Masih di Villa Leon.
Di ruang makan.
“Mommy, Daddy.” sapa si bocil Rose yang melihat Jasmine dan Leon muncul bersamaan.
“Pagi sayang.” Jasmine lalu mencium kepala si bocil Rose yang duduk manis sambil memegang gelas susu.
“Apa tidurmu nyenyak?” Leon ikut mencium kepala si bocil Rose, dengan lembut.
“Em.” jawab si bocil Rose, polos.
“Lalu, bagaimana dengan kalian. Apa Mommy dan Daddy bersenang-senang?” si bocil Rose menatap lugu wajah Jasmine dan Leon.
Leon dan Jasmine mendadak gugup. Jasmine tak menjawab. Jasmine memilih minum air putih di hadapannya biar tenang.
“Tentu saja. Daddy dan Mommy bersenang-senang. Sangat senang, malah.” Jelas Leon, yakin.
Dan benar saja, “ukhuk, ukhuk,” jawaban Leon membuat Jasmine tersedak batuk-batuk. Jasmine melotot ke arah Leon.
Leon masa bodoh.
“Mom. Kau baik-baik saja?” tanya si bocil Rose.
“Hm. Ah, iya sayang. Mommy baik-baik saja. He he he” Jasmine tersenyum paksa sembari menatap tajam Leon. Leon cuek bebek.
30 menit kemudian, setelah sarapan bersama, tetapi masih di meja makan.
“Baiklah, setelah ini. Antarkan kami pulang. Daddy pasti cemas semalam kami tak pulang.” ucap Jasmine, datar.
Leon tak langsung menjawab.
Leon yang sedang mengunyah makanan terakhir di mulutnya, meletakkan alat makannya, pelan.
“Pulang?” Leon lalu menatap Jasmine, remeh.
Jasmine mulai menyadari ada yang salah.
“Apa maksudmu?” Jasmine mengernyitkan dahinya.
Sambil tekekeh sesekali, Leon yang berubah aneh berkata: “Disini rumahmu. Dan kau bilang pulang. Maka kemana kau akan pergi?”
“Ya! Leon. Jangan melewati batasmu!” bentak Jasmine mulai naik darah.
“ah, ada anak kecil disini. Kau tidak seharusnya menggunakan nada setinggi itu bebie,” Leon yang sok lembut lagi-lagi tersenyum aneh pada Jasmine.
Jasmine lalu menatap si bocil Rose yang ternyata sedang menatap datar dirinya dan Leon..
“Ah sayang, bisakah kau tinggalkan tempat ini sebentar. Ada yang harus Mommy bicarakan dengan paman gila ini.” Jasmine tersenyum palsu pada si bocil Rose.
Si bocil Rose tak menjawab. si bocil Rose yang paham lalu meninggalkan ruang makan dan berjalan menuju lantai dua, tanpa kata.
Leon lalu mengangguk pada L. Si tangan kanan itu paham maksud anggukan Bossnya. L lalu mengikuti si bocil Rose ke lantai dua.
Merasa si bocil sudah takkan melihat dan mendengar ucapan mereka, Jasmine yang memang sudah menahan diri semenjak tadi, MENGGILA!.
“KAU! CARI MATI!!!” Aura Jasmine berubah menghitam.
“CIH! KAU MEMANG WANITA KU” Leon menyeringai iblis.
“BACOT!” maki Jasmine sembari melayangkan tendangan kuatnya.
DUAK!!!
Leon dengan gesit menghindari serangan Jasmine.
Jasmine melompati meja makan dan kembali melayangkan tendangan ke wajah Leon. Leon lagi-lagi bisa menghindar.
Tapi sial! Langkahnya yang gontai membuat gerakannya melambat. Dan benar saja, bogem Jasmine sudah menantinya disisi lain.
Bugh! Bagh! Bugh! Bugh!
Jasmine menghantam wajah dan rusuk Leon bergantian. Leon terlihat kesulitan menangkis kecepatan Jasmine. Hingga akhirnya, sebuah tendangan memutar mendarat sempurna di wajah Leon.
“Bufff!” Leon muntah darah dan nyaris tersungkur.
Jasmine berhasil melukai Leon. Leon mengusap darah segar yang mengalir di dagunya. Tapi bukannya marah, Leon malah terseyum dan memamerkan deretan gigi rapinya yang berlumur darah.
“Tidak salah lagi, kau Rose. Kau memang Rose-ku!” Leon merasa ingat betul dengan gaya bertarung Rose, kekasih gelapnnya dulu.
Leon menatap Jasmine penuh kebahagian. Jasmine tak mengerti dengan sikap Leon.
“Apa pukulanku sudah membuatnya gila?” Jasmine komat kamit tak paham situasi.
Sementara itu, di lantai dua. Rupanya si bocil Rose sedang melihat aksi ayah dan ibunya yang baku hantam. L berdiri di samping si bocil Rose dengan wajah yang sulit di jelaskan. Entah apa yang sudah terjadi pada L.
“Bocah ini. Dia benar-benar Monster!” batin L terlihat sangat ketakutan saat melihat si bocil Rose yang berdiri membelakanginya.
Seolah menyadari dirinya sedang dikutuk L, dalam hati. Si bocil Rose lalu menoleh dan menatap tangan kanan ayahnya itu sembari menyeringai.
“SIAL! Perasaan apa ini. Bagaimana mungkin seorang bocah bisa memancarkan aura semengerikan ini!” runtuk L dalam hati, keringat dingin.
*
*
*
To be continued...
"Oh, kalian pulang," Jasmine yang sedang duduk santai ditemani Leon menatap kedatangan dua bocah berparas elok, Sean dan si bocil Rose. "Hai Dad, kau tidak bekerja?" si bocil Rose menghampiri Leon sembari mencium pipi kanan kiri di Daddy. "Bekerja, tentu saja Daddy bekerja. Kalo tak kerja, bagaimana bisa Daddy memberikan yang terbaik untuk dua bidadari di hadapan Daddy ini," Leon melirik sekilas Jasmine yang cuek bebek kemudian mencoel pipi chubby si bocil Rose. Jasmine pura-pura tuli. "Ayo ke atas. Kau bau. Kau harus mandi dan istirahat." Sean yang sejak tadi menatap tak senang pada Leon meraih tangan si bocil Rose dengan wajah dinginnya. Si bocil Rose hanya tersenyum, meski tau kondisi sebenarnya yang mana Sean sedang cemburu buta. Sambil berjalan cepat meninggalkan Leon dan Jasmine yang berduaan di ruang keluarga. "Oh ayolah, kami anak dan ayah. Kau tak harus menunjukkan hal ini terlalu je
"Oh, kalian pulang," Jasmine yang sedang duduk santai ditemani Leon menatap kedatangan dua bocah berparas elok, Sean dan si bocil Rose. "Hai Dad, kau tidak bekerja?" si bocil Rose menghampiri Leon sembari mencium pipi kanan kiri di Daddy. "Bekerja, tentu saja Daddy bekerja. Kalo tak kerja, bagaimana bisa Daddy memberikan yang terbaik untuk dua bidadari di hadapan Daddy ini," Leon melirik sekilas Jasmine yang cuek bebek kemudian mencoel pipi chubby si bocil Rose. Jasmine pura-pura tuli. "Ayo ke atas. Kau bau. Kau harus mandi dan istirahat." Sean yang sejak tadi menatap tak senang pada Leon meraih tangan si bocil Rose dengan wajah dinginnya. Si bocil Rose hanya tersenyum, meski tau kondisi sebenarnya yang mana Sean sedang cemburu buta. Sambil berjalan cepat meninggalkan Leon dan Jasmine yang berduaan di ruang keluarga. "Oh ayolah, kami anak dan ayah. Kau tak harus menunjukkan hal ini terlalu je
Di sebuah taman yang tak jauh dari mansion Jasmine. Tampak si bocil Rose dan Sean sedang duduk sambil marahan. Lebih tepatnya Sean yang marah sich. "Ya, kau ini kenapa? Kau cemburu kah?" tanya si bocil Rose, polos. Sean melirik tajam tunangan kecilnya. "Iya!" jawab Sean sambil melotot kesal. "Oh," si bocil Rose hanya ber "Oh" ria kemudian menatap santai penjual es krim keliling yang tak jauh dari tempat mereka duduk. Sean cukup terkejut dengan jawaban tunangan kecilnya. Sean melirik lagi wajah cantik si bocil Rose tak terlihat tak merasa berdosa itu. Si bocil Rose yang sadar Sean sedang sedang menatap kesal padanya, pura-pura cuek dan tak butuh. "Mau kemana?" tanya Sean cepat. Si bocil Rose rupanya angkat bokong dan hendak berjalan entah kemana. "Beli es krim, mau?" tawar si bocil Rose polos. "Mau, yang coklat!" ucap Sean badas dengan tak tau malu. Si bocil Rose menyembunyikan senyuman gelinya. "Menggemaskan sek
Di sekolah Elite tempat si bocil Rose dan Sean, Kenzo belajar.Bunyi bel jam istrirahat berbunyi. Semua siswa dengan teratur, berhambur keluar ruang kelas. Tak terkecuali Sean dan Kenzo. Dua bocah tampan itu berjalan angkuh dengan satu tangannya masuk ke kantong celana.Sean berjalan cuek mendahului Kenzo. Kenzo tak acuh dengan keberadaan Sean. Lagi, lagi dan lagi. Puluhan pasang mata kembali menyorot kedua sosok anak baru itu. Sepanjang perjalanan, Sean dan Kenzo benar-benar mencuri perhatian murid lain yang kebanyakan adalah seorang wanita.Sampailah Sean dan Kenzo di depan pintu ruang kelas si bocil Rose."Sudah selesai?" tanya Sean sesaat setelah mendekati meja si bocil Rose.Si bocil Rose yang sedang beberes mejanya,mendongak. "Hm? Sean?" ucapnya polos.Sean tak menjawab. Hanya menatap datar si bocil Rose. Dan si bocil Rose yang sudah terbiasa dengan sikap dingin Sean, biasa saja."Sudah, mau ke kantin ya?""Hm," jawab sin
Di karenakan Sean lebih tua dari si bocil Rose dan Kenzo yang sekolah melalui jalur Akselerasi, membuat kedua bocah tampan itu duduk di kelas yang sama. Kelas senior, dua tingkat di atas si bocil Rose yang masih duduk di kelas 2.Sebenarnya, sekolah yang kini dihuni tiga anakkan monster itu, bukanlah sekolah biasa. Sekolah itu adalah sekolah Elite, tempat para Genius saling adu kecerdasan. IQ dan EQ para siswa nya pun tak main-main. Jelas harus diatas rata-rata anak normal baru bisa menjadi murid disana. Tapi tidak melulu sesulit itu kok, asal orang tua berduit, maka semua akan mudah tergantung nominalnya. Ha ha ha....Sean dan Kenzo memasuki kelas mereka. Suasana kelas dengan murid yang hanya 15 ekor itu, terasa begitu tegang. Ya bagaimana tidak! Dengan 10 murid murid laki-laki yang ketampanannya jelas jauh di bawah Kenzo dan Sean, membuat 5 pasang mata elang itu seperti hendak menelan Kenzo dan Sean hidup-hidup.Maklum, kalah saing ya gitu! Ha ha
Si bocil Rose dan Sean akhirnya sampai di sekolah mereka diantar supir Sean. Hari itu adalah hari pertama Sean bersekolah di tempat yang sama dengan si bocil Rose.Sean dan si bocil Rose jalan berdampingan memasukki kawasan sekolah Elite, para anak orang kaya.Dan benar saja, ketampanan Sean yang bag ukiran Dewa Yunani versi mini, berhasil membuat puluhan pasang mata menatapnya, kagum. Sepanjang perjalanan, murid yang berpapasan dengan Sean, secara otomatis akan terbius dengan pesona Sean yang sungguh menawan.Sean biasa saja, karena tatapan seperti itu, adalah makanan hari-hari baginya saat di tempat umum. Tapi tidak demikian dengan si bocil Rose.Entah apa yang dirasakannya, yang pasti, perasaannya saat ini ingin marah dan mengamuk saja. Wajah cantiknya mulai cemberut. Sesekali manik emeraldnya melirik tajam ke arah Sean. Sean yang tak mengerti, cuek saja. Toh si bocil Rose memang sering menatapnya seperti itu."His!" si bocil Rose menghentakkan