Share

Mulai Dari Nol

Author: Yoejalove23
last update Last Updated: 2023-05-08 12:37:01

"Karena keperawanan yang hilang bukan untuk ditangisi seperti sebuah duka yang tiada henti. Sesuatu yang dipastikan akan hilang jika pemiliknya melewati siklus kehidupan." Ucapan kedua Fia ada benarnya, tidak ada gunanya menangisi sesuatu yang tidak akan kembali.

“Oke, saya yakin pindah ke Malang. Tapi, dokumen saya bagaimana?” Pertanyaan  Zhia sebenarnya bukan masalah besar bagi Fia, ia  sudah terbiasa menghadapi hal  seperti ini berulang kali. Dengan berbagai macam karakter wanita.

“Tidak masalah, Nola sudah memberitahuku. Yang utama, kau sudah bulatkan keputusanmu. Tidak ada paksaan disini, aku sudah memberimu pilihan, bukan?” Fia menyeruput coffee latte nya hingga tandas.

“Baik, Bu. Saya tidak berubah pikiran, kok.” Zhia menjawab keraguan yang tersirat dari ucapan Fia.

“Oke, lebih cepat lebih baik. Jika kau siap, berangkatlah ke Malang siang ini juga. Nola akan menyiapkan tiketmu, bagaimana?”

“Mau, mau sekali. Bu, terima kasih,” kata Zhia berkaca-kaca.

“Sudah, perkara identitasmu kita pikirkan bersama. Malam ini, kita ketemu lagi di Malang.” Fia beranjak dari duduknya, memberi kode kepada Nola untuk mengurus keberangkatan Zhia.

“Baik, Bu. Zhia akan berangkat ke Malang dengan pesawat di jam terdekat, mungkin landing di Surabaya,” kata Nola memberi penjelasan kepada Fia.

“Lakukan apa saja yang seharusnya kau lakukan. Untuk Zhia, selamat bergabung denganku, semoga kau betah.” Fia meninggalkan keduanya, Nola secepat kilat duduk di depan Zhia meyakinkan diri akan keputusan yang diambil Zhia.

“Apa, gue udah yakin. Lo mau nanggung hidup gue kalau gue kagak kerja?” Belum sempat Nola berkata-kata, Zhia sudah lebih dulu memberondongnya dengan kata-kata penuh penekanan.

“Ya udah, Lo gue antar balik ke unit gue. Kita langsung ke bandara. Gimana?”

“Ayo, gue udah sesak lama-lama di Jakarta. Setiap sudut kota ini, membuatku seperti dicekik!” Zhia menghela nafasnya perlahan, beban berat di pundaknya semakin pelik karena semua tidak seindah rencananya. Secepatnya, Nola dan Zhia kembali ke unit. Beruntung, Zhia belum sempat membongkar pakaiannya di koper. Jadi, tidak banyak hal yang perlu ia lakukan. 

“Gue cuma antar Lo  sampai ke bandara, gakpapa?” Nola memberitahu Zhia jika tugasnya dari Fia sedang banyak. Apalagi menjelang akhir bulan, ia sering tidak tidur.

“Gakpapa, lagian Lo juga harus kerja. Makasih ya,” jawab Zhia  sambil merapikan koper dan tas travelnya.

“Kita nunggu di lounge, sekalian makan siang disana. Pesawat Lo ke Surabaya, jam empat sore ini. Pas banget waktunya, udah rejeki Lo disini. Jarang-jarang dikasih bagus, hotel juga. Malam ini, Lo langsung kerja. Kalau bisa, istirahat aja di pesawat, biar gak jetlag.”

“Iya, udahan neh. Capcus kita,” kata Zhia menggeret kopernya keluar kamar.

“Oke, selamat berjuang di tempat baru Zhia.” Nola membantu Zhia memasukkan kopernya ke dalam bagasi, lalu keduanya masuk ke dalam mobil. Perjalanan menuju bandara begitu mendebarkan, Zhia akan memulai kehidupan barunya di kota lain. Jauh dari keluarga dan orang-orang yang ia sayangi.

Keduanya sudah duduk di  salah satu lounge area bandara Soekarno Hatta. Menikmati makan siangnya untuk terakhir kali di  Jakarta, Zhia memandangi sekeliling tempat tersebut. “Gue bakalan kangen Jakarta, sayangnya gue gak bisa tinggal disini lagi. Setidaknya untuk saat ini, lebih baik gue menjauh.”

Panggilan untuk para penumpang tujuan Surabaya sudah menggema, Zhia berpamitan kepada Nola, teman baiknya itu ada di saat terberatnya. “Gue jalan dulu, pesan gue ingat baik-baik. Mau Mas Ega atau Ayahku sekalian, jangan beritahu aku dimana, please.” Zhia memeluk Nola berurai air mata. Akhirnya tumpah juga pertahanan Zhia. Nola menepuk-nepuk pelan punggungnya, memberi kekuatan agar Zhia tetap optimis menjalani hidupnya.

“Oke, hati-hati yah.” Nola melepas kepergian Zhia dengan perasaan yang tidak menentu. Bagaimana tidak, Ega sejak tadi banyak mengirim pesan singkat kepadanya, mempertanyakan keberadaan Zhia kepadanya. Setelah yakin Zhia tidak ada dalam pandangannya, ia mencari tempat duduk untuk membalas rentetan pesan singkat Ega kepadanya.

“Gue gak tahu dia dimana. Lagian pengantin baru kok udah rungsing kayak gini, ada apa?” Nola sudah berjanji kepada Zhia, ia pernah di posisi Zhia. Tidak diinginkan, tidak dianggap oleh orang yang seharusnya memberikan banyak cinta dan kasih sayang.

“Lo jangan bohongin gue, maps ponsel Zhia ada di tempat Lo dan ke arah bandara. Katakan Nola!” Dengan amarah yang membuncah, ia menyusul ke bandara.

“Gue gak tau, udah ya. Gue sibuk, banyak kerjaan!” Nola tidak kalah galak menjawab pesan singkat Ega yang bernada marah itu. “Memangnya dia siapa, main  kasih perintah orang. Kasih makan gue juga kagak!”

Satu hal yang disadari Nola, ponsel Zhia ternyata disadap oleh Ega. Buru-buru ia menghubungi Zhia untuk memberitahu. “Ada apa, Nola. Gue baru aja duduk,” jawab Zhia dengan tenang.

“Gawat! Laki Lo pasang gps di ponsel Lo, baiknya ganti ponsel Lo setelah sampai Surabaya, gue bakal minta bantuan Bu Fia untuk kasih Lo ponsel baru. Sekarang Lo matiin aja, yang jemput Lo udah standby di Juanda.”

“Oh, oke. Gue ganti nomor juga ya. Makasih, La.”

Zhia tidak peduli, walaupun seribu kali Ega meminta maaf kepadanya. Toh, ia sudah ditalak di depan keluarganya. “Memangnya kamu siapa, cintaku padamu sudah habis bersamaan dengan talak yang kau ucapkan, Mas.” Balasan pesan singkat Zhia kepada mantan suaminya.

“Zhia, Mas jemput, ya? Kita bicara baik-baik, sayang. Ayo pulanglah!” Pesan singkat tersebut diabaikan oleh Zhia, ia  mematikan ponselnya karena pesawat segera take-off.

“Bye, Jakarta. Bye Mas Ega, Ibu dan Ayah. Semoga kalian bahagia selalu.” Zhia memakai kacamata hitamnya setelah mengusap matanya yang basah.

Jalan apa yang akan dilalui Zhia, ia berharap Tuhan berbaik hati untuk tidak mempertemukannya  dengan Ega dan keluarganya, dimanapun ia berada. Sesampainya di Juanda, ia keluar dari pintu kedatangan dalam negeri dan melihat seorang pria dan wanita  memegang foto dan namanya. Ia yakin, keduanya adalah suruhan Fia.

“Selamat datang Nona,” sapa keduanya kepada Zhia.

“Terima kasih,” jawab Zhia malu-malu. Ia dibantu keduanya membawa koper dan tas travelnya, lalu menuju parkiran untuk menuju hotel.

“Kami antar ke hotell dulu, jam sembilan nanti ada yang jemput. Silahkan pakai kostum yang disiapkan Mami Fia,” kata wanita di sebelah Zhia.

“Kostum? Dimana aku dapat kostumnya?”

“Sudah disiapkan semuanya di hotel, kamu tinggal pakai. Ini identitas barumu, gunakan selama kau bekerja. Ingat, namamu Aya, mengerti?”

Zhia menerima KTP barunya, sebagai bekal identitasnya selama bekerja dengan Fia. “Oh, baik. Terima kasih,” jawab Zhia kepada wanita itu.

Zhia hanya diantar sampai ke lobby, setelah membantunya check-in, Zhia ditinggalkan oleh wanita itu. Zhia menatap kamar mewah yang disiapkan Fia untuknya. “Ayo Zhia, jangan setengah-setengah, apa itu cinta? Cinta gak bikin Lo kaya dan bahagia. Lihat, betapa sakitnya hati Lo hanya karena cinta buta Lo itu!”

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (8)
goodnovel comment avatar
Mbak Nana
sudah di talak kenapa minta balikan lagi ya enggak bisa to
goodnovel comment avatar
Windhy Attaya
Heiii egaaa kmu masih sadar kan? setealh apa yang kmu lakuin ke Zia dan mudahnya kamu minta balik ohw nooo
goodnovel comment avatar
Ismah Nurmillah Hayati
Yaelah Ega, udah lu ceraikan sekarang lu minta bicara baik-baik? Situ waras? Gak salah ngetik pesan begitu buat Zhia. Bener tuh kata Zhia, apa tuh cinta. Apalagi cinta buat lelaki kayak kamu yang dengan mudahnya menilai perempuan hanya dari sebuah darah perawan Lawak hidup mu bro ............
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Setelah Malam Pertama   Siapa Yang Miskin?

    Abdullah menolak mentah-mentah undangan dinner dari keluarga Ega. Undangan tersebut ia dapatkan dari sang istri yang menyambutnya pulang.“Gak usah dekat-dekat mereka, Bu. Masih bagus Zhia mau memperjuangkan perusahaan. Mereka tidak melakukan apapun dengan kondisi genting seperti itu, sangat mengecewakan!” Abdullah yang baru saja masuk ke dalam kamar sedang melepaskan kemeja yang ia kenakan.“Ya sudah, nanti saja kita bahas lagi. Ayah mandi dulu, ketemu kami di bawah makan malam sama Putri yah. Kita harus kasih dia perhatian juga,” ucap Mirna sambil menyerahkan handuk kering untuk suaminya.“Oke, aku mandi dulu.” Setelah Abdullah menutup pintu kamar mandinya, Mirna kembali ke dapur untuk merapikan menu makan malamnya. Melihat anak gadisnya yang duduk di ruang tengah, Mirna teringat Zhia. Bagaimana keadaan anak pertamanya itu.“Put, sini sayang. Makanan udah siap kok,” ucap wanita itu meminta anaknya duduk di meja makan.“Eh, Ibu. Ayah masih mandi ya?” Gadis berkacamata itu beranjak d

  • Setelah Malam Pertama   Cinta Pertama Wanitaku

    Abdullah kembali aktif di Gravity, perusahaan yang ia dirikan bersama dengan keluarganya itu kembali sehat berkat Zhia. Pria itu sedang memeriksa laporan keuangan selama ia tinggal berobat ke Singapore. “Banyak sekali pengeluaran yang tidak jelas, dan jumlahnya sangat besar! Ini ulah siapa, coba?” Abdullah uring-uringan di depan laptopnya. Begitu mendapatkan laporan keuangan terbaru, ia langsung mengeceknya.Salah satu saksi betapa gigihnya Zhia mempertahankan Gravity adalah sekretaris Abdullah. Pria itu masuk setelah mengetuk pintu ruangannya. “Ah, bagus kau datang, tolong kasih aku penjelasan sedetail mungkin tentang semua ini,” ucap Abdullah kepada pria berkacamata itu.“Begini, Pak. Yang utama, Bapak harus bangga dengan Zhia. Anak perempuan Bapak itu benar-benar cerdas dan tidak ada takut-takutnya untuk mempertahankan perusahaan ini. Dia yang meminta pertanggungjawaban Pak Ega dan Ayahnya untuk mengembalikan seluruh dana yang terpakai oleh mereka tanpa sepengetahuan Anda. Satu lag

  • Setelah Malam Pertama   Sudah Tak Lagi Sama

    Fia baru saja kembali dari perjalanan dinasnya. Kembali ke Surabaya, ia mendengar keributan yang disebabkan karena penolakan Zhia kepada salah satu anak pejabat. Apalagi, pria itu merupakan member VIP di Dvia. Siang ini, ia kembali berkomunikasi dengan Irwan untuk koordinasi mengenai Gravity. Setelah pembahasan mengenai pekerjaan, Irwan kembali menanyakan kabar Zhia kepada wanita itu."Sebenarnya itu sudah hak Zhia. Dia mau menolak atau menerima, sayang dia membuat murka Bapaknya. Aku bingung," ucap Fia kepada Irwan."Lalu, kau mau Zhia harus seperti apa?" Pertanyaan Irwan kepada Fia, membuat wanita itu semakin gundah."Sejujurnya, aku pun tidak tahu harus bersikap seperti apa. Anak itu sudah sesuai prosedur. Tidak ada yang salah," ungkap Fia setelah menceritakan kronologi kejadiannya."Kalau begitu, kau tidak bisa menyalahkan dia, Fia. Ingat, aku tetap menyuplai Dvia sebesar sekarang karena adanya Zhia disana. Jadi, kuharap kau bisa lebih bijak jika menyangkut member Dvia yang entah

  • Setelah Malam Pertama   Penolakan Zhia

    Hari berikutnya, pria yang semalam menggoda Zhia kembali. Rupanya, pemuda itu tidak terima dengan penolakan Zhia kepadanya."Aku mau yang bernama Aya. Tidak ada penolakan!" Pria itu menekan admin Dvia untuk membawa Zhia ke hadapannya."Mohon maaf, Mas. Aya sedang bertugas di room lain. Boleh dengan yang lain, Monggo saya kasih pilihan," ucap rekan Zhia tersebut. Ia membuka tablet khusus yang menayangkan beberapa LC Dvia yang masuk pada malam itu."Gak, saya mau dia. Kowe gak usah ngeles!" Pria itu menolak tawaran admin."Waduh, Mas. Gak enak sama tamu Aya kalau kayak gini, yang lain saja nggeh?""Siapa sih tamunya? Tak ganti duit, biar dia ambil yang lain. Kowe masuk atau aku sendiri!" Pria itu masih memaksakan kehendaknya."Hhmm, ngapunten Mas. Di dalam, sepupu njenengan." Rekan Zhia ketar-ketir, ia khawatir terjadi baku hantam antar saudara karena menginginkan wanita yang sama."Bajingan! Jadi dia yang membuat Aya menolakku?" "Aduh, gimana ini! Gak boleh masuk, Mas. Ini area VIP!"

  • Setelah Malam Pertama   Sadar Diri

    Sesungguhnya hidup ini hanyalah rangkuman dari masalah-masalah sepaket dengan kunci jawabannya. Zhia menganggap hidupnya tak lebih dari sebuah lelucon nyata yang harus dihadapi dengan serius. Malam itu, setelah mengantar Nola ke bandara, ia kembali ke kost nya."Akhirnya gue ketemu kasur lagi. Rasanya memang lain tidur di kamar sendiri." Zhia merebahkan tubuhnya di ranjang kamarnya untuk melepas lelah. Tak lupa menyalakan pendingin ruangan, Zhia sempat tertidur untuk beberapa saat.Memang benar, ungkapan bahwa Tuhan Maha membolak-balikkan hati hambanya. Hal inilah yang dirasakan Zhia. Walaupun sempat baper dengan perlakuan Haikal kepadanya, ia sadar ini tidak bisa diteruskan. "Gue gak boleh terlena dengan duut dia. Ganteng sih, tapi prioritas gue bukan cari pasangan. Tapi, berdiri di kaki gue sendiri. Keuangan stabil dan gak bergantung sama yang namanya laki-laki."Zhia masih tidak percaya jika tubuhnya sudah terjamah pria lain selain Ega, mantan suaminya. "Gue bisa sesantai itu kenap

  • Setelah Malam Pertama   Bukan Orang Suci

    Zhia tahu, uang yang ia dapatkan dari Haikal bukankah uang halal. Dia pun bukan merasa perempuan suci tanpa dosa sejak ia bekerja di Dvia. Sering menemani tamunya mabuk dan yang terakhir, ia terpaksa menerima permintaan Fia demi Gravity."Gue lakukan ini demi Ayah dan keluarga, La. Saudara yang lain apa bisa bantu jika yang terjadi seperti itu?""Gak Lo jelasin gue juga paham, gue gak membenarkan gak juga menyalahkan. Hidup itu tentang pilihan, jadi apapun itu ya terima resikonya." Nola mengerti, keputusan berat yang diambil Zhia memang bukan tanpa alasan."Gue tolak, Gravity cuma tinggal kenangan. Gue gak kebayang gimana sedih dan kecewanya Ibu, La." Zhia masih mengaduk-aduk kopi latte dingin yang sisa setengah."Udah Lo ambil salah satu pilihannya. Yang perlu Lo pikir sekarang adalah kedepannya, Lo gak bisa kerja di Dvia terus. Yah, kecuali Lo mau terima resiko ambil side job.""Ijazah gue, La! Mana ada orang yang mau terima gue jadi karyawan tanpa legalitas yang jelas.""Gue ada so

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status