"Kalau aku dianggap menipu, lalu yang dilakukan mereka itu apa?" Zhia bertanya pada dirinya sendiri. Ia sudah menanggalkan pakaiannya, lalu memutuskan untuk membersihkan diri, bersiap bertemu Fia di tempat kerjanya.
“Zhia sudah tidak ada. Sekarang, namaku Aya. Diambil dari nama belakangku,” ucap Zhia sambil memakai handuk kimono nya, keluar dari kamar mandi. Mata Zhia tertuju pada sebuah mini dress warna hitam tanpa lengan yang tergantung di dekat lemari. “Cantik dan seksi, aku suka dress itu. Ah, Nola pasti sudah tahu seleraku.”
Membutuhkan waktu satu jam untuk Zhia bersiap, dengan make-up natural ia tampil elegan dan mempesona. Bahkan orang kepercayaan Fia pun tidak berkedip mata menyaksikan pemandangan indah di depannya. Hingga tiba cafe milik Fia pun, Zhia menjadi pusat perhatian para tamu yang melihat kedatangannya.
“Ruangan Mami ada di dalam, masuk aja.” Salah satu anak buah Fia mengantarkannya sampai di depan ruangan wanita itu.
Zhia mengetuk pintu ruangan tersebut, suara Fia yang memintanya masuk, membuat Zhia langsung membuka pintu tersebut.
“Halo Zhia, oh sorry. Aya, nama kamu Aya.” Fia memintanya duduk di dekatnya.
“Halo, Bu.” Sejujurnya Zhia terkejut, padahal beberapa jam lalu, keduanya bertemu di Jakarta, tiba-tiba Fia sudah di depannya.
“Jangan bertanya kenapa saya sudah disini, teknologi sudah maju. Yang terpenting, selain identitas tentunya kamu butuh ponsel baru. Saya sudah siapkan untukmu,” ucap Fia memberikan paperbag sebuah toko ponsel ternama di Surabaya.
“Terima kasih, Bu,” jawab Zhia sambil menerima paperbag itu dengan sopan.
“Panggil saya mami, semua orang disini memanggilku dengan sebutan mami.” Fia meralat panggilan untuknya dari Zhia.
“Baik, Mi. Terima kasih,” jawab Zhia lagi.
“Saya ada tugas khusus buat kamu, malam ini temani tamu saya, kebetulan masih teman baik. Pengusaha dan dia klien VIP saya, tolong jangan membuat dia tidak nyaman. Oke?”
“Oke, Mami.”
“Sebentar lagi dia datang, kamu masuk aja ke ruangan VIP sembilan. Nyalakan layar dan setel lagu-lagu pop. Tamu kamu menyukai lagu pop modern anak muda,” kata Fia memberi penjelasan mengenai tugasnya selama menemani tamu pertamanya.
“Mami, maaf. Kira-kira sampai berapa lama saya menemaninya?”
“Hahaha, pertanyaan cerdas. Temani dia sampai dia selesai, mungkin sampai pagi, itupun kalau dia tidak ditelepon anak istrinya,” jawab Fia menahan tawanya.
“Oh, begitu,” jawab Zhia agak kaget dengan jawaban Fia.
“Oh iya, saya ada aturan lain disini. Saya tidak mewajibkan kamu menerima side job dari tamu-tamu saya. Terserah kamu saja, yang lain juga sama. Tapi, begitu kamu memutuskan mengambil job itu, aku sarankan jangan tanggung,” kata Fia sambil menyalakan sebatang rokok di tangannya.
“Side job? Maksud Mami bermalam?” tanya Zhia dengan polosnya.
“Ah, jangan pura-pura polos. Silahkan bertransaksi di luar tempat saya, hanya saran saya minta hotel bintang lima. Untuk kenyamanan dan privacymu, paham?”
“Paham, Mami.”
“Sudah, bergabunglah dengan rekan-rekanmu di lantai satu. Minum dan makanlah sambil menunggu ruangan siap.”
Zhia mengikuti saran Fia, ia turun ke lantai satu bergabung dengan beberapa orang yang sempat berkenalan dengannya tadi. “Halo Aya, neh minuman selamat datang untuk member Mami Fia yang baru. Semoga betah.” Seorang gadis seusianya menyodorkan minuman kepada Zhia.
“Eh, terima kasih, Mbak.” Zhia menerima minuman tersebut lalu meminumnya hingga tandas. Zhia pikir, itu hanyalah minuman soda biasa. Nyatanya, minuman tersebut beralkohol. Zhia terbatuk-batuk setelah menyadari yang diminumnya adalah alkohol. Teman-temannya di sana menertawakan kepolosan Zhia yang dianggap sebuah kebodohan gadis seusianya.
“Aku-aku baru pertama kali bekerja dan meminum alkohol, tolong dimaklumi,” ucap Zhia terbata. Wajahnya memerah menahan malu dan ia hampir saja menangis di tempat itu. Beruntung, anak buah Fia sudah menjemputnya untuk masuk ke dalam ruangan.
Zhia diantar oleh orang kepercayaan Fia memasuki ruangan tersebut, Zhia dengan cekatan mengikuti instruksi yang sudah Fia berikan sebelumnya. Tak lama kemudian, tamu yang ditunggu Zhia datang menyapa nya.
“Malam cantik,” sapa Hamdani kepada Zhia. Pria itu tanpa sungkan mengecup pipi Zhia ketika ia sedang merapikan meja.
“EH, selamat malam Pak Hamdani,” sapa balik Zhia sedikit memundurkan langkahnya. Menghindari terlalu dekat dengan pria itu.
“Jadi kamu yang gantiin Tia?” tanya Hamdani yang sudah duduk di sofa.
“Iya, Pak. Perkenalkan saya Aya. Mau langsung saja atau mungkin mau makan malam dulu?” tawar Zhia kepada pria seusia ayahnya itu. Sekelebat bayangan Abdullah mengganggunya.
“Boleh, kamu duduk disini saja. Biarkan mereka yang pesankan,” kata Hamdani menepuk ruang kosong di sebelahnya agar Zhia mendekat.
Zhia sempat disuapi oleh Hamdani, benar-benar mengingatkannya pada Abdullah, ayah kandung yang tega mengusirnya dari rumah. “Zhia, kau sudah sebatang kara, mereka sudah mencoret namamu dari kartu keluarga. Untuk apa kau memikirkan mereka,” gumam Zhia dalam hati.
“Kulitmu bagus dan wangi, pasti selalu dirawat yah,” kata Hamdani mengusap lengan Zhia yang mulus dan bersih.
“Harus dirawat, bukankah itu salah satu kewajiban seorang wanita untuk merawat diri?”
“Bagus, aku kasih bonus untukmu nanti. Asalkan, kau mau ikut bersamaku,” kata Hamdani hendak mencumbunya lagi. Namun, Zhia menghindarinya.
“Maaf, saya belum terbiasa,” ucap Zhia dengan sopan.
“Oh, kamu baru yah?” Hamdani baru menyadari setelah salah satu anak buahnya membisikkan sesuatu di telinganya.
“Iya, saya baru kerja hari ini. Dan, Bapak tamu pertama saya,” ucap Zhia jujur.
“Hmmm, oke. Untuk sekarang tidak masalah. Nanti, kita ketemu lagi, kuharap tidak ada penolakan, sayang. Anakku sudah menunggu di rumah.” Hamdani mengusap pipi mulusnya dengan tatapan menggoda.
“Silahkan, Pak.”
“Fia, terima kasih. Premium quality. Kau tidak salah kasih Aya untukku,” ucap pria itu sambil mengirimkan bukti transfer sebagai bonus jika ia puas dengan layanan anak buah Fia. Walaupun Zhia menolak tidur dengannya, setidaknya Zhia tidak menolak ketika Hamdani mencium pipinya.
Betapa senang hati Fia membaca pesan singkat dari Hamdani, kali ini ia tidak ragu untuk memberikan klien berikutnya kepada Zhia. “Aya, aku ada klien dari Jakarta, sudah dalam perjalanan kesini. Apa kau tidak keberatan menerima job ini?” Pesan Fia kepada Zhia sesaat setelah Hamdani keluar dari ruangan tersebut.
“Boleh, Mi. Maaf, boleh tahu profil tamunya?” Permintaan Zhia tersebut sudah mendapatkan persetujuan di awal kedatangannya di Surabaya. Sebuah foto dan biografi singkat pria paruh baya yang akan menjadi tamu keduanya.
Zhia tersenyum tipis setelah mendapatkan informasi dari Fia, siapa tamunya. Senyumnya mengembang, seperti mendapatkan wangsit untuk membalas hinaan yang sudah ia terima. Menurut informasi yang diterima Zhia, tamunya menyukai warna merah. Ia berinisiatif meminta bantuan orang kepercayaan Fia untuk memberikan dirinya mini dress merah hati tanpa lengan.
“Selamat malam, Bapak Danu Gunadya yang terhormat. Selamat datang di karaoke Dvia. Dengan Aya disini,” ucapnya dengan penuh percaya diri. Zhia mengelilingi tubuh mantan mertuanya yang membatu. Ia tidak menyangka jika akan bertemu Zhia.
“Kau! Tidak, aku pasti salah. Kalian, tolong hubungi Fia. Bagaimana bisa dia memberiku wanita gak ada adat seperti dia!”
Zhia menikmati amarah Danu kepada anak buahnya. Kembali mendekati Danu, Zhia memberanikan membisikkan kata-kata yang membuatnya seolah mati berdiri. “Tenang saja, Pak Danu. Saya jamin istri dan anakmu tidak akan tahu. Asalkan, Anda memberikan upah yang setimpal! Atau Anda memang tertarik dengan saya? Tidak boleh! Saya pilihkan yang lain saja untuk memberimu ketenangan, biar gak tegang!”
Abdullah menolak mentah-mentah undangan dinner dari keluarga Ega. Undangan tersebut ia dapatkan dari sang istri yang menyambutnya pulang.“Gak usah dekat-dekat mereka, Bu. Masih bagus Zhia mau memperjuangkan perusahaan. Mereka tidak melakukan apapun dengan kondisi genting seperti itu, sangat mengecewakan!” Abdullah yang baru saja masuk ke dalam kamar sedang melepaskan kemeja yang ia kenakan.“Ya sudah, nanti saja kita bahas lagi. Ayah mandi dulu, ketemu kami di bawah makan malam sama Putri yah. Kita harus kasih dia perhatian juga,” ucap Mirna sambil menyerahkan handuk kering untuk suaminya.“Oke, aku mandi dulu.” Setelah Abdullah menutup pintu kamar mandinya, Mirna kembali ke dapur untuk merapikan menu makan malamnya. Melihat anak gadisnya yang duduk di ruang tengah, Mirna teringat Zhia. Bagaimana keadaan anak pertamanya itu.“Put, sini sayang. Makanan udah siap kok,” ucap wanita itu meminta anaknya duduk di meja makan.“Eh, Ibu. Ayah masih mandi ya?” Gadis berkacamata itu beranjak d
Abdullah kembali aktif di Gravity, perusahaan yang ia dirikan bersama dengan keluarganya itu kembali sehat berkat Zhia. Pria itu sedang memeriksa laporan keuangan selama ia tinggal berobat ke Singapore. “Banyak sekali pengeluaran yang tidak jelas, dan jumlahnya sangat besar! Ini ulah siapa, coba?” Abdullah uring-uringan di depan laptopnya. Begitu mendapatkan laporan keuangan terbaru, ia langsung mengeceknya.Salah satu saksi betapa gigihnya Zhia mempertahankan Gravity adalah sekretaris Abdullah. Pria itu masuk setelah mengetuk pintu ruangannya. “Ah, bagus kau datang, tolong kasih aku penjelasan sedetail mungkin tentang semua ini,” ucap Abdullah kepada pria berkacamata itu.“Begini, Pak. Yang utama, Bapak harus bangga dengan Zhia. Anak perempuan Bapak itu benar-benar cerdas dan tidak ada takut-takutnya untuk mempertahankan perusahaan ini. Dia yang meminta pertanggungjawaban Pak Ega dan Ayahnya untuk mengembalikan seluruh dana yang terpakai oleh mereka tanpa sepengetahuan Anda. Satu lag
Fia baru saja kembali dari perjalanan dinasnya. Kembali ke Surabaya, ia mendengar keributan yang disebabkan karena penolakan Zhia kepada salah satu anak pejabat. Apalagi, pria itu merupakan member VIP di Dvia. Siang ini, ia kembali berkomunikasi dengan Irwan untuk koordinasi mengenai Gravity. Setelah pembahasan mengenai pekerjaan, Irwan kembali menanyakan kabar Zhia kepada wanita itu."Sebenarnya itu sudah hak Zhia. Dia mau menolak atau menerima, sayang dia membuat murka Bapaknya. Aku bingung," ucap Fia kepada Irwan."Lalu, kau mau Zhia harus seperti apa?" Pertanyaan Irwan kepada Fia, membuat wanita itu semakin gundah."Sejujurnya, aku pun tidak tahu harus bersikap seperti apa. Anak itu sudah sesuai prosedur. Tidak ada yang salah," ungkap Fia setelah menceritakan kronologi kejadiannya."Kalau begitu, kau tidak bisa menyalahkan dia, Fia. Ingat, aku tetap menyuplai Dvia sebesar sekarang karena adanya Zhia disana. Jadi, kuharap kau bisa lebih bijak jika menyangkut member Dvia yang entah
Hari berikutnya, pria yang semalam menggoda Zhia kembali. Rupanya, pemuda itu tidak terima dengan penolakan Zhia kepadanya."Aku mau yang bernama Aya. Tidak ada penolakan!" Pria itu menekan admin Dvia untuk membawa Zhia ke hadapannya."Mohon maaf, Mas. Aya sedang bertugas di room lain. Boleh dengan yang lain, Monggo saya kasih pilihan," ucap rekan Zhia tersebut. Ia membuka tablet khusus yang menayangkan beberapa LC Dvia yang masuk pada malam itu."Gak, saya mau dia. Kowe gak usah ngeles!" Pria itu menolak tawaran admin."Waduh, Mas. Gak enak sama tamu Aya kalau kayak gini, yang lain saja nggeh?""Siapa sih tamunya? Tak ganti duit, biar dia ambil yang lain. Kowe masuk atau aku sendiri!" Pria itu masih memaksakan kehendaknya."Hhmm, ngapunten Mas. Di dalam, sepupu njenengan." Rekan Zhia ketar-ketir, ia khawatir terjadi baku hantam antar saudara karena menginginkan wanita yang sama."Bajingan! Jadi dia yang membuat Aya menolakku?" "Aduh, gimana ini! Gak boleh masuk, Mas. Ini area VIP!"
Sesungguhnya hidup ini hanyalah rangkuman dari masalah-masalah sepaket dengan kunci jawabannya. Zhia menganggap hidupnya tak lebih dari sebuah lelucon nyata yang harus dihadapi dengan serius. Malam itu, setelah mengantar Nola ke bandara, ia kembali ke kost nya."Akhirnya gue ketemu kasur lagi. Rasanya memang lain tidur di kamar sendiri." Zhia merebahkan tubuhnya di ranjang kamarnya untuk melepas lelah. Tak lupa menyalakan pendingin ruangan, Zhia sempat tertidur untuk beberapa saat.Memang benar, ungkapan bahwa Tuhan Maha membolak-balikkan hati hambanya. Hal inilah yang dirasakan Zhia. Walaupun sempat baper dengan perlakuan Haikal kepadanya, ia sadar ini tidak bisa diteruskan. "Gue gak boleh terlena dengan duut dia. Ganteng sih, tapi prioritas gue bukan cari pasangan. Tapi, berdiri di kaki gue sendiri. Keuangan stabil dan gak bergantung sama yang namanya laki-laki."Zhia masih tidak percaya jika tubuhnya sudah terjamah pria lain selain Ega, mantan suaminya. "Gue bisa sesantai itu kenap
Zhia tahu, uang yang ia dapatkan dari Haikal bukankah uang halal. Dia pun bukan merasa perempuan suci tanpa dosa sejak ia bekerja di Dvia. Sering menemani tamunya mabuk dan yang terakhir, ia terpaksa menerima permintaan Fia demi Gravity."Gue lakukan ini demi Ayah dan keluarga, La. Saudara yang lain apa bisa bantu jika yang terjadi seperti itu?""Gak Lo jelasin gue juga paham, gue gak membenarkan gak juga menyalahkan. Hidup itu tentang pilihan, jadi apapun itu ya terima resikonya." Nola mengerti, keputusan berat yang diambil Zhia memang bukan tanpa alasan."Gue tolak, Gravity cuma tinggal kenangan. Gue gak kebayang gimana sedih dan kecewanya Ibu, La." Zhia masih mengaduk-aduk kopi latte dingin yang sisa setengah."Udah Lo ambil salah satu pilihannya. Yang perlu Lo pikir sekarang adalah kedepannya, Lo gak bisa kerja di Dvia terus. Yah, kecuali Lo mau terima resiko ambil side job.""Ijazah gue, La! Mana ada orang yang mau terima gue jadi karyawan tanpa legalitas yang jelas.""Gue ada so
"Terima kasih juga, Pak Haikal memperlakukan saya dengan lembut." Wajah lelah dan mengantuk Zhia membuat Haikal urung meminta untuk kedua kalinya. Padahal, yang umum terjadi tidak ada kepedulian dari laki-laki yang membayar wanita malamnya."Tidurlah, kau sudah lelah." Haikal menyelimuti tubuhnya. Mensejajarkan tubuhnya agar bisa mengusap puncak kepala Zhia yang sudah hampir terlelap. "Kau manis sekali, aku tidak menyangka jika nasib pernikahanmu sedramatis itu," batin Haikal mengingat kisah pernikahan Zhia dan Fia.Tidur Zhia begitu nyenyak, hingga sebuah kecupan ucapan selamat pagi mengusik kenyamanannya."Hhmm, sorry. Jam berapa ini?" Zhia mengusap-usap matanya yang masih berat untuk dibuka."Hahaha, masih pagi. Mau sarapan dulu atau mandi dulu tidak masalah," ucap Haikal terkekeh melihat reaksi panik Zhia."Astaga, memalukan!" Zhia mengumpat dalam hati. Bisa-bisanya ia tidur seperti orang mati. "Sudah, tidak apa. Aku tunggu disini yah, mandinya gak usah buru-buru. Santai saja," u
Setelah menemani Nola berbelanja, Zhia kembali ke hotel untuk bersiap menunaikan tugasnya di Dvia."La, gue udah kepalang tanggung. Kalah gue nolak permintaan Mami, sama aja gue kayak gak tahu terima kasih.""Keputusan ada pada Lo. Gue yakin Lo bisa hadapi klien Mami Fia itu. Terlepas Lo terima side job itu atau tidak, Lo tetap Zhia yang ada di hadapan gue.""Makasih, La. Gue jalan dulu, sorry yah gak bisa temani makan malam. Besok kita bisa jalan bareng lagi, kok.""Iya dong, Lo harus temenin gue besok. Hati-hati dan good luck, girl!" Zhia berpamitan kepada Nola. Penampilannya berubah menjadi lebih sensual dengan dress diatas lutut dan press body. Menampilkan lekukan tubuh indahnya, dengan elegan Zhia memasuki mobil yang sudah menjemputnya."Langsung jalan, Aya?""Nggeh, Pakde. Apa kabar?" Sudah sekitar satu bulan Zhia tidak bertemu dengan sopir pribadi Fia itu."Baik, Ay. Kowe tambah cantik aja.""Ah, Pakde bisa aja. Makasih, lho. Tapi Saya gak punya receh.""Penting doa aja, semoga
Zhia berada di persimpangan, ia tahu betul jika posisinya seperti apa. Fia memang baik dan menawarkan solusi yang tepat untuk mengembalikan nama baik Gravity. Zhia membutuhkan hal tersebut untuk meraih simpati dan kepercayaan klien yang akan dan susah bekerjasama dengannya. "Ada harga yang harus dibayar untuk semua ini, Zhia. Lo gak bisa egois dengan prinsip Lo itu." Dibawah guyuran air shower kamar hotel yang ditempatinya bersama dengan Nola, ia berpikir hal yang sama berulang kali. Berada di persimpangan jalan, antara prinsip hidup dan usahanya untuk memperbaiki keadaan perusahaan sang ayah. Nola sendiri, ia sedang bersiap untuk bertemu dengan Hamdani. Merapikan dokumen yang harus dibawanya bersama dengan Zhia. "Sorry, gue lama, La." Zhia bergegas memakai make-up nya. "Apaan sih, masih pagi woy! Pak Hamdani juga masih bobo," jawab Nola terpingkal melihat tingkah Zhia yang gelagapan kesana kemari. "Huft, gue pikir tadi gue metong di kamar mandi!""Hahaha, Lo gak setolol itu. Mak