Share

Part 4

Author: Ummi Salmiah
last update Last Updated: 2023-05-09 02:44:17

Ternyata kami benar-benar dipanggil, Sinta terlihat pucat dengan gengnya. Sementara aku tetap santai, siapa yang ingin menjadi janda? Andai dia tahu sakitnya dibuang dan ditelantarkan begitu saja. Om-om? Darimana dia mendapat ide sejahat itu. Biarkan saja, selama tidak ada bukti, tidak perlu capek untuk meladenin hal-hal yang tidak penting.

 

Kami berempat dikumpulkan di ruang pertemuan, dari jauh Andra melihatku seperti ingin membantu. Aku sudah benar-benar melupakan Andra dalam kondisi apa pun, bagiku Andra adalah masa lalu meski jujur, Andra memang sangat memesona.

 

"Silahkan duduk!" suasana terasa menegangkan, jika memang dibutuhkan pembenaran dipastikan nama baik Andra akan tercemar.

 

"Kenapa kalian mempermasalahkan rekan sejawat kalian yang menjadi janda, saya sudah membaca biodata dari dokter Nadhine dan sangat jelas dia menulis di identitas statusnya jika dia seorang janda. Mungkin kalian kurang update!" aku lumayan terkejut, perasaan selama ini tidak ada yang tahu jika aku janda kecuali Reyhan. Apa ini hanya akal-akalan dokter ini saja.

 

"Wajar, lah, kami penasaran, pak. Selama ini dia yang paling kere diantara kami, orang tuanya hanya seorang tukang becak. Orang tua kami saja hanya mampu membiayai kami sampai gelar dokter sementara dia sampai gelar dokter spesialis. Hal itu dari dulu membuat kami cemburu." Sinta membela diri.

 

"Tapi bukan membuat fitnah, Sin." Aku mulai membuka suara. Jika tidak ada surat perjanjian yang kubuat dengan ibunya Andra mungkin sudah kubuat pengumuman bahwa aku adalah janda dari dokter Andra yang terhormat!

 

"Itu fitnah yang kalian lakukan dengan dokter Nadhine, kita tidak tahu mungkin selama ini dokter Nadhine bekerja dengan giat, atau ...." Direktur itu diam, kenapa dia tidak melanjutkan ucapannya?

 

"Atau apa?" tanyaku, jangan-jangan ini hanya akal-akalan dia saja!

 

"Baiklah, jika dokter Sinta tidak membuat klarifikasi saya pastikan mulai besok dokter Sinta dan rekan yang menghina dokter Nadhine tidak bekerja lagi di rumah sakit ini." Sinta diam, terlihat dia panik. Ada rasa yang tidak bisa dijelaskan, karena ada laki-laki yang berani membelaku. Meski kata atau ... Yang dia pakai membuatku kurang simpati padanya.

 

"Iya, Pak. Kami akan buat klarifikasi."

 

"Buat klarifikasi di web rumah sakit, biar semua baca. Pakai surat dengan tanda tangan bermaterai agar jika terulang lagi tidak ada ampun bagimu!" tatapan mata Sinta masih sinis, dan aku hanya tersenyum puas melihatnya. Kuakui Anak pemilik rumah sakit ini memang luar biasa membuat Sinta dan gengnya bertekuk lutut. Harta, tahta dan jabatan memang membuat nyalinya ciut.

 

Sinta ke luar ruangan, aku juga ikut ke luar setelah pamit. Ketika sampai di depan pintu,   Direktur itu berteriak.

 

"Jangan terlalu ge-er, aku hanya membela yang benar!" idiih siapa juga yang geer, aku berlalu tanpa memedulikannya. Ketika membuka pintu dia berseru lagi.

 

"Belajarlah berterima kasih, jangan nyelonong keluar!" tadi mau ucapin terima kasih bambang! 

 

"Makasih, sering-sering membela yang benar, pak!" matanya mendelik tidak percaya, aku berkata demikian.

 

Hari yang menegangkan, sekaligus menyenangkan minimal musuh satu sudah bisa dikendalikan. Dari jauh kulihat Andra masih menunggu, apa dia penasaran? Ah, biarlah, kali ini aku harus buktikan bahwa anak tulang becak ini bisa berprestasi. 

 

"Nadhine ...." Andra memanggilku, mungkin harus diberi penegasan biar kami sama-sama plong!

 

"Ada apa lagi? Delapan tahun yang lalu kita sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi, disini tempatku mencari nafkah jika dokter Andra mempermasalahkanku silahkan lakukan sesuka hatimu, yang jelas aku sudah mengubur hatiku untukmu dan keluarga terhormatmu, Dok!" Dia diam tidak menyangka aku berani melawannya.

 

Nadhine wanita yang sopan dulu telah hilang beserta segala rasa yang ada!

 

***

Kurebahkan badanku memandang langit-langit di kamarku. Terlalu banyak yang kulewati hingga sampai saat ini. Bekerja siang malam, untuk mengumpulkan pundi - pundi uang. Aku tidak pungkiri pesangon orang tua dokter Andra senilai seratus lima puluh juta yang membuatku bisa menjadi dokter spesialis. 

 

Namun, dua tahun belakangan ini sudah bisa kukumpulkan, jaga-jaga jika ibunya Andra menagih uang yang dia berikan. Dalamnya lautan bisa diselami, tapi dalam hati manusia tidak ada yang tahu. Sebenarnya ingin kubalas semua penghinaan Andra dan keluarganya. Ayahku memang seorang tukang becak dan aku bangga dengan itu. 

 

Tak ingin melakukan kesalahan yang sama lagi! Mengubur masa lalu ternyata tidak mudah.

 

***

Udara pegunungan memang paling pas untuk relaksasi diri, tinggal disini sangat cocok untuk menghilangkan gejolak yang ada.  Aku memang masih tinggal di kontrakan agar bisa menabung.  Bagiku tidak mudah sampai ke titik ini, tapi untungnya bisa dilewati. Saatnya bangkit dengan menghilangkan bayangan masa lalu. Dan sekarang semua orang sudah mengetahui aku janda, saatnya tebal telinga!

 

 

 

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Fransisko Vitalis
makin seru...dr kok pada ribut
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Sewindu Setelah Berpisah   Sewindu Merindu (Ekstra Part)

    Masuk trimester ketiga kondisi Nadhine semakin berbeda. Bukan hanya kaki, tapi tangan dan wajahnya juga bengkak. Hari ini dia memintaku untuk mengajaknya ke pantai. Pantai dekat kampung halamannya. "Sayang, jika aku tiada nanti. Berjanjilah untuk selalu bahagia." Ucapan itu mungkin sudah sekian ratus kali Nadhine ucapkan ketika bersamaku. Di bibir pantai aku duduk dengannya. Kami bernostalgia tentang cinta kami dan kenangan di kedokteran. Sesekali dia tertawa, tapi justru aku yang terluka. Aku seperti bersama dengan orang yang akan pergi jauh. Pergi selama-lamanya. "Han, wasiat dokter Andra lebih baik dimanfaatkan dengan sebaik mungkin. Rumahnya kembalikan saja ke adik-adiknya yang lebih berhak. Kudengar mereka ngontrak dari satu tempat ke tempat yang lain. Kalau uangnya mungkin bisa dibuatkan sebuah yayasan penderita jantung. Agar kebaikannya mengalir terus menerus." Aku hanya mengangguk, meski setiap kata yang terucap dari Nadhine membuatku hancur.***Aku bahkan tak tenang kerja

  • Sewindu Setelah Berpisah   Sewindu Setelah Berpisah (TAMAT)

    ***Menjelang melahirkan bahkan aku tak bisa tidur malam lagi. Kaki yang bengkak ini membuatku sulit untuk berjalan. Badanku mulai terasa berat, nafasku bahkan sudah tak beraturan. Namun, aku sadar diri sebisa mungkin tak ingin membuat Reyhan panik. Aku sudah berusaha seperti wanita hamil lainnya banyak gerak menjelang melahirkan."Sayang diam saja, jangan terlalu banyak gerak.""Harus banyak gerak sayang, biar dedek sehat dan bunda kuat." Reyhan hanya tersenyum. Namun, kutahu dia lebih panik dariku menjelang persalinan"Sehat-sehat ya, dedek dan bunda." Dia memegang dan mencium perutku."Sayang kenapa tidak kerja?" tanyaku heran melihatnya belum siap 

  • Sewindu Setelah Berpisah   Part 93

    Hari semakin hari kehamilanku terasa berat. Aku sudah resign dari rumah sakit. Mudah lelah dan sering sesak nafas membuatku tidak nyaman. Namun, tak menyurutkanku untuk menghadirkan buah hati ini. Jika waktuku tiba ada anak yang menjadi penyemangat Reyhan nanti. Kujalani semua ini dengan ikhlas dan berharap semua kebaikan bertumpu kepada kami.Reyhan terus memenuhi segala keinginanku. Aku bukannya tak mau dia merasakan apa yang kurasakan, tapi setiap melihatku Reyhan selalu menangis, entah apa yang ditakutkannya. Bahkan Reyhan tidak akan tidur jika aku belum tidur aku dibuat seperti bayi. Dijaga dan dirawat sebaik mungkin padahal aku tahu dia sangat capek bekerja dari pagi."Apanya yang sakit?""Gak ada, sayang. Bunda sama calon dedek sehat." Aku berusaha untuk selalu tersenyum, tapi guratan kesedihan dalam diri Reyhan tak bisa disembunyikan. Bahkan aku tak mengeluh sedikit pun di depannya. Ini kare

  • Sewindu Setelah Berpisah   Part 92

    Satu tahun kemudian ....Entah mengapa hari ini badanku terasa lemas sekali, ingin rebahan saja. Ada rasa mual yang mendera. Apa aku magh? Setiap makanan yang masuk langsung aku muntahin."Sayang kenapa pucat?" tanya Reyhan yang panik baru pulang kerja. Aku hari ini tidak masuk kerja, biasanya kami selalu pulang bersamaan, Reyhan takut jika aku pulang sendiri."Iya, sayang, pusing.""Ayo tidur dulu." Aku menggeleng, tidur pun tak enak soalnya."Kenapa?""Capek tidur, rasanya mual." Aku berlari ke kamar mandi untuk muntah-muntah lagi.Oek ... oek ...oek Ya Allah capek sekali rasanya muntah-muntah terus dari pagi. Reyhan terlihat panik, karena dari pagi memang aku hanya lemas saja tidak sampai muntah-muntah."Sayang ....""Kenapa sayang?"Semua pelayan terlihat panik melihatku yang muntah-muntah. Bagaimana tidak? Aku pucat dari pagi tidak ada makanan yang bisa masuk, mual dan muntah menjadi satu."Sayang mau makan apa?" tanya Reyhan."Pengen mangga muda, sayang. Dari pagi mangga muda it

  • Sewindu Setelah Berpisah   Part 91

    "Lagi buka apa, sayang?" Reyhan tiba-tiba masuk menanyakan amplop yang akan kubuka."Ini, sayang. Bukannya ini punyaku?" tanyaku yang penasaran."Iya, sayang itu punyamu." Reyhan nampak tenang, tidak ada gelagat yang mencurigakan. Aku membuka isi amplop itu, tapi semua hasil normal tak ada yang harus kukhawatirkan. Itu berarti aku masih punya kesempatan untuk hamil."Han ....""Iya, sayang, kenapa?""Aku khawatir rahimku bermasalah?" Reyhan mengenggam tanganku, dia duduk dibawah renjang sementara posisiku di atas ranjang. Dalam kelembutan dia menatapku seperti merasakan kegalauan yang kualami."Allah itu mengikuti prasangka hamba-Nya. Kita harus berprasangka baik agar semua yang kita harapkan berakhir baik. Abang bersyukur masih bisa melihatmu dan berada didekatmu, sayang." Aku seperti merasakan kode bahwa sebenarnya akan sulit bagi kami memiliki anak."Aku hanya ingin membuatmu bahagia, Han.""Melihat senyummu saja sudah anugerah yang luar biasa bagiku, sayang. Tidak mudah bagi kit

  • Sewindu Setelah Berpisah   Part 90

    Tak terasa sudah sampai di rumah, mami sudah siap salat magrib. Sementara Rachel belum pulang dari rumah sakit, pasti sangat macet di jalan. "Alhamdulillah kalian sudah sampai," ucap mami. "Mana Rachel, Mi? Apa dia balik lagi ke rumah sakit setelah makan siang tadi?" tanya Reyhan yang belum melihat adik manisnya. "Belum pulang, paling macet di jalan. Iya tadi adikmu balik, dia menggerutu tidak kuat jadi direktur di rumah sakit." Aku hanya senyum-senyum mendengar mami cerita. "Bawa apa, Nak?" tanya mami yang melihatku membawa amplop besar. Reyhan menjelaskan ke mami, hasil pertemuanku dengan Jihan dan Laras. "Ujian dan musibah terkadang membuat orang semakin dewasa, ya, Rey." Ayah ikut bergabung bersama kami. "Kalian mandi, ya, udah mau magrib," ucap mami. Kami mengangguk dan bersiap ke kamar, suara deru mobil Rachel memasuki halaman rumah. Dia pasti belum tahu akan dipinang oleh dok

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status