Share

KETAKUTAN

Author: Sri_Eahyuni
last update Last Updated: 2024-03-30 07:01:45

Celin mengeluarkan kentut yang begitu keras disertai dengan muntah-muntah, badannya terlihat begitu lemas nyaris seperti mau pingsan.

Meskipun tidak bersekolah tinggi namun setidaknya Mira tahu bagaimana caranya mengatasi anak yang sedang sakit, zaman sekarang tidaklah sulit untuk mencari informasi tentang apa saja karena kecanggihan internet. Ia pernah membaca tentang perut kembung dan cara mengatasinya.

Perut kembung ada berbagai macam penyebabnya, bila penyebabnya akibat penyumbatan usus (ileus obstruktif), area perut tersebut tidak boleh dipijat sedikit pun. Bila ingin memijat harus di periksakan dulu ke dokter apa penyebab kembungnya, jika tidak dilakukan pemeriksaan dan ternyata terjadi penyumbatan usus dan dilakukan pemijatan di area perut bayi akan semakin kembung dan usus semakin tidak bergerak akhirnya terjadilah mampet yang berakibat fatal dan harus segera di operasi.

"Lepaskan....!!" Mira menepis cengkeraman ibu mertua dan kakak iparnya dengan kuat. Seketika cengkeraman itu terlepas ia segera mengambil alih anaknya yang sudah tak berdaya tubuh Celin kotor dengan muntahan.

"Kalau terjadi apa-apa dengan putriku, aku tak segan-segan menuntut kalian.!!" Ancam Mira dengan geram. Kedua matanya masih berlinangan air mata.

"Celin akan segera sembuh, Mir, itu semua angin yang ada di dalam perutnya sudah keluar lewat kentut dan muntah. Justru kalau di biarkan semakin lama akan semakin berbahaya," balas mbah Darmi sang dukun pijat.

"Tuh denger sendiri kan kata mbah Darmi, sebentar lagi Celin akan sembuh jadi kamu tak perlu membawanya berobat. Biarkan dia istirahat, Mira. Ibu jauh lebih berpengalaman dalam mengurus anak ketimbang kamu, anak ibu ada empat semuanya belum pernah tuh masuk rumah sakit kalau sakit ya dipijat saja langsung sembuh," sahut bu Fatma. Semua orang setuju dengan pendapat dukun kampung, termasuk dirinya.

Tanpa menunda waktu lagi Mira tak menggubris ocehan mereka, setelah selesai memakaikan baju untuk Celin ia segera menggendongnya dan berlalu pergi dari rumah. Mira mencari bantuan tetangga yang mau mengantarkan dirinya ke puskesmas.

"Dasar belagu dibilangin orang tua kok seenaknya sendiri, memang situ udah nggak butuh bantuan lagi sama kita apa?!" ucap Putri mengumpat Mira. Namun wanita bermata teduh itu benar-benar sudah tak punya waktu untuk meladeni segala ucapannya.

Setelah mendapat bantuan dari tetangga, Mira segera menuju ke puskesmas. Perjalanan sampai ke puskesmas memakan waktu empat puluh lima menit, sesampainya Celin langsung di tangani oleh dokter yang berjaga, Mira merasa sangat takut bila terjadi apa-apa dengan Celin karena tubuhnya sudah sangat lemas.

Mira berjalan mondar mandir di depan ruang UGD yang tertutup, kedua tangannya bertaut saling menggenggam dan berada pada bibirnya yang terus melafalkan do'a untuk kesembuhan Celin.

Beberapa menit kemudian, pintu tersebut terdengar dibuka dari dalam. Mira menatap seorang dokter berhijab dengan harap-harap cemas.

"Bagaimana dok keadaan, Celin??" tanya Mira. Wajahnya menggambarkan kekuatiran dan kecemasan.

"Untung saja, Mbak Mira, segera membawanya ke sini. Andai telat sebentar saja kemungkinan nyawa Celin tidak dapat diselamatkan lagi. Hasil dari pemeriksaan tadi tidak di temukan tanda-tanda adanya perut kembung dan lainnya. Tetapi saya sarankan untuk membawa Celin ke rumah sakit besar untuk di Rontgen, apalagi tadi Mbak Mira bilang habis dipijat kan? Khawatirnya ada luka atau infeksi di dalam perut. Saya sarankan untuk bagian perut jangan pernah dipijat ya, Mbak, semoga kejadian ini menjadi pelajaran untuk Mbak Mira ke depannya." Terang dokter wanita yang sudah berumur namun masih terlihat sangat cantik itu dengan lembut dan panjang lebar.

Ruangan yang berwarna serba putih itu menjadi saksi bisu betapa hancurnya perasaan Mira sebagai seorang Ibu. Pandangan matanya melongok ke dalam ruangan dimana tubuh Celin yang lemas di baringkan di atas brankar ranjang rumah sakit dengan selang infus yang berada di tangannya. Kedua mata Celin nampak terpejam, kedua matanya sembab. Celin tertidur setelah obat tidur di suntikkan ke dalam cairan infus.

Sebelumnya Mira sudah memberitahu keadaan Celin kepada dokter tentang keadaannya dan apa yang membuat Celin sampai seperti itu.

Kini kekuatirannya semakin menjadi setelah mendapat penjelasan dari dokter yang menangani Celin.

"Baik, Dok, lakukan apa saja yang terbaik untuk, Celin. Aku mohon selamatkan putriku, Dok," pinta Mira dengan tatapan sendu dan memohon. Ia tak kuasa menahan cemas dan takut yang luar biasa, bahkan perutnya yang terasa kram saja tak ia hiraukan.

Dokter bername tag Luna segera berpamitan untuk kembali ke ruangannya guna mempersiapkan apa saja yang di perlukan Celin untuk ke rumah sakit.

Satu jam telah berlalu Celin sudah berada di dalam mobil ambulance untuk menuju ke rumah sakit. Celin juga sudah sadar kini ia berada di pangkuan sang Ibu dan terus menangis merasakan sakit, jarum infus yang melekat di tangannya membuat ia merasa tidak nyaman.

"Bunda... akit, Bun. Pelut aku akit...." rengek Celin. Ia tiada henti mengeluhkan perutnya yang sakit membuat hati Mira semakin perih. Mira hanya bisa mengucapkan sabar untuk menenangkan Celin yang belum tahu apa arti sabar.

Perjalanan tidak sampai tiga puluh menit kini mereka sudah sampai di rumah sakit, Mira sampai lupa tak menghubungi Irfan karena terlalu sibuk. Apalagi ponsel dalam keadaan kritis, kartu dalam masa tenggang serta sama sekali ia tak memiliki kouta internet. Kini lengkaplah sudah penderitaan Mira.

Dua jam lamanya Dokter baru saja selesai memeriksa keadaan Celin. Mira yang duduk segera berdiri menghampiri Dokter lelaki berkaca mata yang baru selesai menangani putrinya.

"Bagaimana, Dok, keadaan Celin. Dia baik-baik saja kan, nggak ada yang perlu di khawatirkan?? Tolong, beri kesembuhan untuk putriku, Dok." Mira segera memberondong sang dokter dengan pertanyaan. Ia tahu bahwa penyakit dan obatnya milik Allah, tetapi ia tak tahu harus mengadu dan meminta pertolongan kepada siapa selain kepada Dokter sebagai perantara Tuhan.

Dokter tersebut memandang Mira dengan tatapan Prihatin, Mira terlihat jelas sangat menyedihkan dengan wajah yang penuh keringat, mata sembab, rambut terkuncir kuda namun acak-acakkan, baju kusam dan nampak robek di sela-sela ketiaknya.

"Wanita itu nampak rapuh dan sepertinya tengah berjuang sendiri tanpa ada suami dan keluarga lain yang menemaninya," ucap lelaki berkaca mata. Tentu saja dirinya hanya mengucapkan di dalam hati tanpa tega mengutarakannya.

Waktu terasa melambat bagi Mira, ia menanti keterangan Dokter seperti menanti undian lotre. Harap-harap cemas, itulah yang ia rasakan.

"Maaf, Bu, saya harus menyampaikan kabar yang kurang baik. Putri, Ibu, mengalami..." Reyhan ragu untuk menyampaikan kenyataan yang di alami Celin. Ia tak sanggup melihat Mira yang terlihat rapuh tak mampu menopang tubuhnya.

Sejak tadi adzan magrib akan segera tiba, namun Mira belum juga mendengar panggilan Allah dari arah mana saja. Ia berpikir jarum jam berhenti berputar karena tercium bau-bau obatan rumah sakit.

"Putriku kenapa, Dok?" tanya Mira. Bukannya segera menjawab Dokter Reyhan itu justru membenarkan kaca matanya lalu berdehem.

"Eheemm...!"

Deheman Dokter Reyhan membuat kesabaran Mira yang nyaris habis itu terkuras.

"Katakan, Dok, apa yang terjadi pada Celin. Cepat katakan..!!" desak Mira tanpa lelah. Ia menanti kalimat yang keluar dari bibir dokter Reyhan, berharap semuanya akan baik-baik saja.

"Sebenarnya, Celin....."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Setelah Tiga Tahun Berpisah    Part Ending

    "Raka, kamu beneran ngasih ini semuanya buat kami?" tanya Amira setelah ia melihat mas kawin yang diberikan suaminya."Iya, Mir. Semuanya buat kalian, dan masih banyak lagi yang akan aku berikan buat kalian salah salah satunya kasih sayang," balas Raka."Masya Allah, Raka. Aku enggak meminta harta yang berlimpah, aku hanya meminta kasih sayang dan tanggung jawabmu, tetapi kenapa kamu memberiku sebanyak ini. Dari mana kamu dapatkan ini, Rak? Bahkan kamu bisa menyiapkan semuanya sebaik ini. Apa jangan-jangan kamu keluarga Sultan?" tanya Amira dengan kedua mata yang berkaca-kaca.Setelah selesai akad mereka naik ke atas panggung untuk sesi pemotretan dan lainnya."Iya, semua yang mengurus orang-orangku dari Bali. Hartaku di Bali sangat berlimpah dan aku yakin tidak akan habis di makan tujuh belas turunan. Kamu jangan ngomong kayak gitu, kamu dan anak-anak segalanya untukku. Jadi milikku juga jadi milikmu," ucap Raka menghapus air mata Amira yang mulai berjatuhan."Jangan nangis, Mir. Nan

  • Setelah Tiga Tahun Berpisah    Ikatan Baru

    Hari Minggu yang dinanti akhirnya tiba. Di sebuah ruangan dengan cermin besar berhias lampu, Amira duduk tenang, matanya menatap pantulan wajah yang perlahan berubah semakin memukau di tangan MUA terbaik yang telah dipilih oleh anak buah Raka. Jemarinya yang halus menyentuh gaun yang menjuntai indah, seolah merasakan kehangatan hari istimewa yang sudah di depan mata.Sementara itu, di sudut lain ruangan, Celine, putrinya yang ceria, tak bisa menyembunyikan kebahagiaannya. Gadis kecil itu duduk dengan riang saat dirinya dipakaikan gaun yang membuatnya tampak seperti seorang putri dari negeri dongeng. Senyumnya mengembang, matanya berbinar, membayangkan momen di mana ia akan berjalan di samping Amira, dan akhirnya, memiliki seorang ayah. Hari ini bukan hanya hari untuk Amira, tapi juga untuk Celine, yang merasa dunia kecilnya kini lengkap dan penuh cinta.Jantung Amira berdegup semakin cepat seiring waktu berlalu. Pernikahan kali ini terasa jauh lebih mendebarkan dibandingkan sebelumnya

  • Setelah Tiga Tahun Berpisah    Amira Mendapat Cemoohan

    Pikiran Raka melayang-layang di dalam kecemasan, keluarganya di Bali, terutama Ajik dan Biyang—ayah dan ibunya, punya pandangan yang sangat tradisional tentang pernikahan. Status Amira sebagai seorang janda membuat segalanya terasa lebih sulit.“Halo, Bli. Saya sudah menyampaikan pesan kepada Ajik dan Biyang,” suara Pak Wayan terdengar dari seberang sana, tenang namun sedikit berat.Raka terdiam sejenak, mencoba meredakan degup jantungnya yang semakin cepat. “Bagaimana keputusan mereka, Pak?” tanyanya, tak mampu menyembunyikan kegugupannya.Di seberang telepon, Pak Wayan terdiam beberapa saat. Keheningan itu semakin membuat Raka gelisah. Ia tahu betul betapa keras kepala keluarganya dalam urusan pernikahan. Seandainya Amira tidak mendapat restu hanya karena statusnya, ia sudah bertekad tidak akan pernah kembali ke Bali—tanah kelahirannya yang selama ini ia jaga dalam hati.“Ajik dan Biyang setuju, Bli,” akhirnya Pak Wayan berbicara, suaranya terdengar lebih ringan. “Mereka sudah meres

  • Setelah Tiga Tahun Berpisah    Cahaya Di Tengah Perjuangan

    Amira menarik napas dalam-dalam. Rasa haru memenuhi dadanya. Setiap kata yang diucapkan Raka menyentuh hatinya, meski keraguan masih bergelayut di pikirannya. Dengan Bismillah, ia akhirnya berkata, "Iya. Aku."Raka tersenyum lebar, matanya berbinar penuh kegembiraan. "Alhamdulillah, terima kasih, Mira. Terima kasih sudah mau menerimaku. Jujur, aku merasa hidupku kembali berwarna sejak bertemu kamu."Amira tersenyum tipis, "Aku juga bersyukur bisa ketemu sama kamu." Mereka saling tersenyum dan menatap satu sama lain, seakan-akan dunia di sekitar mereka menghilang. Hanya ada mereka berdua, tenggelam dalam keheningan yang penuh makna, seolah-olah waktu berhenti dan semua yang mereka butuhkan hanyalah kehadiran satu sama lain."Aku mau kita menikah Minggu depan ya, aku udah enggak sabar ingin menghalalkanmu, Mir," ujar Raka serius."Hah! Kamu beneran? Nikah itu bukan permainan, Rak, kita harus mengurus ini itu dan banyak hal yang harus di urus. Paling tidak dua bulanan lah," balas Amira.

  • Setelah Tiga Tahun Berpisah    Keputusan Di Senja Hari

    Setengah jam kemudian mereka sudah sampai di parkiran pelataran gedung bioskop. Mereka berempat akhirnya turun dan masuk ke dalam gedung.Suasana lumayan ramai, kebanyakan pengunjung para muda-mudi dan para keluarga kecil yang ingin mencari hiburan di tempat ini.Raka segera membeli tiket. Setelah itu, tak lupa ia juga membeli cemilan untuk teman mereka nonton sebentar lagi. Kini dua popcorn berukuran jumbo dan empat minuman sudah berada di tangan mereka.Mereka bergegas masuk ke dalam studio yang sebentar lagi akan menayangkan film yang diinginkan Celine dan Kenzo. Mereka langsung mencari tempat duduk yang tadi sudah di pesan, tempat duduk di bagian tengah. Lokasi ternyaman di ruangan ini.Mereka berempat duduk di kursi tersebut. Celine dan Kenzo di tengah, Celine di sebelah kiri Raka sedangkan Kenzo di sebelah kanan sang bunda. "Aku udah enggak sabar, Om, nonton filmnya," ujar Celine."Iya, ini sebentar lagi mau di putar. Sabar ya," balas Raka sembari mengusap pucuk kepala Celine d

  • Setelah Tiga Tahun Berpisah    Dalam Dekapan Kebersamaan

    Raka serta Amira dan Kenzo menjemput Celine ke sekolah. Mereka berencana untuk jalan-jalan dan makan bersama. Raka mengendarai mobil Amira menuju sekolahan Celine. Raka memutar kemudi perlahan, lalu menepikan mobil di bawah bayangan pohon besar yang menaungi gerbang sekolah. Cuaca siang itu terasa hangat, namun teduh karena dahan pohon yang melindungi dari teriknya matahari. Amira menghela napas ringan saat melihat anak-anak mulai berlari ke arah gerbang, beberapa diantaranya tersenyum lebar menyambut orang tua mereka. “Kita sudah sampai,” ujar Raka seraya mematikan mesin mobil. Ia memandang sekilas ke arah Amira yang tampak sibuk menatap keluar jendela. "Ya, akhirnya. Semoga Celine segera keluar," jawab Amira sambil membuka pintu mobil. Suaranya terdengar lembut, namun ada sedikit nada kelelahan. Sedangkan Kenzo anteng duduk di kursi barisan kedua sambil makan permen lolipop. Begitu Amira menginjakkan kaki di trotoar, angin segar menyapu wajahnya. Ia memicingkan mata, mencoba me

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status