"Paket untuk Mr. Jason!"
Jason membuka pintu dengan cepat. Ia sangat antusias menunggu paketnya yang datang agak lambat. Ia segera menandatangani paket tersebut dan menutup pintu. Tak peduli pada kurir yang masih berada di luar."Pak, anda belum membayar."Jason menghentikan langkahnya lalu berbalik menuju pintu. Alih-alih membuka pintu, Jason memberikan dompetnya melalui celah di bawah pintunya."Untuk mu, Pak," ujar Jason.Tak terdengar sahutan dari luar sana, sudah bisa dipastikan sang kurir sudah pergi. Jason membuka paketnya yang berukuran cukup besar tersebut. Terdapat beberapa kostum beruang lucu di dalamnya. Jason bergegas menuju ke sebuah ruangan yang dilengkapi scan sidik jari. Jason menempelkan ibu jarinya pada alat pendeteksi tersebut. Lalu bau amis mulai menyeruak masuk ke dalam hidungnya. Ia sangat menyukai bau tersebut, menurutnya itu adalah bau yang paling indah.Jason mulai melangkahkan kakinya menyusuri lorong yang cukup luas di dalam ruangan tersebut. Rumahnya memang cukup besar untuk membuat ruangan rahasia atau yang biasa ia sebut sebagai ruang kerjanya. Tak sembarang orang bisa masuk kesana. Ia hanya memperbolehkan ayah dan asisten rumah tangganya untuk masuk kesana. Entah sudah berapa banyak asisten rumah tangga yang pernah bekerja untuknya, namun hanya bertahan satu hari setelah diberikan tugas membersikahkan ruangan tersebut. Padahal asisten yang bekerja untuknya dibayar dengan gaji yang cukup besar. Mereka diberikan $300 setiap harinya, jika mereka membersihkan ruangan tersebut gajinya akan ditambah dua kali lipat. Namun tak ada yang bertahan dengan pekerjaan tersebut.Jason tiba di ruangan yang menjadi sumber dari bau amis tersebut. Darah yang mengalir di lantai menjadi sebab bau yang sangat menyengat. Jason nampak tidak terganggu, ia menginjak darah tersebut dengan santai."Hei, jangan mengompol," ujar Jason pada salah satu anak yang terus menangis.Anak itu hanya terdiam dan menahan tangisannya. Lalu Jason menarik lakban dari mulut ketiga anak di hadapannya. Mereka adalah ketiga anak pemberani yang menjadi hasil buruannya minggu lalu. Jason melepas rantai yang ada di leher ketiga anak tersebut. Mereka nampak sangat ketakutan hingga mulai meraung bersamaan. Jason merasa beruntung membuat ruangan itu kedap suara. Jadi teriakan lemah mereka tidak akan mengganggu nya saat tidur."Aku akan memindahkan kalian ke ruangan yang lebih layak," ujar Jason.Ketiga anak itu menatap Jason dengan mata berkaca-kaca."Aku bukan pembunuh. Aku bahkan tidak pernah membunuh orang," jelas Jason sambil membantu ketiga anak itu bangkit.
Jason perlahan memapah ketiganya keluar dari ruangan tersebut secara bergantian. Kondisi kedua anak tersebut nampak normal, namun salah satu anak kehilangan banyak darah. Cairan merah segar itu terus mengalir dari tangannya. Jason bersyukur sempat kuliah di bidang kedokteran. Ia sedikit mengerti tentang bagaimana memotong, lalu menyambungkannya kembali. Ia juga pernah membedah anjing, namun hewan itu pun tewas. Ia sering menyebut dirinya sendiri sebagai dokter spesialis makhluk hidup.Mereka akhirnya keluar dari ruangan kedap suara tersebut dan tiba di ruang tamu. Jason mengambil kotak P3K dan mulai mengobati ketiga korbannya tersebut. Jason mengambil jarum dan mulai menjahit lengan salah satu anak tersebut dengan bantuan obat bius. Jason melakukannya dengan sangat perlahan, persis seperti dokter pada umumnya. Jason masih ingat betul saat darah segar itu keluar dari lengan anak tersebut. Jason sangat menyukai warnanya."Sakit?" Tanya Jason pada anak tersebut.Anak itu menggeleng.Jason pun melanjutkan aktivitasnya. Setelah semuanya sudah diobati, mereka diberi makanan oleh Jason. Mereka nampak sangat kelaparan hingga makan seperti hewan buas. Jason tersenyum melihat pemandangan di hadapannya. Nampak seperti berada di hutan menyaksikan beruangan buas yang sedang menyantap hasil buruannya. Jason melangkahkan kakinya menuju paket yang baru ia terima.Setelah ketiga anak itu menghabiskan makanannya, Jason pun mendekati mereka. Secepat kilat, Jason menyuntikan obat bius kepada mereka hingga ketiganya tumbang tak sadarkan diri.~~~Jason tak henti-hentinya bersenandung di dalam mobil kesayangannya tersebut. Ia sudah melakukan pencapaian yang lebih baik dari sebelumnya. Jason berencana untuk menjenguk calon adiknya dirumah sakit. Dia adalah anak yang Jason selamatkan dari ketiga bocah pemberani tersebut. Jason berniat untuk merawat anak tersebut dan menjadikannya partner untuk melancarkan aksinya. Jason membelah jalan bersama BMW nya menuju rumah sakit Chicago Lakeshore. Jason memarkirkan mobilnya di sudut parkiran. Langkah besarnya mulai menyapu koridor rumah sakit tersebut.Setelah tiba di tempat tujuannya, Jason memasuki ruangan itu tanpa ragu. Ia dapat melihat Han tengah memandang jendela yang berada cukup jauh dari ranjangnya. Jason menarik kursi roda yang berada di sampingnya. Kondisi kaki Han begitu mengenaskan hingga harus di amputasi. Tulang di lutut ke bawahnya remuk karena pukulan balok yang cukup keras. Han menoleh ke arah Jason, nampaknya ia menyadari kehadiran Jason."Selamat siang, Paman," sapa Han.Jason mengangguk dan memberikan paperbag berisi makanan kepada Han."Makanan rumah sakit rasanya seperti sampah," ujar Jason pada Han.Sedangkan Han menanggapinya dengan sebuah senyuman. Ia menerima paperbag itu dan mengeluarkan kotak makan dari sana. Ia hanya bisa melihat sayuran mentah di dalam kotak makan tersebut."Hanya sayuran? Tidak ada daging?" Tanya Han.Jason berdecak pelan. "Aku alergi. Melihat daging membuatku ingin bunuh diri."Han mengira itu hanya lelucon, jadi ia hanya tertawa mendengar hal tersebut. Ia mulai melahap sayuran mentah tersebut walaupun tidak nafsu."Jadi kapan aku boleh pulang?" Tanya Han.Bukan jawaban, Jason berbalik memberi pertanyaan. "Kau punya rumah?"Han menggeleng sambil terus fokus pada makanan mentahnya tersebut."Lalu mengapa kau ingin pulang? Kau bisa tinggal disini dan terus makan makanan sampah," ujar Jason.Bersamaan dengan itu, pintu kamar terbuka. Nampaklah sosok dokter muda berparas cantik memasuki ruangan. Jason sedikit menggeser tubuhnya agar tidak mengganggu aktivitas dokter tersebut. Dokter itu mulai mengecek kondisi Han dengan saksama.
"Anda walinya?" Tanya dokter itu tiba-tiba."Ya," jawab Jason seadanya.Dokter itu sedikit melirik ke arah Jason. "Anda bisa menuju ruang administrasi untuk mengisi data anda."Jason hanya mengangguk dan keluar dari ruangan tersebut. Ia sudah membayar seluruh biaya perawatan Han di rumah sakit tersebut. Tapi kini ia harus ke ruang administrasi untuk mengisi data yang sangat tidak penting. Ia membenci hal seperti ini.Saat ia tiba di ruang Administrasi, ia diberikan selembar kertas. Jason sama sekali tak berniat membacanya."Tolong isikan ini untukku," ujar Jason pada petugas wanita disana.Petugas itu mengangguk dan mengambil kembali kertas yang ada di tangan Jason. Petugas itu mulai memberikan pertanyaan yang sesuai dengan isi kertas."Nama anda?""Niko Alexander.""Usia?""Kosongkan itu," ujar Jason."Anda memiliki kartu identitas semacam kartu tanda penduduk atau SIM?"Jason mengambil dompetnya dari saku, lalu mengeluarkan Kartu Tanda Penduduknya. Namun saat petugas ingin mengambilnya, Jason segera memasukan kartu itu ke dalam dompetnya kembali."Ini privasi. Tolong kosongkan semuanya kecuali nama. Aku tidak suka memberitahu orang lain tentang diriku. Jadi jangan banyak bertanya," Ujar Jason dengan tatapan yang begitu menusuk.Petugas wanita itu hanya diam menatap punggung Jason yang hampir menghilang. Namun langkah Jason terhenti karena dokter muda yang ia temui di ruangan Han, sudah berada di hadapannya."Tolong isi data wali dengan benar. Data ini di perlukan jika terjadi sesuatu dengan pasien," jelas dokter tersebut.Jason tidak berniat menanggapi dokter tersebut dan memilih untuk pergi. Namun usahanya digagalkan saat kerah bajunya tertarik ke belakang. Untuk pertama kalinya ada seseorang yang berani melakukan ini kepadanya. Jason menolehkan kepalanya dan menatap tajam ke arah dokter tersebut"Hindari aku jika kau menyayangi hidupmu," ujar Jason pelan.Dokter tersebut membalas tatapan Jason tak kalah tajamnya. "Dalam mimpimu."Bibir Jason tertarik hingga membentuk lengkungan.
"Aku suka wanita pemberani."
To be continue..
Hari sudah berganti menjadi pagi. Jason dan Lusiana membawa tubuh Jean yang sudah tak bernyawa ke kabin yang dulunya laboratorium. Jean memang tak minta di makamkan disana, tapi Jason berinisiatif untuk memakamkannya disana. Jason juga sudah menyiapkan lubang di samping kabin untuk makam ayahnya. Jason membuka pintu kabin yang sudah rusak itu. Jason memasuki sebuah ruangan rahasia di dalam kabin tersebut. Lalu ia melihat sebuah peti yang sudah di siapkan oleh Jean bertahun-tahun lama nya. Rupanya peti itu yang pernah di ceritakan oleh Jean padanya. Jason ingin menggunakan peti itu, tapi terlalu berat untuk di angkat berdua dengan Lusiana. Akhirnya Jason dan Lusiana sepakat untuk mengubur Jean hanya menggunakan alas kain. Mereka tak bisa membiarkan siapapun tahu tentang kematian Jean. Jason dan Lusiana membawa tubuh Jean keluar dari mobil. Lalu mereka merebahkan tubuh Jean di atas sebuah kain. Jason menatap Jean yang sudah sangat pucat tersebut. Tubuh Jean
Jean tiba di depan rumah Jason dengan perasaan yang gelisah. Ia segera memasuki pekarangan rumah itu. Saat itu matahari sudah mulai berada cukup tinggi. Jean membuka pintu yang tak terkunci tersebut. Tapi ia sama sekali tak bisa menemukan Jason. Jean pun berkeliling di rumah itu sendirian untuk mencari keberadaan Jason. Tangan Kanan yang belakangan ini selalu mengikutinya itu sudah kembali ke rumahnya. Jean bahkan sudah berpamitan dengan Tangan Kanan. Mereka tidak akan bertemu lagi karena semua masalah sudah selesai, lalu Jean pun akan kembali ke San Francisco.Setelah cukup lama mencari, Jean pun mulai lelah. Ia sama sekali tak menemukan sosok Jason di rumah tersebut. Jean memilih bersantai di sofa ruang tamu yang begitu menggoda. Jean meraih ponsel Watt yang ada di sakunya. Kemudian ia membuka semua gambar di galeri nya yang berisi kenangan tersebut. Jean menghela nafasnya yang terasa berat saat melihat fotonya bersama Watt di taman Tangan Kanan. Saat it
Jason kembali ke lantai atas setelah bermalam di ruang bawah tanah. Ia bergegas menuju halaman rumahnya. Pagi ini Jason merasakan semua beban di tubuhnya menghilang. Ia bisa tersenyum lepas menatap matahari yang masih malu-malu menampakan dirinya. Jason memejamkan matanya, merasakan sensasi udara pagi yang begitu segar. Lalu Lusiana muncul dari pintu dengan kondisi yang masih berantakan. Nampaknya wanita itu baru saja bangun dari tidurnya.Jason menghampiri Lusiana yang tersenyum ke arahnya. Sebenarnya Lusiana sempat marah padanya sejak insiden penjagalan anggota tim alpha. Namun sepertinya Lusiana sudah bisa melupakan semuanya saat ini."Bagaimana tidur mu?" Tanya Jason.Lusiana melebarkan senyumnya. "Sangat tenang dan nyaman."Jason juga melebarkan senyumnya. "Bagus lah jika begitu."Jason berdeham pelan. "Bagaimana jika kita jalan-jalan hari ini?"
Setengah jam setelah Tangan Kanan mengusulkan ide nya, kini mereka berada di luar rumah Holland. Dari bola mata mereka terlihat kobaran api yang besar. Ternyata mereka lebih memilih membakar bangunan itu daripada mengebom nya. Jean dan Tangan Kanan terus menatap rumah yang terbakar tersebut. Jean sudah menghubungi pemadam kebakaran 5 menit yang lalu. Orang-orang di sekitar juga sudah mulai berkerumun melihat kebakaran tersebut."Kau sudah menghafal dialog nya?" Bisik Tangan Kanan."Belum. Kau cukup menyamakan jawaban dengan ku, kan?" Jawab Jean dengan pelan.Tangan Kanan menganggukan kepalanya. Lalu ia melanjutkan melihat pemandangan si jago merah yang begitu gagah melahap bangunan tersebut. Tak lama kemudian mobil pemadam kebakaran tiba disusul dengan mobil polisi beberapa menit kemudian. Tangan Kanan menatap Jean sekilas sambil mengacungkan ibu jarinya. Jean juga mengacungkan ibu jarinya. 
Sudah lebih dari 5 menit tapi Franco masih terlalu jauh untuk mencapai tangga. Waktu sudah menunjukan pukul 3 p.m. Jason merasakan perutnya terasa sakit. Ia sama sekali belum memakan apapun selama pulang dari rumah sakit. Jason pun berjalan melewati Franco yang masih berusaha melarikan diri dengan cara melata seperti ular. Jason menghembuskan nafasnya pelan saat berada di samping Franco. Kemudian ia segera menaiki anak tangga itu dengan cepat meninggalkan Franco di ruang bawah tanah itu bersama anggota tim alpha yang sudah tewas.Jason keluar dari pintu yang ada di belakang kulkas. Ia segera menghampiri Lusiana yang sedang berdiri memandangi lantai yang bolong. Jason tersenyum manis pada Lusiana, namun Lusiana hanya menatapnya sekilas."Maafkan aku." Ujar Jason.Lusiana mengernyitkan dahinya. "Untuk apa?"Jason menarik sudut bibirnya. "Aku tak menjawab pertanyaan itu. Sekarang
Franco dan tim alpha yang baru masuk ke rumah Holland itu pun terkejut setelah menonton siaran ulang. Mereka yang mengira Walikota berada disini pun akhirnya memilih untuk segera pergi ke rumah Jason. Tujuan utama mereka hanyalah menyelamatkan Walikota. Jean dan Tangan Kanan yang semula panik kini mulai bisa menghembuskan nafasnya dengan lega. Franco dan tim alpha itu sudah pergi dari rumah tersebut. Seandainya tidak ada siaran langsung itu, mungkin Franco dan tim alpha akan memeriksa bangunan tersebut. Lalu mereka akan menemukan ketiga orang yang sudah di bunuh oleh Jason.Diluar gedung, Franco bersama tim alpha itu sedang menyusun strategi. Mereka harus menyelamatkan Walikota dan menangkap Jason. Franco mengeluarkan selembar kertas dan pulpen dari sakunya. Lalu Franco menggambarkan sesuatu."Kita semua ada 8 orang, kita akan bagi menjadi 4 kelompok. Aku akan datang dari arah gerbang depan. Lalu kelompok 2 dan 3 akan masuk lewat