Victor terjaga dari tidurnya saat terdengar ketukan di pintu kamarnya, ia melihat pakaian yang masih sama dengan yang ia kenakan siang tadi, rupanya ia langsung tertidur saat berniat hanya merebahkan badannya saja,
"Tuan, makan malam sudah siap!" seru Max dari balik pintu. "Ya, Max. Masuklah dan bantu saya membereskan semua ini!" Tanpa diperintah dua kali, Max membuka pintu kamar Victor, ia menutupnya terlebih dulu sebelum melangkah mendekati Tuannya itu, "Apa yang bisa saya bantu, Tuan?" tanyanya. Victor menunjuk ke arah kopernya, "Tolong keluarkan barang-barang saya dari dalam sana, dan susun di lemari itu. Saya mau meninggalkan barang itu di sini," jawab Victor. Max mengerutkan keningnya saat membuka koper itu. Alih-alih baju, yang terdapat di dalamnya adalah barang-barang Victor pemberian dari Rino dulu. Max tahu, betapa bernilainya barang itu dengan kenangan yang tidak bisa Victor lupakanVictor membaringkan Lilian di atas tempat tidur, dan wanita itu mengalungkan lengannya di lehernya, "Jangan pergi, please ... " pintanya dan Victor tidak kuasa menolaknya. Sama halnya dengan ia tidak dapat menolak lagi keinginan kuatnya untuk menyentuh wanita itu. JIwa primitifnya mendorongnya untuk menanggalkan semua pakaiannya hingga tidak ada yang tersisa satu benangpun, lalu ia melakukan hal yang sama pada Lilian, dan wanita itu membiarkannya saja. Pinggul wanita itu terus di naikkan, seolah meminta Victor untuk menyentuhnya di sana. Dan Lilian mengerang pelan saat Victor memainkan jemarinya di kelembabannya itu, di area paling pribadinya itu. Kedua telapak tangan Lilian yang menyatu di belakang leher Victor, menariknya hingga wajah mereka mendekat, lalu mengangkat kepalanya untuk melumat bibir Victor, dan dengan senang hati VIctor membalas lumatan itu dengan sama liarnya.
Hari sudah beranjak malam dan Edzhar masih terus asik di depan laptopnya, ia sedang membahas masalah Victor bersama dengan para sahabatnya, yang kini tidak bisa dihubungi kembali. Sesekali matanya melirik istrinya yang tengah asik membaca buku kedokterannya sambil tengkurap di atas tempat tidur dengan kedua kaki terlipat ke atas. Meski saat ini Halwa tengah cuti, istrinya itu tidak pernah berhenti untuk mempelajarinya. "Bagaimana dengan Lilian? Coba hubungi dia saja mungkin wanita itu tahu dimana Victor berada saat ini!" saran Levin. "Dan membuat Rino yang menyeramkan itu marah? Tidak, terima kasih!" sungut Ethan. "Ya, kita tidak bisa menghubungi lilian begitu saja. Tidak menutup kemungkinan Rino akan marah jika kita mengganggu istrinya. Sebaiknya cari cara lain saja!" timpal Aaron. "Bagaimana dengan Max? Apa asisten pribadinya itu juga tidak bisa dihubungi?" tanya Edzhar.
Plak! Tamparan keras mendarat di pipi Victor hingga telinganya berdengung dan darah segar keluar dari sudut bibirnya yang sobek. "Rino!" pekikan dari tiga orang berbeda dalam waktu yang bersamaan. "Apa kau dendam padaku karena telah merebut semuanya darimu? Dan sekarang kau membalasnya dengan mencoba merebut istriku?" tanya Rino dengan suara dingin, "Kalau ya kenapa?" tantang Victor, Rino langsung mencengkram leher kemejanya dengan erat, "Rino, tahan dirimu!!" pekik mommy Rycca sebelum beralih menatap LIlian, "Ada apa ini, Lilian?" tanyanya. Lilian melangkah maju, memutuskan untuk membela Victor termasuk juga membela dirinya sendiri. Meski dengan tubuh yang gemetar ketakutan, ia berdiri di samping Victor, berniat memberikan penjelasan pada suaminya yang terlihat semakin menyeramkan itu, "Rino ... Semua karena aromatherapy yang kamu pasang itu. Victor semalam mengan
"Dios mío! Anda meniduri kakak ipar anda sendiri!" seru Max dengan kedua netranya yang membola. Victor mengacak rambutnya dengan frustasi, nyaris satu jam pria itu seperti itu, atau jalan hilir-mudik sambil sesekali mengumpat kasar. "Cepat cari keberadaan Rino sekarang juga!" perintahnya sambil melangkah kembali ke arah pintu, "Anda mau kemana, Tuan?" tanya Max, "Bicara empat mata dengan kakak iparku!" jawabnya sambil menutup pintu kamarnya dengan kencang sebelum membuka kamar Rino. Ia tidak menemukan Lilian di sana, yang berarti wanita itu masih berada di dalam kamar mandi. Victor melangkahkan kakinya melewati ruang ganti menuju kamar mandi, masih terdengar bunyi air dari dalamnya dan ia mulai mengetuk pintu itu. Entah sudah berapa kali ia mengetuk tapi tidak juga ada jawaban dari Lilian, hingga kali ini Victor menggedornya dengan cukup keras,
Lilian masih terus terpaku di bawah kucuran air shower yang terus membasahi tubuhnya. Sesekali isakannya kembali kencang saat teringat akan ancaman Rino kalau Lilian tidak mematuhinya, keluarga dan perusahaan papanya yang akan mendapatkan konsekuensinya. Kalau tidak mematuhinya saja hukumannya sudah sedemikian berat, bagaimana jika Rino tahu kalau Lilian telah berhubungan intim dengan Victor? Meski bukan atas kemauan Lilian, tapi apa Rino akan peduli? Pria itu terlalu jahat dan tidak berperasaan. Lilian sangat ketakutan, ia benar-benar takut kalau Rino akan membalasnya dengan sangat kejam. Kalau pada keluarganya sendiri saja Rino bisa sekejam itu, bagaimana dengan Lilian yang tidak ada hubungan darah dengannya? "Kenapa kamu melakukan itu padaku, Vic? Kenapa?!!" isaknya pilu sambil jongkok dan memeluk kedua lututnya, sementara punggungnya bergetar hebat karena tangisannya. Lilian terus
Lilian terbangun dengan rasa sakit yang teramat sangat di bagian pribadinya, serta seluruh tubuhnya yang terasa pegal, seolah ia baru saja melakukan pekerjaan fisik yang berat, yang menguras seluruh tenaganya. Lilian merenggangkan tangannya untuk mengurangi rasa pegal itu, dan langsung terhenti saat telapak tangannya menyentuh sesuatu yang keras, punggung seseorang yang membuatnya seketika itu juga terduduk, 'Apakah itu Rino?' tanyanya dalam hati tanpa berani mengalihkan matanya ke sosok pria yang tengah tidur tengkurap itu. Ia mengerang pelan saat melihat dirinya yang tanpa sehelai benangpun, dan segera menutupi bagian depan tubuhnya itu dengan selimut yang menumpuk di kaki mereka. Dari rasa sakit yang Lilian rasakan saat ini, ia sangat yakin kalau ia dan Rino telah melewati malam pertama mereka. Tapi kenapa ia tidak bisa mengingat jelas prosesnya? Seharusnya ia merasa senang seperti layaknya pasangan pengantin baru lainnya, ya kan? Tapi alih-alih senang ia malah meneku