Hari sudah menjelang malam saat Edzhar masih tetap duduk di samping box bayi Vanessa. Setelah satu minggu lebih di rawat di ruang NICU, putrinya itu sudah berhasil melewati masa kritisnya, dan kini sudah pindah ke ruang rawat inap VVIP.Ia masih enggan pulang, selama hampir dua minggu ini ia selalu bermalam di rumah sakit, tidak mau ketinggalan perkembangan putrinya itu sedikitpun. Edzhar mulai bisa bernapas lega saat Vanessa sudah bisa bernapas sendiri tanpa bantuan ventilator lagi, dan Vanessa sudah boleh menyusu lewat botol susunya lagi, yang kini sedang Edzhar pegangi saat putrinya itu menyedotnya dengan penuh semangat setelah satu minggu puasa."Minumlah, My Princess. Supaya kamu lekas pulih," gumamnya sambil tersenyum lembut.Setelah susu itu habis, dengan pelan ia mengangkat putrinya dan meletakkannya di bahunya sambil menepuk-nepuk punggungnya untuk membuatnya sendawa."Biar saya saja, Tuan!" seru suster Mia, tapi Edzhar menolaknya. Ia belum mau menyerahkan putrinya itu pada
Satu tahun kemudian ...Pada akhirnya, Halwa tidak jadi ikut Azalea ke Paris. Ia lebih memilih tinggal di Spanyol, tepatnya di Barcelona, di salah satu apartment yang terletak tidak jauh dari kampusnya. Banyak mahasiswa asal Indonesia yang menempati unit apartment itu, yang sering terlihat membaca buku atau sedang fokus pada layar laptopnya di taman apartment, yang menjadi satu dengan taman bermain anak, membuat Halwa seolah tengah berada di negaranya sendiri.Dan pagi itu Halwa tengah mengajak jalan Edson yang baru mulai belajar melangkah, saat Dian, seorang mahasiswi yang akan berangkat ke kampus menegurnya,"Kak Aira tidak ke kampus hari ini?" tanyanya lalu jongkok untuk mencubit gemas pipi Edson."Nanti siangan, Dian. Tumben kamu ke kampus sendiri, di mana Susan?""Tidak ada kelas dia, jadi masih tidur. Aku berangkat dulu ya!" Dian mendaratkan kecupan ringannya di pipi Edson sebelum kembali melanjutkan langkahnya.
"Tidak, sudah tidak lagi. Sejak melihatmu dan Edson tadi pusingku langsung menguap pergi.""Aku serius, Vic.""Aku juga serius, Ay. Kalian berdua yang menjadi obat untukku.""Apa yang ingin kamu bicarakan padaku, Vic?" tanya Halwa mengalihkan pembicaraan.Victor meraih sesuatu dikursi belakangnya, lalu menyerahkannya ke Halwa,"Apa ini?" tanya Halwa."Bukalah." perintahnya dan Halwa langsung membukanya, ia memeiki pelan saat melihat isi dari berkas itu,"Kami sudah resmi bercerai, Vic?" tanya Halwa dengan nada tidak percaya.Victor tersenyum lebar sebelum menjawab, "Iya ... "Tidak dapat menahan kegembiraannya, Halwa langsung memeluk Victor,"Terima kasih, Vic! Terima kasih," ucapnya penuh haru."Maaf butuh waktu lama untuk melegalkannya, dan aku langsung menuju ke sini setelah mendapat akta itu."Halwa melepas pelukannya, ia menghapus air mata tawa di sudut matanya. Setidakn
Apa kau sudah meminta anak buah kita untuk selalu mengikuti Victor?!" tanya Edzhar geram sambil menyimpulkan dasinya. Ia masih merasa kesal karena surat putusan cerai yang tiba-tiba ia terima itu, dan sengaja menandatanganinya hanya untuk bisa mengikuti Victor secara diam-diam. Saat ini Halwa pasti sedang bersama pria itu. "Sudah, Tuan. Saat ini Tuan Victor masih berada di Jakarta. Dia tidak pernah meninggalkan kota itu," jawab Yas. "Kalau begitu, besar kemungkinan Halwa juga berada di kota itu! Minta seseorang untuk periksa seluruh CCTV di sana!" perintahnya. "Sudah, Tuan. Tapi sejauh ini kami belum menemukan Nyonya Halwa. Tapi saya punya berita yang tidak kalah pentingnya, Tuan." "Berita apa? Cepat katakan saja!" seru Edzhar tidak sabar. "Anda meminta saya untuk mencari tahu apa penyebab tuntutan cerai itu dikabulkan pengadilan, dan saya sudah mendapatkannya. Semua karena anda telah menikahi
"Katanya kamu lebih pintar masak dari Halwa, kenapa memisahkan tomat yang bagus-bagus saja kamu lambat sekali!!" geram Anne Neya sambil menatap galak Tita.Mereka sedang membuat Salça, bumbu sejuta umatnya Turki. Anne Neya selalu tinggal di rumah putranya itu, sekaligus membantu merawat Vanessa yang terlihat lebih ringkih dibanding anak-anak lainnya.Dan selama itu pula ia selalu memberikan perintah pada Tita untuk mengerjakan apapun yang ia perintahkan. Tujuannya hanya satu, ia akan membuat wanita tidak tahu diri itu tidak betah dan pada akhirnya meninggalkan putranya.Sudah jelas Edzhar tidak mau lagi dengannya, tapi wanita itu dengan muka temboknya selalu saja berusaha membujuk Edzhar, dan merongrong putranya itu untuk segera menikahinya.Yang tentu saja Anne Neya juga akan berusaha keras untuk mencegah pernikahan itu terjadi, kalau-kalau pada akhirnya Edzhar menyerah juga. Karena bagi Anne Neya hanya Halwa sajalah menantu di rumah ini.
Tatapan Anne Neya teralih ke tablet yang tergeletak di lantai, ia bergegas mengambil tablet itu, Yas melangkah cepat untuk mencegahnya tapi sudah terlambat. Anne Neya sudah melihat foto-foto Halwa yang menyedihkan itu."Ada apa dengan Halwaku?" tanyanya histeris.Edzhar segera meraih Anne Neya dan memeluknya, "Tenangkan dirimu, Anne. Halwa sekarang baik-baik saja, dia bersama Victor sekarang," bujuk Edzhar."Bagaimana aku biksa tenang melihat menantuku seperti itu?""Sstt ... Aku mohon tenangkan dirimu dulu, Anne. Yas tolong bawa Anne ke kamar!""Baik, Tuan.""Aku tidak mau pergi sebelum kamu menjelaskan apa yang terjadi pada Halwaku!" tolak Anne keras kepala."Aku janji aku akan menjelaskan semuanya padamu, tapi tidak sekarang, karena ada yang ingin aku selesaikan terlebih dahulu pada Tita. Tunggu aku di kamar, yaa."Anne mengangguk setuju, ia melepaskan diri dari pelukan Edzhar lalu kembali melangkah
"Stop! Jangan cari Halwa lagi! Apa kamu masih punya muka untuk bertemu dengannya? Kamu telah mengusir dan menceraikannya, Ed! Kamu telah menyebabkan kedukaan yang begitu besar padanya! Apa kamu pikir Halwa masih mau bertemu denganmu lagi?"Edzhar mengeratkan pelukannya pada Annenya itu, isakan tangisnya semakin hebat. Hanya dengan Anne Neya saja ia bisa mencurahkan segala isi hatinya, menangis seperti seorang anak kecil yang tengah mengadu pada ibunya. Annenya yang selalu ada untuknya."Itulah yang sangat aku sesali saat ini, Enne. Ingin sekali aku menarik kembali kata-kata impulsifku itu! Kalau bisa aku bersedia menukar nyawaku dengan nyawa Vanessa!" isaknya."Ed, jaga bicaramu. Kamu satu-satunya putra yang Anne punya. Apa kamu tega meninggalkan Anne?" tanya Anne sambil memukuli punggung Edzhar."Aku hanya merasa gagal, Anne. Gagal menyelamatkan pernikahanku, dan gagal menjaga anak-anakku! Aku tidak dapat membayangkan bagaimana perasaan Halwa saa
Halwa memutar bahu kanan dan kirinya secara bergantian untuk merenggangkan otot-ototnya, dan saat ia tengah merenggangkan lehernya, seseorang mengulurkan minuman dingin dari arah belakangnya, membuat Halwa seketika itu juga balik badab ke arah orang itu,"Victor ... ""Ambillah, kamu pasti lelah," ujarnya sambil tersenyum lembut.Halwa mengulurkan tangannya untuk mengambil minuman itu, "Apa kamu sudah lama menunggu?" tanyanya. Ia telah terbiasa dijemput Victor setelah jam tugasnya selesai."Euummm lumayan lama hingga aku bisa melihat kelihaianmu dalam menangani lonjakan pasien tadi," jawabnya sambil menyusuri jas snelli halwa yang terdapat banyak noda darah.Halwa melihat sekilas jas kebesarannya sebelum kedua bahunya terkulai lemah, ada kecelakaan yang membuat sebagian korban dilarikan ke rumah sakitnya. Untungnya tidak ada yang meninggal."Ya, hari yang melelahkan ... " desahnya sebelum menenggak minuman itu."Masih ja
Edzhar menahan pintu kamar tempat Vanessa tertidur, dengan plester kompres demam yang menempel pada keningnya. Dengan langkah pelan dan kedua mata yang sudah dibanjiri air matanya itu, Halwa mendekati putrinya yang entah kenapa terlihat rapuh itu,"Vanessa ... " gumamnya lirih.Halwa nangis sesengukan sambil berlutut di samping tempat tidur Vanessa, tangannya yang gemetar meraih tangan mungil putrinya itu, yang terlihat jauh lebih kecil dari tangan putranya, Edson."Vanessa, putriku ... " desahnya sambil menciumi punggung tangan putrinya itu yang masih terasa hangat.Ia menempelkannya di pipinya, merasakan hawa panas yang mengalir dari telapak tangan Vanessa ke pipinya. Sementara tangan lainnya membelai lembut rambut putrinya itu.Tadi di sepanjang jalan Halwa sudah menyiapkan dirinya untuk tidak nangis, untuk terus terlihat kuat saat bertemu dengan putrinya nanti. Karena seorang anak bisa merasakan juga kesedihan ibunya, terutama anak ba
"Membicarakan apa? Menjelaskan apa?" tanya Halwa bingung."Vanessamu dan Edzhar masih hidup, Ay ... "Halwa mengerutkan keningny, ia merasa sangat bingung, luar biasa bingung. Ia menatap penuh mata tunangannya itu,"Vic, jangan becanda ini tidak lucu!" keluhnya.Meski bibirnya mengeluarkan keluhan itu, jantungnya mulai berdebar dengan sangat cepat selama ia menunggu balasan dari tunangannya itu."Apa aku terlihat tengah becanda, Ay? Apa aku pernah becanda jika menyangkut orang yang aku kasihi? Yang kamu sayangi?" tanya Victor dengan nada lembut, tidak sedikitpun ia marah dengan kecurigaan Halwa padanya.Halwa menggelengkan kepalanya, ia munduru beberapa langkah ke belakangnya,"Itu tidak mungkin ... Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri vanessaku itu sudah tidak bernapas, Vic!" sangkalnya, ia menangkup mulutnya dengan kedua mata yang membola,"Itu tidak mungkin ... " lanjutnya, air mata mulai membasahi kedua
"Poppa ... Aku punya dedek!" pekiknya dengan riang dan Victor mengangguk, ia pun menghapus air mata di sudut matanya. Ia dan juga sahabatnya yang lain, sama terharunya saat melihat pertemuan ayah dan anak itu yang mengharu biru. Edson kembali ,mengalihkan perhatiannya ke Edzhar, "Jadi kapan aku bisa ketemu sama dedek Vanessa?" tanyanya dengan nada tidak sabar. "Secepatnya ... " jawab Edzhar. Ia tidak bisa menjanjikan kapannya, karena ia juga belum tahu Halwa bersedia bertemu dengannya atau tidak. Tapi seandainya pun Halwa tidak mau bertemu dengannya, ia akan tetap mempertemukan Edson dengan saudarinya, meski putranya itu tidak mengetahui kalau Vanessa adalah adik kandungnya. Edzhar mengangkat dan menggendong Edson, lalu beralih menatap Victor, "Apa Halwa bersedia bicara denganku?" tanyanya. "Satu-satu, Ed. Membawa Edson padamu saja sudah membuatku d
Edson baru akan menghampiri Victor ketika Halwa menggendongnya, dan tanpa repot basa-basi lagi, ia langsung membawa putranya itu kembali masuk ke dalam Villa. "Aku akan bicara dengan Aira sebentar!" seru Victor lalu berdiri dan segera menyusul tunangannya itu. "Ay, tunggu Ay!" Halwa menghentikan langkahnya, ia memberikan tatapan dongkolnya pada Victor, "Kenapa pria itu masih berada di sini? Kenapa kamu bersikap baik padanya?" cecarnya. "Kalian di sini rupanya? Tamu-tamu sudah mencari kalian, ayo ke belakang lagi!" seru mama sambil menarik lengan Halwa. "Poppa ... " rengek Edson mengangkat kedua tangannya minta digendong Victor. "Berikan Edson padaku, kamu temani tamu-tamu saja terlebih dahulu yaa," bujuk Victor. "Sebentar, Ma. Ada yang ingin aku bicarakan pada Victor dulu," ujar Halwa sambil melepaskan lengannya dari genggaman mamanya itu. "Tapi tamu-tamu ... "
"Jadi insiden kapal pesiar itu sengaja direncanakan Tita untuk menjebak Aira?" tanya Victor setelah Edzhar selesai menceritakan semuanya.Tragedi itulah awal dari penderitaan Halwa. Ia lolos dari perangkap jahat Tita, tapi malah jatuh ke dalam jerat Edzhar. Victor yakin betul, saat mengetahui semua kebenaran itu, pasti Edzhar tersiksa oleh rasa bersalahnya.Bagaimana tidak? pria itu dengan kejam telah melakukan hal buruk pada Halwa, membuat Halwa tersiksa lahir dan batin, menjadikan dua bulan hidup wanita itu laksana berada di dalam neraka."Ya ... Kalian pasti menertawakan kebodohanku, ya kan? Tertawa dan hina saja aku, kalian tidak salah, aku memang terlalu mudah dibodohi wanita itu," desah Edzhar sambil menatap sendu satu-persatu sahabatnya itu."Tidak ada satupun dari kami yang akan menertawakanmu, Ed. Di banding orang lain, kami yang paling tahu betapa pandai dan cakapnya kau dalam hal apapun, ya kecuali dalam hal asmara. Kau pintar dengan se
"Halwa ... " panggil seseorang dari arah belakangnya, membuat langkah Halwa terhenti.Aroma yang pernah sangat Halwa kenali dulu menyeruak masuk memenuhi indra penciumannya, membuat Halwa seolah-olah Tersihir hingga punggungnya seketika itu juga membeku."Aku sangat merindukanmu," ujar Edzhar setelah sampai di samping Halwa."Edzhar ... " desah Halwa. Ia menatap penuh wajah yang tidak pernah ia lihat lagi selama tiga tahun ini, lalu hatinya kembali merasa sakit, hingga Halwa bergegas meninggalkannya.Halwa berpikir setelah bertahun-tahun terlewati, ia akan bisa menatap Edzhar tanpa merasakan kesakitannya yang dulu, dan menganggap pria itu layaknya sahabat Victor yang lainnya.Tapi ternyata ia salah ... Cukup melihat wajah itu satu kali, dan luka di hatinya langsung kembali terbuka lebar. Pria itu adalah sumber dari segala kesakitannya."Halwa tunggu!" cegah Edzhar sambil menahan lengannya."Lepas, Ed!" teriak Halwa samb
Pagi itu seperti biasa, selesai sarapan pagi Edzhar mengajak Vanessa main di halaman belakang. Membiarkan putrinya itu berlarian kesana-kemari mengejar kupu-kupu, sambil terus mengawasinya. Tidak lama kemudia terdengar notif pesan singkat di ponselnya, kedua matanya membulat saat membaca pesan singkat itu. 'Besok pagi Halwa dan Victor akan bertunangan di Paris. Tepatnya di X Villa!' Edzhar segera menghubungi nomor asing itu, tapi tidak tersambung, sepertinya siapapun yang memberi informasi ini menggunakan nomor sekali pakai untuk menghubunginya. "Yas!" teriak Edzhar, lalu menatap suster Mia, "Kamu, jaga Vanessa sebentar!" serunya dan suster Mia mengangguk. "Ya, Tuan?" "Majukan jadwal ke Parisnya hari ini! Halwa dan Victor akan bertunangan besok!" perintahnya. "Bertunangan? Anda kata siapa, Tuan?" tanya Yas. Alih-alih menjawab, Yas malah menyerahkan p
Hari kedua mereka di Paris, Victor mengajak Halwa dan juga Edson ke Penthouse orang tuanya, yang terletak di kawasan The Champs-Elysees, yang juga dikenal sebagai The Most Beautiful Avenue of the World, jalan paling indah sedunia. Kawasan tempat kalangan jetset juga selebrity ternama dan kaum sosialita menghamburkan uang mereka di sana, dengan berbagai macam barang dari brand ternama yang berada di sepanjang jalan itu. Edson nampak tertidur di pundak Victor saat mereka memasuki Apartment dan menuju lift pribadi yang akan membawa mereka ke lantai teratas Apartment ini, dimana Penthouse orang tua Victor berada. "Aku gugup, Vic!" aku Halwa, tangannya yang sudah mulai keluar keringat dingin, saling bertautan dengan telapak tangan Victor. "Sstt, santai saja. Seperti yang sudah pernah aku bilang padamu, mereka tidak akan mencampuri urusan pribadiku. Lagipula siapa yang akan menolak mendapatkan wanita secantik dan secerdas dirimu
Halwa menatap nanar Edson yang tengah jongkok di depan makam saudari kembarnya, Vanessa. Jemari mungil anak itu menyentuh batu nisan bertuliskan nama saudarinya itu.Ia sengaja mengajak Edson ke makam Vanessa hari ini, karena besok mereka akan berangkat ke Paris, acara lamaran akan dilangsungkan di sana, karena kedua orang tua Victor sedang berada di sana."Kenapa dedek meninggal?" tanya Edson.Sebenarnya itu pertanyaan yang selalu diulang Edson tiap kali Halwa mengajaknya ke makam Vanessa. Meski begitu Halwa tetap menjawabnya.Halwa ikut jongkok di samping Edson, lengannya merangkul bahu kecil putranya itu,"Amma melahirkan kalian secara prematur, dan dedek Vanes tidak bisa bertahan lama," jawabnya dengan suara parau.Halwa seolah-olah kembali ke saat paling menyakitkan di dalam hidupnya itu, saat melihat tubuh mung1l putrinya yang sudah tidak bernyawa, belum lagi suara tangisannya yang hingga kini masih terus hadir di dalam mim