Setelah Sepuluh Tahun Pernikahan 29
Lelaki Di Pusara Suamiku
Ruang tamu besar dengan sofa empuk tertata rapi di dalamnya. Sebuah meja sudut dengan hiasan bunga cantik sudah berdiri dengan indahnya. Terdapat beberapa lukisan menempel di dinding di atas sofa. Beberapa bingkai foto tertata rapi di sebelah lukisan itu.
Ada sedikit rasa khawatir saat melihat wajah dalam bingkai foto itu. Namun jalan sudah terlanjur dipilih, semoga tak akan terjadi hal yang buruk setelah ini. Karena niatku hanya ingin bekerja untuk menghidupi kedua putriku saja.
Setelah beberapa saat menunggu, seorang lelaki paruh baya yang kukenal datang menghampiri. Ia duduk di sofa single di depan sofa yang kutempati ini.
"Cepat sekali kamu datang? Kukira menunggu hingga tujuh hari suamimu lebih dulu." Wajahnya tersenyum ramah. Tampak wajah berwibawa dalam raut tua itu, tapi aku tak t
Setelah Sepuluh Tahun Pernikahan 30Damar Ar Rasyid"Mau kemana kamu? Nggak lihat bisnis Papa lagi kena masalah?" hardik papa saat aku hendak keluar kota. Aku telah membuat janji dengan kekasihku yang kusanggupi akan kunikahi di sebuah desa kecil. Dewi Saraswati namanya. Ia gadis yang baik, setia juga penuh cinta. Aku jatuh hati saat pertama kali melihatnya di taman kota. Ia sedang bercengkrama dengan beberapa temannya. Saat itu aku sedang berkunjung ke rumah saudara karena sebuah acara."Damar mau keluar, Pa!" sergahku. Aku tak ingin begitu saja mengabaikannya. Setidaknya aku akan memberi kabar bahwa aku harus membantu bisnis papa lebih dulu."Usiamu masih muda, bukan berarti kamu bisa senang-senang sesuka hati kamu! Kalau tidak belajar mulai sekarang, bagaimana kamu akan menjadi penerusnya kelak?" sahut papa. Aku sebagai anak tunggal tak mungkin bertindak ses
Setelah Sepuluh Tahun Pernikahan 31Lamaran Kedua"Ibu punya hadiah untuk Mbak Danisa," ucapku pada Danisa sambil menyerahkan sebuah bungkusan plastik kepadanya. Dengan cepat aku berjalan dari depan gang setelah turun dari angkutan umum untuk menyerahkan ini padanya. Pasti ia senang mendapati aku membawa hadiah ini mengingat tasnya sudah tak layak pakai.Namun, tanpa suara Danisa hanya melirik sekilas bungkusan yang masih berada dalam genggaman tanganku tanpa berniat sedikitpun untuk mengambilnya. Ia hanya duduk di atas ranjang sambil memeluk boneka kesayangan pemberian sang ayah. Tak menyerah, aku pun berusaha untuk terus membujuknya."Terimalah Mbak, pasti suka. Ini hadiah buat Mbak." Aku pun duduk di sampingnya sambil mendekap tas dalam kantong plastik yang belum mau ia terima."Enggak! Itu ibu dapatkan dari hasil kerja ikut Mbak Arum ka
Setelah Sepuluh Tahun Pernikahan 32Hari Pertama BekerjaMbak Ningsih telah membukakan pintu ruang tamu untukku yang baru datang sebagai asisten baru. Sebelum kami mulai bekerja, lebih dulu Mbak Ningsih membawaku untuk bertemu istri Tuan Bram."Jangan asal iya-iya aja dong, Pa! Gimana nama baik kita kalau Damar sampai batalin acara lamarannya? Papa ngga malu?!" Suara teriakan seorang wanita terdengar hingga tempatku dan Mbak Ningsih berdiri."Kalau anak nggak suka ya mau gimana lagi? Jangan memaksa kehendak kamu pada anak! Damar sudah dewasa, bukan anak kecil lagi!""Bukan maksa kehendak, Pa! Kemarin-kemarin sudah setuju. Bahkan sudah setuju untuk mengadakan acara lamaran. Masak sekarang gara-gara ketemu wanita di masa lalunya asal batalin semua acara yang sudah disusun? Malu dong, Pa!""Dari pada anakmu bercerai lebih
Setelah Sepuluh Tahun Pernikahan 33Restu IbuPekerjaan di halaman belakang telah selesai kukerjakan, namun Mbak Ning lebih dulu masuk. Kukembalikan peralatan yang telah kupakai di tempatnya semula dengan rapi. Lalu aku berjalan kembali masuk ke area dapur melalui pintu yang tadi kugunakan saat keluar.Kulihat Mbak Ning lari tergopoh-gopoh menuju pintu ruang tamu. Sepertinya ada seseorang yang memencet bel sehingga membuat Mbak Ning buru-buru untuk membukakan pintu.Aku hanya mengintip dari area dapur tanpa berani keluar seperti yang Mbak Ning lakukan. Aku melihat seorang ibu paruh baya dengan rambut di urai dengan indahnya berjalan masuk menuju ruang tamu. Ia berjalan bak model dengan tas menggantung di lengannya. Pakaian yang dikenakan perempuan itu pun tampak bagus, terlihat jika yang datang itu bukan wanita rendahan sepertiku."Ib
Setelah Sepuluh Tahun Pernikahan 34Hati Yang Mulai Terbuka"Motor siapa, Pak?" tanyaku saat aku sudah berada di hadapan bapak, ibu, dan ibu mertua. Mereka bertiga sedang duduk di ruang tamu bercengkrama bersama saat istirahat sejenak dari rutinitas persiapan acara pengajian untuk Mas Bima."Motor buatmu, Nduk. Sekarang kan kamu sudah bekerja, sengaja bapak belikan motor biar kalau berangkat kerja nggak perlu naik angkot lagi.""Bapak punya uang?" tanyaku menelisik sambil mendekat ke arah ketiganya. Kucium satu persatu tangan orang tuaku itu lalu aku duduk di sebelah mereka."Ya ada, Nduk. Kan Bapak juga kerja nggarap ladang. Sedikit demi sedikit hasilnya bapak tabung dan sekarang bisa buat belikan kamu motor ini. Bagus nggak?" Wajah bapak menunjuk motor yang terparkir di halaman rumah dengan dagunya. Sebuah motor matic keluaran terba
Setelah Sepuluh Tahun Pernikahan 35Ketahuan?"Awas jatuh ya?" teriakku pada Danisa juga Kirani yang sedang berlarian di sekeliling taman. Mereka berdua sangat menikmati acara jalan-jalan hari ini terlihat dari suara tawa mereka yang saling bersahutan sejak tadi."Iya, Ibu!" teriak keduanya.Aku dan Mas Damar hanya memandangi mereka dari atas kursi yang kami duduki. Sambil melihat kedua putriku berlarian aku berbincang dengan Mas Damar."Jadi kerja di mana sekarang?" tanya Mas Damar membuka obrolan.Aku terperanjat kaget mendengar pertanyaannya. Reflek kepalaku menghadap ke wajahnya."Kenapa kaget begitu?""Nggak apa-apa!" sahutku cepat berusaha menutupi rasa kaget saat mendengar pertanyaannya."Kerja di mana sekarang?" Mas Damar kemb
Setelah Sepuluh Tahun Pernikahan 36Anggota Keluarga BaruAku hanya bisa pasrah saat Mas Damar menggandeng tanganku menuju kamar mamanya. Orang yang selama satu minggu lebih ini berusaha kulayani dengan baik. Meskipun aku sudah tahu siapa dirinya namun aku tetap profesional menjalankan tugas yang Tuan Bram berikan. Bukan untuk mengambil hatinya, aku hanya bekerja sebagaimana mestinya dan sebagaimana yang telah Tuan Bram amanahkan padaku."Ma! Lihatlah bahkan calon mantu mama sudah lebih dulu mengenal mama sebelum aku perkenalkan!" ucap Mas Damar setelah membuka pintu kamar Bu Mala tanpa permisi lebih dulu. Ia langsung saja masuk menuju sebelah ranjang dekat meja rias tempat Bu Mala merapikan rambutnya.Seketika Bu Mala menoleh dengan kening berkerut. Beliau tak mengerti dengan apa yang putra tunggalnya ini ucapkan. Sedangkan aku hanya bisa menunduk pasrah menun
Setelah Sepuluh Tahun Pernikahan 37Kembali Dekat"Aku pamit ya, Mbak Ning?" ucapku setelah mengambil tasku di dalam ruangan khusus. Aku menghampiri Mbak Ning setelah kugantungkan tasku di pundak. Ia yang sedang asik dengan sapu di tangannya langsung menoleh ke arahku. Keningnya berkerut dan matanya menelisik tubuhku yang sedang berdiri di belakangnya sambil mengulurkan tangan untuk bersalaman."Pamit pulang aja kayak pamit mau berpisah lama sih, Mbak?" sungut Mbak Ningsih. Ia menerima uluran tanganku kemudian kembali lagi menyelesaikan pekerjaannya sebelum jam nya beliau membersihkan diri."Iya, Mbak. Aku pamit, besok udah ngga balik lagi ke sini," jelasku. Mbak Ning terperanjat mendengar ucapanku. Ia yang semula sedang memegang sapu untuk membersihkan halaman belakang kini semakin mendekat kepadaku yang masih tetap berdiri di tempatku semula."Eh