga akhirnya MC menyebut nama Halwa.

"Aira Halwatuzahra!" 

"Semangat!" seru Tita sambil meremas tangan Halwa sebelum ia berdiri dan naik ke atas panggung.

Dengan arahan petugas, Halwa menuju rektor yang diapit dua petugas perempuan, satu sebagai pembawa baki berisi ijasah, satu lagi bertugas untuk memberikan ijasah itu kepada sang rektor.

Halwa tersenyum lebar saat rektor memindahkan kuncirnya, lalu menyerahkan ijasahnya dan menjabat tangan Halwa sambil tersenyum,

"Selamat, Nak. Semoga sukses dengan IPK tinggimu itu." ucapnya

"Terima kasih, Pak!" sahut Halwa, lalu mereka berpose sebentar di depan kamera, sebelum Halwa kembali ke tempat duduknya semula.

"Congrats, Dear. Untuk IPK tertinggi di fakultasmu!" seru Tita sambil memeluk Halwa, mereka pun berpelukan sambil lompat-lompat kecil saking senangnya karena berhasil menjadi mahasiswa berprestasi.

"Kamu juga, Ta. Nilaimu tertinggi juga di fakultasmu," balas Halwa.

"Ya, tapi IPKmu lebih tinggi dari aku."

"Karena fakultasku lebih mudah pelajarannya dari fakultasmu Ta," ujar Halwa merendah. Ia tidak boleh menyombongkan diri, itulah yang selalu ditanamkan orang tuanya.

"Mana ada fakultas yang lebih mudah dari kedokteran, Wa. Kamu ada-ada saja," rajuk Tita dan merekapun tertawa.

"By the way, nanti malam ikut aku yaa. Kita rayakan kelulusan kita ini di Kafe milik temanku," ajak Tita penuh semangat.

"Hmmm, aku harus izin sama orang tuaku terlebih dahulu.Nanti aku kabari yaa..."

"Izin apa Aira?" tanya papa Halwa yang sudah berada di sampingnya bersama dengan mamanya.

Mereka selalu memanggil Halwa dengan Aira, panggilan kesayangan mereka. Kecuali saat mereka sedang mengeluh, baru mereka memanggilnya Halwa.

"Om, Tante," sapa Tita sambil mencium punggung tangan mama dan papa Halwa.

"Selamat yaa untuk kalian," ucap mama Halwa sambil merangkul pundak Halwa dan mengecup pipinya, lalu lanjut mengecup kening Tita.

"Dan di mana orang tuamu, Ta?" tanyanya.

"Mami dan Papi tadi sudah pulang duluan, Tan. Karena ada urusan penting katanya." jawab Tita.

"Oh, ya sudah kalau begitu. Jadi kenapa tadi Aira butuh izin dari Om dan Tante?"

"Aku mau mengajak Halwa merayakan wisuda kami di Kafe salah satu temanku, Tan. Boleh yaa..."

"Bagaimana, Pa?" tanya mama Halwa pada suaminya.

"Hmm, boleh. Asal pulangnya jangan malam-malam yaa, paling lama jam sebelas Halwa sudah harus sampai rumah."

"Siap, Om. Nanti Tita yang antar dan jemput Halwa yaa."

Dan sesuai dengan janjinya, sore harinya sekitar pukul lima sore Tita menjemput Halwa tepat waktu, setelah berpamitan pada kedua orang tuanya, mereka pun jalan menuju Kafe di area Selatan Jakarta.

Kafe itu terletak di tengah hutan kota, dan mereka memilih area rooftop, tempat matahari terbenam terlihat indah di antara gedung-gedung bertingkat.

"Hai semuanya," sapa Tita pada teman-temannya, yang kesemuanya berasal dari negara Eropa, kecuali pria itu, pria yang sedang menatap Tita dengan senyumnya yang memikat itu.

Reflek Halwa memegang dadanya, tepatnya di atas jantungnya yang tiba-tiba berdetak cepat dan tubuhnya mulai berkeringat.

Otak dan tubuhnya melepas hormon dopamin, adrenalin, serotonin, estrogen dan juga testosteron sekaligus, yang mengalir ke dalam darah dan menyebabkan jantungnya berdebar dengan lebih cepat dan kuat.

"Nah, ini dia salah satu bintang pesta kita hari ini!" seru pria itu sambil berdiri dan menghampiri Tita.

"Apa kabar, Sweetie?" tanyanya sambil mencium pipi kanan dan kiri Tita.

"Baik Sayang," jawab Tita sambil bergelayutan manja pada Edzhar, sebelum akhirnya baru teringat ada Halwa di sebelahnya.

"Eh iya, kenalkan ini sahabatku, Halwa... Halwa ini Edzhar, pacarku!" 

Pria itu beralih menatap Halwa lalu mengulurkan tangannya sambil memperkenalkan dirinya, "Edzhar."

Seketika otak Halwa terasa membeku, ia tidak dapat berkata-kata, rasa percaya dirinya seolah lenyap entah ke mana.

Ia mengerjapkan kedua matanya saat bahu Tita menyenggol bahunya, "Wa!" 

"Eh, iya. Aku Halwa," balas Halwa sambil menjabat tangan Edzhar, yang langsung mengirimkan gelenyar-gelenyar halus dari telapak tangannya ke seluruh tubuhnya.

"Apa kau hanya mengenalkan Edzhar saja pada wanita cantik itu?" celetuk temannya yang lain, dan Tita langsung memutar kedua bola matanya.

"Ok baiklah. Perkenalkan semuanya, wanita ini adalah sahabat baikku. Namanya Aira Halwatuzahra, kalian bisa panggil dia Halwa. Apa ada di antara kalian yang sedang tidak enak badan? Kalian bisa berkonsultasi gratis dengannya, mumpung surat izin prakteknya belum keluar!" seru Tita.

"Apaan sih, Ta." keluh Halwa sambil menyenggol kembali bahu Tita.

Sahabatnya itu hanya menyeringai lebar, lalu mulai memperkenalkan satu-persatu teman-temannya yang hadir.

"Yang di ujung bangku itu namanya Aaron, dan wanita di sebelahnya adalah sekretarisnya, Lea." 

Halwa melihat ke arah pria yang terlihat menyeramkan itu, tampan tapi terlalu dingin untuk selera Halwa, lalu mengikuti gerakan tangan Tita ke pria satunya lagi,

"Pria di sebelah Aaron namanya Ethan, dan wanitanya ... Astaga Than, kamu ganti pacar lagi?" tanya Tita dongkol, sementara Ethan hanya menyeringai lebar.

Tita kembali melanjutkan, "Pria di sebelah wanitanya Ethan bernama Levin dengan pacarnya Beth, dan yang duduk menyendiri di sebelah sana adalah Victor."

Tita mendekatkan wajahnya ke telinga Halwa, "Dia seorang introvert." lanjutnya.

"Bule semua? Apa kamu tidak punya teman warga lokal?" tanya Halwa dan Tita hanya mengangkat bahunya,

"Aku lebih suka bergaul dengan mereka. Kamu tahu? Mereka semua adalah pewaris dari perusahaan raksasa!"  jawab Tita.

"Hmmm.." hanya itu saja tanggapan Halwa, ia paling tidak suka kalau status dan kesuksesan seseorang dijadikan tolak ukur pertemanan.

"Ayo duduk, Sweetie. Aku punya kejutan untukmu!" seru Edzhar sambil merangkul pinggang Tita dan membawanya ke sofa kosong di lingkaran mereka itu, hanya tersisa satu sofa di sebelah Victor.

Setelah mendesah pelan, Halwa bergegas dan duduk di sofa itu.

"Bunga paling indah," gumam Victor, lebih ke dirinya sendiri, tapi Halwa dapat mendengarnya.

"Apa?" tanya Halwa.

Victor mengalihkan perhatiannya dari gelas yang sedang ia pegang ke Halwa,

"Namamu itu, Halwatuzahra. Yang berarti bunga paling indah." jawabnya, lalu menyesap kembali minumannya.

"Ya, kamu benar," sahut Halwa sambil menyeringai lebar.

Lalu Halwa kembali melihat ke arah pria itu, Edzhar. Yang sudah menjadi pusat perhatiannya sejak pertama kali melihatnya, yang kini sedang memadu kasih dengan Tita, dan yaa ia merasa cemburu. Untuk pertama kalinya dalam pertemanannya, ia cemburu pada sahabatnya itu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jerat Ambisi Penguasa Kejam   Bonchap

    Pesta pernikahan itu di adakan di sebuah hotel bintang lima milik keluarga Covaz, yang kini berada langsung di bawah pengawasan Victorino yang mengelolanya dengan sangat baik. Tidak seperti pernikahan mereka sebelumnya, kali ini pesta pernikahan mereka di adakan secara besar-besaran, dengan semua media baik cetak, online maupun elektronik diundang untuk meliput pernikahan putra kedua dari salah satu bangsawan tertua di negara itu. Sekaligus memperkenalkan putra kedua yang selama ini disembunyikan identitasnya demi keamanannya itu kepada khalayak ramai. Juga mengumumkan kalau Victor kini akan ikut andil dalam bisnis keluarganya bersama dengan kakaknya, Victorino Duque de Neville. Pesta itu dihadiri berbagai macam kalangan, dari mulai pengusaha besar, artis dan model papan atas, hingga para pejabat tinggi yang tidak mau membuang kesempatan langka mereka untuk bertemu langsung dengan penerus ke

  • Jerat Ambisi Penguasa Kejam   Ending

    "Apa kamu senang, Sayang?' tanya Victor pada Lilian yang masih terus mengagumi dekorasi rofftop malam itu. "Aku jadi ingin membuat rooftop seperti ini, Vic. Kita bisa berbincang-bincang sambil menatap langit malam penuh bintang!" Lilian terlihat sumringah, dan sudah pasti Victor akan mengabulkan keinginan wanikta pujaan hatinya itu. Ia merapatkan dirinya pada Lilian saat berbisik, "Kita bisa main juga di rooftop itu, ya kan? Di tempat gterbuka seperti itu pasti rasanya akan jauh lebih nikmat lagi, karena adrenalin yang terpacu akan lebih besar." Lilian menjauhkan dirinya untuk menatap galak Victor, atau awalnya ia ingin menegur suaminya itu. Tapi alih-alih menegur Lilian malah terkikik geli karenanya, "Vic, kamu kenapa jadi seperti ini sih?" tanyanya. "Kamu tidak suka? Kamu lebih suka aku yang dulu? Aku yang mengacuhkan dan mengabaikanmu?"

  • Jerat Ambisi Penguasa Kejam   Halwa Cemburu

    Kalau pemandangan pagi hari yang disuguhkan dari rooftop hotel mereka adalah beraneka warna balon udara yang menghiasi langit, malam harinya rooftop itu menyuguhkan landscape Cappadocia yang diterangi dengan bermacam cahaya lampu dari rumah-rumah penduduk, hotel dan fasilitas umum lainnya. Mungkin jika di tempat lainnya cahaya lampu akan terlihat biasa, tapi tidak di Cappadocia yang terlihat seperti sebuah batu yang menyala karena cahaya lampu yang terpantul pada dinding-dinding yang terbuat dari batu itu. Dan entah karena setiap malam desain rooftop selalu berubah atau hanya khusus untuk malam ini saja, karena rooftop itu kini di desain dengan begitu indahnya layaknya desain sebuah pesta pernikahan, dengan banyaknya buket bunga dan taburan kelopak mawar merah di lantainya. "Apa kita salah masuk, Vic? Mungkinkah seseorang akan mengadakan pesta di sini?" tanya Lilian yang masih terus bergandengan tangan den

  • Jerat Ambisi Penguasa Kejam   Aku Maunya Kamu

    Meski balon udara yang mereka naiki berhenti lumayan jauh dari titik perhentian yang sang pilot rencanakan karena arah angin berubah, mereka tetap besyukur karena balon yang mereka naiki itu mendarat dengan aman. Karena menurut yang pernah Victor dengar ada balon udara yang salah landing di perkebunan seseorang hingga harus menabrak beberapa pohon, entah karena sang pilot yang kurang cakap dalam mengendalikannya, atau arah angin yang membawa balon udara itu ke arah pohon. Meski keranjang balon udara itu terlihat kokoh dan tidak akan menyebabkan masalah serius jika menabrak pohon, tapi Victor tetap waspada, dan yang pasti, Victor tidak pernah sekalipun melepas Lilian sampai balon udara yang mereka naiki itu berhasil mendarat dengan sempurna, meski beberapa kali istrinya itu berontak ingin melepaskan diri dari pelukannya. "Kamu terlalu protektif!" sungut Lilian smabil memberengut kesal. "Itu karena aku sangat mengkhawatirkanm

  • Jerat Ambisi Penguasa Kejam   Cappadocia

    Meski lokasinya lumayan jauh dari Istanbul, tapi landscape yang dipenuhi dengan perbukitan uniik di sepanjang mata memandang, membuat Halwa dan Lilian tak henti-hentinya berdecak kagum. Awalnya suami-suami mereka ingin mereka naik balon udara yang berbeda, tapi Halwa dan Lilian menolaknya. Mereka ingin menikmati keeksotisan Cappadocia itu bersama-sama, membuat Edzhar dan Victor memberengut kesal karenanya. Bagaimanapun juga, jika mereka naik di balon yang sama, tidak akan ada privasi untuk mereka. Sementara Edzhar dan Victor berniat mencium istri mereka saat balon udara itu telah mencapai ketinggian. "Aku tahu yang apa yang menyebabkan kerutan dalam di keningmu itu," bisik Victor sambil melihat Lilian dan Halwa yang masih asik menikmati pucuk-pucuk pilar batu raksasa yang terlihat mempesona. JIka dilihat dari ketinggian ini, bentuknya menyerupai kerucut, persis sekali dengan rum

  • Jerat Ambisi Penguasa Kejam   Kehilangan Kendali Diri

    "Selain pintar menghindar, sekarang kamu sudah mulai pintar mengalihkan pembicaraan juga yaa ... " kekeh Edzhar saat melepaskan c1uman mereka. Halwa membuka satu-persatu kancing kemeja Edzhar, "Aku belajar banyak darimu, Ed," akunya sambil menjatuhkan kemeja suaminya itu ke lantai. "Aku masih merindukanmu ... Dan aku hanya mau kita berdua saja sekarang di kamar ini, well mungkin dengan calon anak kita juga, karena kita belum bisa membujuknhya untuk bermain di luar," lanjutnya. Halwa memekik pelan saat tiba-tiba Edzhar membopongnya, "Aku mau mulai permainan itu sekarang!" serunya. "Iya, tapi turunkan aku dulu, aku bisa jalan sendiri, Ed." "Kamu harus menghemat tenagamu untuk berjaga-jaga kalau rasa mual itu kembali lagi. Jadi biar aku isi lagi tenagamu itu dulu!" elak Edzhar. "Ak

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status