Share

Bab 7

Para anggota Keluarga Yossef tercengang, lalu tertawa terbahak-bahak.

"Dokter, jangan bercanda, deh. Pemuda itu hanya menekan beberapa titik di tubuh Kakek secara acak. Apa masuk akal kalau dia menyembuhkan penyakit semematikan itu?"

"Itu, sih, bukan kedokteran, melainkan teologi!"

"Benar, semua orang juga bisa, kok!"

Dokter Sogan mengerutkan kening dan berkata, "Nggak, nggak, walaupun terlihat gampang, menekan titik akupunktur adalah keahlian teknis dalam pengobatan tradisional. Hal ini tak sesederhana itu ...."

Simon melambaikan tangannya dan menyela, "Baiklah, baiklah, jangan dibicarakan lagi. Dokter, mari minum teh, keluarga kami mempunyai koleksi teh bunga kualitas terbaik!"

Mau tak mau, Dokter Sogan pun menyerah. Mau bagaimana lagi, para anggota Keluarga Yossef sangat kukuh dan menolak mendengar pendapatnya.

Setelah beberapa saat, Keluarga Yossef akhirnya meminta Dokter Sogan pulang.

Johan berkata dengan tidak senang, "Menurutku, si Dokter Ilahi itu nggak sehebat reputasinya. Siapa pun bisa melihat bahwa dia adalah dokter yang biasa-biasa saja!"

Simon menimpali sambil meraba janggutnya, "Itu wajar saja, Dokter Sogan juga sudah berumur. Sudahlah, lagi pula dia bukan penanggung jawab sebuah rumah sakit nasional. Wajar kalau dia sesekali melakukan kesalahan."

"Ayah, apakah kita akan membiarkan hal ini begitu saja? Aku bahkan ditampar oleh bocah sialan itu!" ujar Julian dengan marah, bekas tamparan merah masih terpampang dengan jelas di wajahnya.

Simon tertawa sinis dan menjawab, "Tentu saja tidak. Namanya Deon, pegawai di bagian penjualan grup kita, 'kan? Membalas dendam padanya tentu bukan hal sulit."

"Maksud Ayah ..." ujar kedua saudara itu dengan bersemangat.

Tampaknya, mereka tengah merencanakan sebuah konspirasi!

....

"Apa kamu belum puas merabaku?"

Tidak lama setelah meninggalkan Vila Willowtree, Luna melepaskan tangan Deon dan menatapnya dengan dingin.

"Sekarang sudah lewat sepuluh menit dari waktu yang disepakati!"

"Maaf, Bu Luna, ingatanku nggak bagus," jawab Deon dengan canggung

Walau berbicara seperti itu, nyatanya Luna merasa sangat nyaman di bawah sentuhan Deon sampai hampir tidak tahan ....

"Kamu lihat sendiri, 'kan? Aku menyuruhmu kemari hanya untuk membantuku menggagalkan pertunanganku, jadi jangan terlalu terbawa perasaan dan mengira aku benar-benar tertarik padamu."

Sambil memeluk dadanya, Luna berujar kata demi kata, "Kamu hanyalah anak magang dengan gaji 7 juta dan hanya memiliki ijazah SMA, sedangkan aku memiliki gelar doktor dari luar negeri dan merupakan wakil presiden sebuah grup besar. Setengah dari pria di Kota Sielo memujaku dan menginginkanku. Kita bagaikan langit dan Bumi, ketahuilah bahwa bintang di langit nggak akan pernah melirik ikan dan udang yang hidup di sungai."

"Baiklah, apa aku boleh pulang sekarang?" balas Deon dengan tenang.

Luna terkejut. Tujuannya berbicara panjang lebar adalah untuk memadamkan ilusi Deon dan mengintimidasinya, tetapi Deon tampak tidak peduli sama sekali.

Benar saja, seseorang yang sudah terbiasa dengan dunia mafia seperti Deon tidak mudah goyah karena hal-hal sepele seperti ini. Di bawah situasi dan tekanan apa pun, dia akan selalu tenang.

Ketika Luna melihat reaksi Deon, dia kecewa sekaligus marah. Sulit dipercaya bahwa dia memberikan kali pertamanya kepada pria seperti itu!

Luna hendak berbalik dan pergi, tetapi matanya tak sengaja menangkap mata-mata Keluarga Yossef yang sedang memperhatikannya tidak jauh dari sana!

Dia pun buru-buru menarik pakaian Deon dan berkata, "Tunggu sebentar! Aku nggak bilang kamu boleh pergi, 'kan?"

Merasa frustrasi, Deon bertanya, "Bu Luna, apa ada hal lain yang perlu dibicarakan? Bukankah misi menggagalkan pertunanganmu sudah selesai?"

Karena dia telah membantu Luna, bukankah perbuatannya terhadap Luna di kantor telah ditebus?

Luna mengangkat dagunya dan menjawab dengan dingin, "Ikuti saja perintahku."

"Lagi? Kali ini ke mana?" tanya Deon yang kebingungan.

Namun, Luna sama sekali tidak memberikan penjelasan apa pun dan hanya menarik lengan Deon hingga mereka kembali ke dalam mobil.

Mobil Luna melesat ke pusat kota dan tiba di sebuah gedung perkantoran.

Deon tiba-tiba menyadari sesuatu dan bertanya, "Kantor Catatan Sipil? Tunggu, jangan bilang ...."

"Kamu nggak berhak bertanya."

Detik selanjutnya, Luna menarik lengan Deon dan berjalan ke dalam kantor, lalu berkata, "Permisi, kami mau mengajukan akta nikah."

Petugas wanita di balik kaca ketakutan karena mengira bahwa Luna menculik Deon, tetapi kalau dipikir-pikir lagi, itu hal yang mustahil.

Bagi pria yang buluk dari atas ke bawah seperti Deon, bisa menikahi seorang wanita cantik yang bermartabat dan kaya raya tak diragukan lagi adalah sebuah berkat!

Pendaftaran akta nikah selesai dalam sepuluh menit.

Deon masih kebingungan dan membatin, 'Apakah aku benar-benar sudah menikah? Itu pun dengan wanita bernama Luna ini, yang notabene adalah atasan langsungku yang baru kutemui hari ini!'

Luna menghadap Deon, mengangkat alisnya dan berkata, "Kamu nggak penasaran kenapa aku melakukan hal ini?"

Deon menjawab dengan canggung, "Bu Luna, aku sudah bertanya berkali-kali, kamulah yang belum menjawab sampai sekarang."

Luna hanya terdiam seolah-olah hal demikian tidak pernah terjadi. Sebaliknya, dia mengubah topik pembicaraan dan menjelaskan, "Aku memintamu berpura-pura menjadi tunanganku supaya aku nggak dipaksa menikah dengan Harlan Tier, Tuan Muda Keluarga Tier, tapi keluargaku sulit dikelabui. Aku yakin mereka akan berusaha sebisa mungkin untuk menemukanku dan menyewa seseorang untuk mengikutiku. Karena itu, kamu harus terus bekerja sama denganku sampai misi ini selesai! Ingat, kamu harus memainkan peran ini dengan baik!"

Setelah Luna selesai menjelaskan, dia mengantar Deon ke sebuah vila di pinggiran kota tanpa menanyakan persetujuannya terlebih dahulu, kemudian berkata dengan serius, "Ini rumahku. Mulai sekarang, kamu boleh tinggal di sini, setidaknya tiga kali seminggu. Hanya dengan cara inilah aku bisa meyakinkan keluargaku."

"Kamarku di lantai dua. Kamu nggak boleh mengintip, apalagi masuk! Awas saja kalau kamu berani coba-coba!"

Melihat Luna naik duluan, Deon akhirnya bertanya, "Bu Luna, lantas aku harus tidur di mana?"

"Lantai pertama sangat luas, tidur saja di salah satu sofa itu," jawab Luna dengan acuh tak acuh.

Deon tidak bisa berkata-kata lagi.

Andai sifat Deon masih sekeras dulu, wanita ini pasti sudah dia hukum ....

"Oh, iya, di lantai satu juga ada ruang peralatan, kurasa ruangan itu juga bisa dijadikan tempat tidur setelah dirapikan," ucap Luna sambil menyeringai dengan sarkastik. "Deon, jangan lupa bahwa kamu itu pegawaiku. Kamu harus mematuhi keputusan atasanmu, ya!"

Atasan setingkat direktur memang keterlaluan, bukan? Deon menghela napas dengan tidak berdaya dan terpaksa menuruti Luna.

Deon merenungkan entah kenapa dirinya bisa begitu tidak beruntung hari ini, entah kenapa dia harus berpapasan dengan Luna di kantor ....

Di malam hari ....

Setelah sekian lama, Deon selesai menata dan mengubah ruang peralatan menjadi kamar tidurnya.

Tepat di saat itu ....

Mata Deon menangkap gerakan bayangan hitam yang sangat cepat!

Cepat sekali!' batin Deon dengan cemas, pupil matanya gemetar dan dia bergumam pada dirinya sendiri, "Siapa itu?"

Apakah ada yang berencana membunuh Luna?

Komen (1)
goodnovel comment avatar
@AntoniLie
Katanya hal sepele dan tenang, tapi ga bs tenang dikantor sampe bablas nyoblos. Haha lucu! Lanjut baca ahh
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status