Alea membeku. Tubuhnya kaku seperti batu ketika nama “Darren Vahl” terucap dari bibir pria yang berdiri di podium. Suara itu terlalu familiar. Terlalu dekat dengan sesuatu yang semestinya ia kubur rapat-rapat. Begitu tatapan mereka bertemu, hanya sepersekian detik, tetapi cukup untuk membuat dunia Alea runtuh kedua kalinya dalam dua minggu. Refleks, ia langsung menutup wajah dengan buku bacaannya. Buku itu hampir menempel ke hidung, saking paniknya ia ingin lenyap dari permukaan bumi. Napasnya memburu. Jemarinya gemetar tak terkendali. Ia bisa merasakan detak jantungnya menghantam tulang rusuk, keras, terburu-buru—seolah berusaha kabur darinya. Di lain sisi, Kaila—sahabatnya—memandang bingung. “Alea, lo kenapa? Astaga, lo sakit?” bisiknya. Alea hanya menggeleng cepat tanpa menurunkan buku sedikit pun. Ia tidak punya keberanian untuk mengintip ke atas, bahkan sekadar memastikan posisi Darren. Yang ia tahu, Darren ada di depan, sangat dekat, terlalu dekat, dan yang lebih parah…
Last Updated : 2025-11-15 Read more