Share

BAB 8 Ruang USG

Author: Starisborn
last update Last Updated: 2025-12-02 10:49:46

Alea berjalan sedikit lebih dulu menuju pintu ruang USG, sementara Darren mengikutinya dengan langkah ragu—bukan karena tidak ingin masuk, tetapi karena seluruh situasi terasa seperti sesuatu yang belum siap ia hadapi. Genggaman Alea pada tangan kanannya seolah menyerap segala ketidaksiapannya. Tangannya yang lain masuk ke kantong celana, kebiasaannya setiap kali gugup. Pintu ruangan tertutup perlahan di belakang mereka, meninggalkan keheningan yang membuat jantung Alea berdebar lebih keras.

Ruangan itu terang, putih, dan beraroma antiseptik. Tempat tidur pemeriksaan berada di tengah, layar monitor USG menyala redup. Alea duduk di tepi ranjang, menarik napas panjang. Darren berdiri di sampingnya, tubuhnya tegak seperti sedang menghadapi sidang akademik.

Tidak ada ekspresi manis atau kalimat penenang keluar dari bibirnya. Ia hanya menatap instrumen USG seolah-olah sedang memeriksa alat penelitian yang asing.

“Kalau… kamu nggak nyaman saya di sini, bilang aja,” ucapnya datar. Lebih sepe
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Setelah Satu Malam dengan Dosenku   BAB 8 Ruang USG

    Alea berjalan sedikit lebih dulu menuju pintu ruang USG, sementara Darren mengikutinya dengan langkah ragu—bukan karena tidak ingin masuk, tetapi karena seluruh situasi terasa seperti sesuatu yang belum siap ia hadapi. Genggaman Alea pada tangan kanannya seolah menyerap segala ketidaksiapannya. Tangannya yang lain masuk ke kantong celana, kebiasaannya setiap kali gugup. Pintu ruangan tertutup perlahan di belakang mereka, meninggalkan keheningan yang membuat jantung Alea berdebar lebih keras.Ruangan itu terang, putih, dan beraroma antiseptik. Tempat tidur pemeriksaan berada di tengah, layar monitor USG menyala redup. Alea duduk di tepi ranjang, menarik napas panjang. Darren berdiri di sampingnya, tubuhnya tegak seperti sedang menghadapi sidang akademik.Tidak ada ekspresi manis atau kalimat penenang keluar dari bibirnya. Ia hanya menatap instrumen USG seolah-olah sedang memeriksa alat penelitian yang asing.“Kalau… kamu nggak nyaman saya di sini, bilang aja,” ucapnya datar. Lebih sepe

  • Setelah Satu Malam dengan Dosenku   BAB 7 RUANG BARU, DEGUP BARU

    Malam itu, ketika suara mobil Darren berhenti tepat di depan Alea, dunia yang baru saja runtuh perlahan-lahan menemukan bentuknya kembali. Alea masuk mobil tanpa banyak bicara, wajahnya masih sembab, matanya terus menatap ke luar jendela, takut kalau suaranya kembali pecah. Darren tidak memaksa bertanya. Yang Darren lakukan hanyalah menurunkan suhu pendingin di dalam mobil, menarikkan seatbelt Alea perlahan, dan menepuk punggung tangannya sejenak sebelum ia kembali ke kursi pengemudi. Jeda singkat itu saja membuat Alea terisak pelan. “Kalau kamu masih ingin menangis… menangislah,” kata Darren sambil menyalakan mesin. Alea mengangguk, membiarkan malam itu berlalu dengan mereka berkendara menuju hotel dekat pusat kota. Saat sampai, Darren langsung memesan 2 kamar hotel yang bersebelahan dan dia meminta untuk di sterilkan semaksimal mungkin. Di kamar hotel itu, Alea hanya duduk di tepi ranjang sambil memegang hoodie lengan panjang pemberian Darren. Darren berdiri di dekat pintu, ra

  • Setelah Satu Malam dengan Dosenku   BAB 6 RUMAH BARU?

    Alea bersandar pada sandaran ranjang IGD, wajahnya masih pucat, selimut rumah sakit diselimuti aroma antiseptik yang menusuk. Perawat sudah keluar, dan ruangan itu kini hanya berisi dia dan Darren. Lelaki itu berdiri dengan kedua tangan disilangkan, rahangnya tegang. Dari tadi ia menolak terlibat perdebatan lagi, namun Alea tetap keras kepala.“Alea,” suara Darren rendah tapi jelas, “saya rasa kamu perlu menginap di sini malam ini. Kondisi kamu belum stabil.”Alea menggeleng pelan sebelum menjawab, “Saya sudah bilang… saya baik-baik saja, Pak Darren. Saya tidak terbiasa tidur di rumah sakit. Saya ingin pulang.”“Kamu bilang begitu tadi, tapi kamu hampir terjatuh saat ke kamar mandi.” Darren meremas jemarinya sendiri, jelas menahan kesal. “Saya enggak bisa membiarkan kamu pulang sendirian.”“Saya tidak sendirian,” bantah Alea pelan tapi tegas. “Saya punya rumah.”Darren menarik napas panjang. “Rumah yang saat ini harusnya kamu tempati untuk istirahat, bukan memaksakan diri pulang hanya

  • Setelah Satu Malam dengan Dosenku   BAB 5 DIANTARA TENANG DAN RUNTUH

    Pintu ruang arbosi itu terbuka dengan pelan. Alea melangkah keluar dengan langkah kecil, tergesa namun tidak stabil. Kepalanya berat, penglihatannya berbayang, dan suara di sekelilingnya seperti terdengar dari dalam air. Ia hanya ingin pulang. Tidur. Diam. Lalu tidak memikirkan apa pun. Tapi tubuhnya berhenti mendadak. Tepat di depan pintu, berdiri seseorang yang tidak pernah ia bayangkan akan melihatnya di tempat seperti ini. Darren. Pria itu berdiri tegap, wajahnya tegang namun tidak seram. Bukan marah. Bukan kecewa. Tapi seperti seseorang yang sedang mencoba memastikan apakah yang ia lihat benar-benar nyata. Sorot matanya langsung tertuju pada Alea. Dalam. Menembus. Seakan mencari jawaban yang sudah ia duga namun tak ingin ia akui. Alea menelan ludah, memalingkan wajah secepat mungkin. “s-saya… bukan… bukan untuk itu, saya hanya…” Suara Alea patah. Langkahnya goyah. Darren mengambil satu langkah mendekat. “Alea—” Belum sempat ia menyelesaikan namanya,

  • Setelah Satu Malam dengan Dosenku   BAB 4 NERAKA BERKEDOK RUMAH

    Alea berdiri cukup lama di depan gerbang rumah orang tuanya. Bukan karena rindu—melainkan karena ia butuh beberapa detik untuk menyiapkan hati. Kontrakan sempit yang ia tinggali memang jauh dari kata layak, tapi setidaknya di sana ia tidak merasa jadi orang asing. Tidak seperti rumah ini, yang seharusnya memberi kehangatan, namun justru terasa lebih dingin daripada angin malam di musim hujan.Pintu bergemerincing ketika ia buka perlahan. Bau khas rumah itu—campuran detergen, minyak goreng, dan udara pengap yang tidak pernah diperbarui—menyergapnya. Dari ruang tengah, suara televisi terdengar keras, seperti biasanya. Ayahnya duduk di sofa dengan baju singlet, sedangkan ibunya sibuk mengupas bawang sambil marah-marah pada seseorang di telepon.Tidak ada yang menyambut Alea. Tidak ada yang menoleh. Tidak ada kalimat “kamu sudah pulang”. Tidak ada hangat-hangat manis yang biasanya ada di rumah orang lain.Alea menarik napas samar."Ya seperti inilah… rumahku." batinnya.Baru saja ia melan

  • Setelah Satu Malam dengan Dosenku   BAB 3 MALAM ITU

    Ruang kerja dosen itu terlalu sunyi.Terlalu rapi.Terlalu… menakutkan untuk Alea.Begitu masuk, ia merasa tubuhnya mengecil. Ruangan itu dipenuhi rak buku, aroma kopi hitam, dan kertas-kertas administrasi yang tertata sempurna. Di tengahnya, duduk seorang pria dengan kemeja putih yang digulung rapi, kacamata bertengger di hidung mancungnya. kepala sedikit menunduk, menandatangani beberapa berkas—seolah ia tidak pernah mengalami malam gila itu dua minggu lalu.Seolah Alea tidak pernah ada.Disisi lain Alea terdiam sesaat di depan pintu ruang Darren. Dia menatap takjub pada pria matang tersebut, dalam hati memuji ketampanan Darren. Hingga bayangan malam itu melintas sekilas dalam memorinya. Wajah Alea sedikit memerah, dia langsung menggelengkan kepalanya dengan pelan guna mengusir pikiran itu.Darren bahkan tidak mengangkat wajah ketika Alea mengetuk pintu dan masuk dengan canggung.“Silakan,” katanya datar.Nada suaranya begitu formal, sampai-sampai Alea bertanya-tanya apakah lelaki

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status