"Kau pilih sekarang! Mau kedua anak buah saya melakukannya juga denganmu? Atau saya akan menjebloskanmu ke dalam penjara?" Suara Edzhar sama dinginnya dengan raut wajah pria yang sangat berkuasa itu. "Aku lebih baik membusuk di penjara, daripada harus menyerahkan tubuhku!" Tidak cukup merenggut paksa kehormatan Halwa, Edzhar juga akan menjebloskan Halwa ke dalam penjara. Hanya karena selama ini Halwa mencintai Edzhar dalam diam, pria itu mengira Halwa yang menjadi dalang pembunuhan Tita, kekasihnya. Banyaknya kesalahpahaman di antara mereka, bisakah cinta Halwa meruntuhkan ambisi Edzhar untuk menghancurkannya? Atau justru disaat Edzhar mulai menyadari perasaan dan kesalahannya, ambisi Edzhar telah lebih dulu memusnahkan cinta Halwa padanya, dan beralih pada pria lain?
View MoreHalwa berdiri di haluan kapal pesiar milik Edzhar, pria itu memintanya untuk datang dan turut serta mencari Tita, tangan Halwa memegang erat tepian kapal hingga buku jarinya memutih, sementara pandangan Halwa terus terarahkan ke air laut di bawahnya, berharap salah satu penyelam menemukan tubuh Tita. .
Tim penyelamat sudah berkali-kali menyelam secara bergantian, tapi hasilnya nihil, Tita belum juga di temukan. "Tita ... Jangan becanda ini tidak lucu. Kamu di mana?" bisik Halwa lirih. "Apa kau senang Tita tidak dapat di temukan?" tanya Edzhar dengan suara dingin, yang tiba-tiba saja sudah berada di sampingnya saat ini. Halwa mengalihkan perhatiannya ke Edzhar, "Apa maksudmu?" tanyanya. "Kau yang menjebaknya, ya kan? Kau yang mengirim Tita ke para begundal itu!" tukas Edzhar. "Menjebak apa? Begundal apa? Tolong kamu jelaskan padaku Ed, kenapa Tita bisa bunuh diri? Kamu apakan dia?" cecar Halwa. "Seharusnya saya yang bertanya, kenapa kamu bisa sejahat itu dengan Tita?" "Aku tidak mengerti, Ed! Aku sungguh-sungguh tidak mengerti apa maksudmu itu, jadi tolong jelaskan padaku ... " Edzhar menatap sinis Halwa, "Oohh, jadi kau mau melihat hasil kejahatanmu itu? Yas bawa ke sini rekamannya! Dan perlihatkan padanya!" Dengan sigap Yas menyerahkan tabletnya ke Halwa, dan Halwa mulai memutar rekaman CCTV itu. Napasnya langsung tercekat saat melihat beberapa pria sedang mengerubungi Tita, sementara salah satu dari mereka memperkosanya. Lalu rekaman beralih ke rekaman lainnya, terlihat Tita berlari lalu menceburkan dirinya ke laut. "Ya Tuhan!" pekik Halwa sambil menangkup mulutnya, air mata kini mengalir deras di pipinya, melihat nasib tragis sahabat baiknya itu, ia langsung menyerahkan kembali tablet itu ke Yas, sebelum balik badan dan melihat ke perairan di bawahnya, "Titaaa!" teriak Halwa sambil terisak. Halwa memekik keras saat Edzhar dengan kasar menarik tangannya, "Jangan berpura-pura sedih, saya muak melihatnya!" geramnya. Edzhar menarik Halwa ke dalam kabin utama kapal pesiar itu, dan mendorongnya masuk dengan kasar hingga Halwa jatuh terduduk. "Aawww!" jerit Halwa. Tidak berhenti sampai disitu, Edzhar berderap maju dan menarik Halwa hingga berdiri, lalu melemparnya ke atas tempat tidurnya, "Kau harus membayarnya! Kau harus membayar apa yang sudah kau lakukan padanya! Kau menyakitinya dan saya akan menyakitimu hingga kau akan merasa menyesal karena sudah dilahirkan ke dunia ini!" desis Edzhar sambil mengunci Halwa di bawahnya. "Ed, dengarkan dulu penjelasanku, bukan aku yang mengajak Tita ke tempat itu, tapi ... " "Simpan alibimu untuk dirimu sendiri! Tita sendiri yang menelepon saya kalau kau mengajaknya ke kapal pesiar itu!" potong Edzhar dengan nada tajam. "Demi Tuhan! Aku tidak pernah mengajak Tita ke kapal pesiar, Ed. Bahkan kapal pesiar yang manapun aku tidak tahu!" jelas Halwa sambil terus berontak di bawah kungkungan Edzhar, yang terlihat seperti kesetanan itu. Ya, Edzhar terus saja merasakan kesedihan yang teramat sangat dalam saat kekasihnya Tita, yang juga sahabat Halwa menyeburkan diri ke lautan lepas, setelah seorang pria memperkosanya di atas kapal pesiar itu, pria yang hingga kini masih belum diketahui identitasnya. Dan yang membuat Edzhar juga Halwa semakin sedih adalah, hingga saat ini belum juga ditemukan jenazah Tita, meski Edzhar sudah menurunkan ribuan orang untuk mencarinya di sekitar lokasi. Dan pada akhirnya, Edzhar melampiaskan semuanya pada Halwa. "Saya tahu selama ini kau memendam perasaan pada saya, ya kan? Berkali-kali Tita memberitahukan hal itu pada saya! Tita meminta saya untuk menerima cintamu, dan Tita bersedia meninggalkan saya demi kau! Kau dengar itu? Tita rela berkorban demi kau! Sementara apa yang kau lakukan untuknya? Kau berusaha menyingkirkannya supaya bisa mendapatkan saya! Itu kan tujuan kau menjebaknya?" tukas Edzhar. Napas Halwa tercekat saat mendengar tuduhan tak berdasar Edzhar itu, ia memang mencintai Edzhar, tapi tidak untuk merebutnya dari sahabatnya sendiri, apalagi harus menyingkirkan sahabat terbaiknya itu demi memdapatkan Edzhar. Tidak sekalipun terlintas di dalam benak Halwa untuk melakukan itu semua. "Ya Tuhan, Ed. Jahat sekali tuduhanmu itu, apa kamu pikir aku wanita seperti itu?" tanya Halwa lirih. "Ya! Dan kau harus membayarnya sekarang!" Jawab Edzhar sambil menahan kedua tangan Halwa di atas kepalanya, sementara tangan lainnya berusaha menanggalkan satu persatu pakaian Halwa. "Apa yang kamu lakukan, Ed? Lepaskan! Tolong lepaskan aku!" jerit Halwa sambil terus berontak, tapi apa daya tenaga Edzhar jauh lebih kuat darinya. Hingga terjadilah hal yang tidak seharusnya terjadi, Edzhar memaksakan dirinya pada area pribadi Halwa yang tidak pernah tersentuh itu. Pria itu mengabaikan pekik kesakitan Halwa, dan terus melakukan keinginannya itu, keinginan menyakiti Halwa seperti halnya Tita yang tersakiti pria lain. Halwa menggigit bibirnya sendiri, menahan rasa sakit yang teramat sangat, sementara air matanya tiada hentinya mengalir deras, membasahi pipi hingga meluncur turun ke bantal yang menopang kepalanya itu. Ya Tuhan, kenapa aku mendapat hukuman atas dosa yang tidak pernah aku lakukan? Halwa terus terisak dan merutuki dirinya sendiri, kenapa ia harus ikut Tita ke negara ini? Seandainya saja ia menolak, hal ini pasti tidak akan pernah terjadi. Edzhar menjatuhkan tubuhnya di atas Halwa saat pria itu mencapai pelepasannya, lalu langsung bangkit dan berdiri di sisi tempat tidur, matanya menatap tajam ke Halwa lalu turun ke bawahnya, ke noda merah yang mewarnai sprei berwarna putih itu. Bukti hilangnya mahkota Halwa, yang sudah ia jaga baik-baik selama hidupnya. "Bagaimana rasanya saat seseorang memperkosamu? Itulah yang di rasakan Tita saat itu! Berhentilah menangis! Baru saya yang melakukannya! Dan saya akan menyuruh kedua anak buah saya di luar sana untuk melakukannya juga padamu!" geram Edzhar sambil menaikkan resleting celananya. Halwa langsung terduduk sambil menarik selimut hingga ke batas dadanya, "Jangan, Ed. Kenapa kamu sejahat itu padaku? Jangan lakukan itu, please!" rintih Halwa tapi Edzhar tetap memberikan tatapan bengis padanya. "Kau pilih sekarang? Mau kedua pria itu melakukannya juga denganmu? Atau saya akan menjebloskanmu ke dalam penjara?" tanya Edzhar dengan wajah dingin dan tidak terbacanya itu. Halwa tertunduk lesu, tidak cukupkah Edzhar merusak masa depannya, dan sekarang meminta Halwa untuk memilih melakukan itu dengan kedua anak buah Edzhar, atau penjara. "Cepat pilih!" raung Edzhar membuat Halwa kembali tersentak kaget. Halwa mengarahkan pandangannya ke Edzhar, matanya bertemu mata dengan pria yang ia cintai itu, Halwa sama sekali tidak menyembunyikan kesedihannya di dalam tatapannya itu, ia sangat berharap pria itu mau mempercayainya. "Kamu begitu mempercayai, akulah penyebab hilangnya Tita, ya Kan?" tanya Halwa dengan suara parau. "Ya!" jawab Edzhar penuh keyakinan. Halwa menghela napas panjang sebelum menentukan pilihannya dan berkata dengan suara rendah, "Aku lebih baik membusuk di penjara, daripada harus menyerahkan tubuhku." "Hah! Baiklah kalau itu memang maumu! Membusuklah di penjara!" Seru Edzhar, lalu berteriak ke arah pintu, "Yas!" teriaknya. Tidak lama seseorang membuka pintu, lalu bergegas menghampiri Edzhar, Halwa langsung menggenggam erat selimutnya. "Ya, Tuan." "Jebloskan wanita itu ke dalam penjara! Dan pastikan dia bersenang-senang di dalamnya!" Perintah Edzhar sebelum beranjak keluar dari kamarnya. Punggung kaku Edzhar yang terakhir kali Halwa lihat, sebelum anak buahnya membawa Halwa ke dalam penjara. Kabut sunyi perlahan mulai merayap di hatinya, ia yang selama ini mencintai pria itu dalam diam, kini harus menanggung konsekuensinya. Ya, Halwa baru mulai menyadarinya sekarang, dosa yang sudah Halwa lakukan hanyalah mencintai pria yang menjadi kekasih sahabatnya itu, pria yang seharusnya terlarang untuknya. Ya, mungkin inilah hukuman yang diberikan Tuhan untuknya.."Poppa ... Aku punya dedek!" pekiknya dengan riang dan Victor mengangguk, ia pun menghapus air mata di sudut matanya. Ia dan juga sahabatnya yang lain, sama terharunya saat melihat pertemuan ayah dan anak itu yang mengharu biru. Edson kembali ,mengalihkan perhatiannya ke Edzhar, "Jadi kapan aku bisa ketemu sama dedek Vanessa?" tanyanya dengan nada tidak sabar. "Secepatnya ... " jawab Edzhar. Ia tidak bisa menjanjikan kapannya, karena ia juga belum tahu Halwa bersedia bertemu dengannya atau tidak. Tapi seandainya pun Halwa tidak mau bertemu dengannya, ia akan tetap mempertemukan Edson dengan saudarinya, meski putranya itu tidak mengetahui kalau Vanessa adalah adik kandungnya. Edzhar mengangkat dan menggendong Edson, lalu beralih menatap Victor, "Apa Halwa bersedia bicara denganku?" tanyanya. "Satu-satu, Ed. Membawa Edson padamu saja sudah membuatku d
Edson baru akan menghampiri Victor ketika Halwa menggendongnya, dan tanpa repot basa-basi lagi, ia langsung membawa putranya itu kembali masuk ke dalam Villa. "Aku akan bicara dengan Aira sebentar!" seru Victor lalu berdiri dan segera menyusul tunangannya itu. "Ay, tunggu Ay!" Halwa menghentikan langkahnya, ia memberikan tatapan dongkolnya pada Victor, "Kenapa pria itu masih berada di sini? Kenapa kamu bersikap baik padanya?" cecarnya. "Kalian di sini rupanya? Tamu-tamu sudah mencari kalian, ayo ke belakang lagi!" seru mama sambil menarik lengan Halwa. "Poppa ... " rengek Edson mengangkat kedua tangannya minta digendong Victor. "Berikan Edson padaku, kamu temani tamu-tamu saja terlebih dahulu yaa," bujuk Victor. "Sebentar, Ma. Ada yang ingin aku bicarakan pada Victor dulu," ujar Halwa sambil melepaskan lengannya dari genggaman mamanya itu. "Tapi tamu-tamu ... "
"Jadi insiden kapal pesiar itu sengaja direncanakan Tita untuk menjebak Aira?" tanya Victor setelah Edzhar selesai menceritakan semuanya.Tragedi itulah awal dari penderitaan Halwa. Ia lolos dari perangkap jahat Tita, tapi malah jatuh ke dalam jerat Edzhar. Victor yakin betul, saat mengetahui semua kebenaran itu, pasti Edzhar tersiksa oleh rasa bersalahnya.Bagaimana tidak? pria itu dengan kejam telah melakukan hal buruk pada Halwa, membuat Halwa tersiksa lahir dan batin, menjadikan dua bulan hidup wanita itu laksana berada di dalam neraka."Ya ... Kalian pasti menertawakan kebodohanku, ya kan? Tertawa dan hina saja aku, kalian tidak salah, aku memang terlalu mudah dibodohi wanita itu," desah Edzhar sambil menatap sendu satu-persatu sahabatnya itu."Tidak ada satupun dari kami yang akan menertawakanmu, Ed. Di banding orang lain, kami yang paling tahu betapa pandai dan cakapnya kau dalam hal apapun, ya kecuali dalam hal asmara. Kau pintar dengan se
"Halwa ... " panggil seseorang dari arah belakangnya, membuat langkah Halwa terhenti.Aroma yang pernah sangat Halwa kenali dulu menyeruak masuk memenuhi indra penciumannya, membuat Halwa seolah-olah Tersihir hingga punggungnya seketika itu juga membeku."Aku sangat merindukanmu," ujar Edzhar setelah sampai di samping Halwa."Edzhar ... " desah Halwa. Ia menatap penuh wajah yang tidak pernah ia lihat lagi selama tiga tahun ini, lalu hatinya kembali merasa sakit, hingga Halwa bergegas meninggalkannya.Halwa berpikir setelah bertahun-tahun terlewati, ia akan bisa menatap Edzhar tanpa merasakan kesakitannya yang dulu, dan menganggap pria itu layaknya sahabat Victor yang lainnya.Tapi ternyata ia salah ... Cukup melihat wajah itu satu kali, dan luka di hatinya langsung kembali terbuka lebar. Pria itu adalah sumber dari segala kesakitannya."Halwa tunggu!" cegah Edzhar sambil menahan lengannya."Lepas, Ed!" teriak Halwa samb
Pagi itu seperti biasa, selesai sarapan pagi Edzhar mengajak Vanessa main di halaman belakang. Membiarkan putrinya itu berlarian kesana-kemari mengejar kupu-kupu, sambil terus mengawasinya. Tidak lama kemudia terdengar notif pesan singkat di ponselnya, kedua matanya membulat saat membaca pesan singkat itu. 'Besok pagi Halwa dan Victor akan bertunangan di Paris. Tepatnya di X Villa!' Edzhar segera menghubungi nomor asing itu, tapi tidak tersambung, sepertinya siapapun yang memberi informasi ini menggunakan nomor sekali pakai untuk menghubunginya. "Yas!" teriak Edzhar, lalu menatap suster Mia, "Kamu, jaga Vanessa sebentar!" serunya dan suster Mia mengangguk. "Ya, Tuan?" "Majukan jadwal ke Parisnya hari ini! Halwa dan Victor akan bertunangan besok!" perintahnya. "Bertunangan? Anda kata siapa, Tuan?" tanya Yas. Alih-alih menjawab, Yas malah menyerahkan p
Hari kedua mereka di Paris, Victor mengajak Halwa dan juga Edson ke Penthouse orang tuanya, yang terletak di kawasan The Champs-Elysees, yang juga dikenal sebagai The Most Beautiful Avenue of the World, jalan paling indah sedunia. Kawasan tempat kalangan jetset juga selebrity ternama dan kaum sosialita menghamburkan uang mereka di sana, dengan berbagai macam barang dari brand ternama yang berada di sepanjang jalan itu. Edson nampak tertidur di pundak Victor saat mereka memasuki Apartment dan menuju lift pribadi yang akan membawa mereka ke lantai teratas Apartment ini, dimana Penthouse orang tua Victor berada. "Aku gugup, Vic!" aku Halwa, tangannya yang sudah mulai keluar keringat dingin, saling bertautan dengan telapak tangan Victor. "Sstt, santai saja. Seperti yang sudah pernah aku bilang padamu, mereka tidak akan mencampuri urusan pribadiku. Lagipula siapa yang akan menolak mendapatkan wanita secantik dan secerdas dirimu
Halwa menatap nanar Edson yang tengah jongkok di depan makam saudari kembarnya, Vanessa. Jemari mungil anak itu menyentuh batu nisan bertuliskan nama saudarinya itu.Ia sengaja mengajak Edson ke makam Vanessa hari ini, karena besok mereka akan berangkat ke Paris, acara lamaran akan dilangsungkan di sana, karena kedua orang tua Victor sedang berada di sana."Kenapa dedek meninggal?" tanya Edson.Sebenarnya itu pertanyaan yang selalu diulang Edson tiap kali Halwa mengajaknya ke makam Vanessa. Meski begitu Halwa tetap menjawabnya.Halwa ikut jongkok di samping Edson, lengannya merangkul bahu kecil putranya itu,"Amma melahirkan kalian secara prematur, dan dedek Vanes tidak bisa bertahan lama," jawabnya dengan suara parau.Halwa seolah-olah kembali ke saat paling menyakitkan di dalam hidupnya itu, saat melihat tubuh mung1l putrinya yang sudah tidak bernyawa, belum lagi suara tangisannya yang hingga kini masih terus hadir di dalam mim
"Maaf aku terlambat!" seru Halwa sambil melepas jas panjangnya dan menggantungnya."Amma!" pekik girang Edson sambil menghambur ke arah Halwa, dan Halwa langsung menggendongnya,Hari ini adalah perayaan ulang tahun putranya itu yang ketiga tahun, hanya perayaan kecil-kecilan yang dihadiri keluarganya dan juga Victor."Euh, baru ditinggal beberapa jam saja, anak Amma sudah seberat ini yaa," godanya lalu menc1umi pipi Edson, "Poppa ajak aku makan banyak!" seru Edson sambil menunjuk ke arah Victor.Sambil tersenyum manis, pria itu menghampiri mereka, "IGD rame hari ini, Sayang?" tanyanya lembut sambil mencium pipi kiri dan kanan Halwa."Ya, seperti biasanya," jawab Halwa. Ia segera menurunkan Edson saat putranya itu memberontak minta turun untuk menghampiri Oma dan Opanya yang memanggilnya."Kamu terlalu memanjakannya, Vic," ujar Halwa sambil tersenyum melihat putranya itu yang sudah menjauh."Bukan memanjakannya
Kamu benar tidak apa-apa, Lilian?" tanya Halwa."Ya, aku hanya kaget saja tadi," jawab Lilian sambil memeluk dirinya sendiri,"Apa kita akan langsung ke penginapan saat masih basah kuyup seperti ini?" tanyanya.Lilian melihat secara bergantian ke arah Victor dan Halwa, mereka benar-benar terlihat seperti tikus got."Kalau kalian masih mau berdiri saja sambil menunggu festival itu selesai tidak apa-apa. Tapi aku mau kembali ke penginapan, sepertinya Edson nangis," jawab Halwa sambil menunjuk balkon tempat suster Mia menggendong Edson."Kalau begitu kita kembali ke penginapan saja," ujar Victor sambil jalan mendahului Halwa dan Lilian."Tingkahnya seperti dia daddynya Edson saja," kekeh Lilian."Victor memnag dekat dengan Edson sejak bayi, kamu jangan salah paham ya," jelas Halwa, mereka jalan beriringan ke arah penginapan."Apa yang membuatku salah paham? Kami cuma berteman saja, Aira. Tidak lebih."Halw
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments