Share

"7-GENIUS ROSE"

Pulao O, dan masih di Villa Leon.

Jasmine yang melihat Leon sudah babak belur muntah darah, tak memiliki kesan sedikit pun. Seolah, Leon bukanlah apa-apa atau sesuatu yang harus di perhitungkannya. Sementara Leon yang menatap Jasmine penuh cinta, terus tersenyum seperti orang bodoh.

“Cih! Kurasa, belaianku yang sangat lembut itu, sudah membuat otakmu bergeser ya?” ejek Jasmine.

“Hm! Kau sangat mengenaliku rupanya, bebie. Jadi, bagaimana kalau kita lanjutkan pertarungan ini di ranjang saja.” Leon menggoda Jasmine dengan tatapan penuh napsu.

“Ya! Kau!” Jasmine terprovokasi.

Dengan rasa kesal yang setinggi gunung Himalaya, sedalam samudra Hindia, Jasmine kembali hendak menghantam Leon.

Leon bersiap dengan senang hati, menyambut bogem mentah dari bebie tercinta-nya. Namun belum lagi kepalan kuat Jasmine mendarat di wajah Leon, tiba-tiba....

Bruk! Jasmine jatuh bersimpuh dihadapan Leon. Serangan sakit di kepalanya kambuh. Jasmine seketika tak sadarkan diri. Leon panik. Diraihnya tubuh Jasmine kepelukannya.

“Bebie, sayang, bangunlah,” Leon menepuk pelan pipi Jasmine. Tapi wanita itu bahkan tak bergerak sedikitpun.

“Ya! JASMINE! Bangun kataku!” bentak Leon, prustasi.

“L!” teriak Leon memanggil tangan kanannya.

Dan benar saja, satu panggilan Leon berhasil membuat L, si tangan kanan muncul mirip ninja hatori.

“Siapkan mobil. Kita ketempat Brasto!” Leon lalu menggendong tubuh lemah, Jasmine.

L mengangguk dan bergegas menunaikan tugasnya.

Sementara itu, si bocil Rose yang semenjak tadi hanya menonton dari lantai dua, mengekor Leon dari belakang.

“Sayang, kau di rumah saja. Daddy akan membawa Mommy kerumah sakit. Jangan kemana-mana. L akan menemanimu nanti, oke.” Leon mencium kilat kening si bocil Rose, kemudian masuk mobil.

Si bocil Rose di tinggal sendiri di halaman Villa Leon. Mobil Leon melesat cepat menuju tempat Brasto.

“Hm! Sekarang!” ucap si bocil Rose yang tenyata sedang menelpon seseorang.

Tak berapa lama, sebuah mobil sport hitam berhenti tepat di hadapan si bocil Rose.

Tak buang waktu, si bocil Rose lalu masuk ke dalam mobil. Sedetik kemudian, sport hitam si bocil Rose ikut menghilang dari area Villa.

*

Ruang Lab Brasto.

“Bagaimana?” tanya Leon saat melihat sobatnya itu keluar dari ruangan Jasmine.

Brasto lalu melepas masker dan sarung tangannya.

“Tunggu aku di ruanganku.” ucap Brasto sembari berjalan ke arah yang berbeda dari ruangan Jasmine.

15 menit kemudian.

Ceklek! Brasto muncul dengan dua cup coffee di tangannya.

“Ya, bagaimana? Apa yang terjadi? Apa Rose-ku baik-baik saja. Apa kau bisa menyembuhkannya?. Ya! kau ini, setidaknya jawablah aku. Jangan hanya menatapku seperti orang bodoh. Aku bukanlah dukun sakti yang bisa membaca pikiranmu. Buka mulutmu dan bicara.” Leon benar-benar kehilangan kesabarannya.

“Minumlah, dan tenangkan dirimu.” Brasto menyodorkan satu Coffee cup, pada Leon.

Brasto lalu duduk di sofa, berhadapan dengan Leon.

“Kau bilang, wanitamu itu mempunyai seorang adik perempuan?” tanya Brasto, santai.

“Em. Rose selalu menyebut tentang adiknya ketika aku meminta waktu lebih, saat kami sedang bersama.” jawab Leon, mulai tenang.

“Lalu, wanita yang saat ini terbaring itu. Rose kah? Adiknya kah?” Brasto kembali bertanya dengan wajah tak kalah tenang.

“Apa maksudmu?” Leon sedikit bingung.

“Jawab saja,” ucap Brasto sembari menenggak kopi di tangannya.

“Entahlah, hatiku berkata di Rose-ku. Namun dia berkata dia adalah Jasmine. Sementara aku memang tak tau seperti apa rupa Jasmine yang asli. Hingga kemaren, sempat kulihat wajah Rose dan Jasmine yang ternyata memang sangat mirip di ponsel Jasmine.” jelas Leon, singkat.

“Hmm, jadi begitu rupanya. Cukup masuk akal!” Brasto mengangguk, paham.

Leon menatap sobatnya itu tak mengerti.

“Ada apa? Apa kau menemukan sesuatu?” Leon memandang wajah sobatnya itu, penasaran.

“Huhft, aku tak tau harus mulai dari mana. Tapi pertama-tama, berterimakasihlah padanya. Jika tak ada dia, mungkin kau selamanya akan terjebak di antara Rose dan Jasmine.” Brasto menunjuk tuyul berambut panjang di balik pintu.

Dan benar saja, si bocil Rose sudah berdiri bersandar tembok sambil melipat kedua tangannya di dada.

“Rose. Apa yang kau lakukan disini sayang?” Leon menatap putri cantiknya, kaget.

Si bocil Rose lalu berjalan mendekati Leon dan duduk di sampingnya.

“Tentu saja untuk membantu mu lah.” jawab si bocil Rose, Badas.

Leon lagi-lagi mengernyitkan dahinya. Tatapan bingungnya kini beralih pada Brasto.

“Aku menjemputnya tadi. Dan membawanya kemari.” Brasto menatap santai Leon.

Ternyata Brasto adalah orang yang dihubungi si bocil Rose tadi. Leon makin tak paham situasinya.

“Kalian saling mengenal? Sejak kapan? Oh ayolah, katakan sesuatu atau aku akan menjadi gila saat ini juga.” Leon yang merasa sakit kepala menatap tajam pada Brasto.

“Hm..., ternyata benar apa kata Mommy. Kau akan berubah bodoh jika itu menyangkut tentang Mommy.” si bocil Rose mengejek Leon.

Brasto cekikikan melihat tingkah ayah dan anak itu. Leon menatap tajam Brasto, seolah ingin menelannya hidup-hidup. Brasto merasa terancam.

“Ah, baiklah, baiklah. Cukup! Dengarkan aku. Dalam kasus mu ini. Aku memiliki dua kabar. Lalu, kau mau dengar yang mana dulu?” Brasto berubah serius.

“Katakan sesuka mu. Tapi kuperingatkan! Gunakan bahasa manusia dari palanet Bumi dan mudah ku mengerti, atau kau tak usah bicara lagi selamanya!” Leon menatap Barsto, dingin mencengkam.

Brasto telan ludah kasar. Meski mereka adalah teman lama, tapi aura mengancam Leon, adalah satu-satunya yang paling mengerikan bagi Brasto.

“Em, ekhem. Baiklah aku akan mulai. Tentang wanita yang sedang terbaring saat ini, sudah jelas dia adalah ibu dari bocah di samping mu itu. Dan tentu saja, kau adalah ayah dari si bocil cantik ini. Jika di lihat dari hubungan darah kalian bertiga, maka bisa dipastikan, wanita yang terbaring itu adalah Rose. Karena kau berkata tak pernah mengenal Jasmine sebelumnya.”

“Lalu, mengapa dia tak mengenaliku kemaren dan bahkan hingga sebelum pingsan tadi. Dia terus menyebut dirinya Jasmine, apakah Rose hilang ingatan, atau kah hanya berpura-pura lupa didepanku?” Leon masih tak memahami sesuatu.

“Bukan lupa ingatan. Melainkan DIBUAT LUPA!” si bocil Rose menyahut dengan tenang.

Leon dan Brasto menatap si bocil Rose. Sedetik ada aura berbeda dari bocah 5 tahun itu. Tapi Leon berusaha menepisnya, “Tidak, dia hanya anak-anak.” Begitulah isi pikiran Leon saat melihat putri cantiknya.

“Sayang, apa maksudmu?” tanya Leon, lembut. Leon seolah tak menyadari keanehan pada si bocil Rose.

“Aku pernah mendengar Kakek menelpon seseorang dan membicarakan tentang terapi yang Mommy rutin lakukan. Ku pikir itu seperti terapi kejiwaan biasa. Karena dari yang kutahu, Mommy sangat terpukul atas kematian Bibi Jasmine. Hanya saja ternyata aku salah. Penyelidikanku akhirnya menemukan sebuah fakta. Terapi yang Mommy lakukan, ternyata adalah sebuah hipnotis seperti penanaman memori orang lain dan membentuknya menjadi orang tersebut. Dari situlah aku tahu bahwa Mommy adalah Rose bukan Jasmine. Dan jika kau bertanya untuk apa Kakek melakukan itu. Maka jawabannya adalah...,” belum lagi si bocil Rose menyelesaikan penjelasannya.

“AKU SENDIRI YANG AKAN MENCARI TAU!!!” Rose muncul dari balik pintu dengan aura membunuh yang menghitam.

*

*

*

Happy Reading...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status