Jean kini sudah berada di Chicago, tepatnya di depan kediaman Jason yang tertutup rapat. Jean memerintahkan Watt untuk menunggu di luar, sedangkan ia akan mencoba memanjat pagar yang tak terlalu tinggi itu. Jean yang sudah berada di dalam pekarangan rumah itu, tak menemukan adanya mobil Jason. Jean pun melanjutkan melakukan pencarian ke dalam rumah Jason dengan cara membuka paksa pintu berpengaman tersebut. Terakhir kali ia datang, Jason masih menggunakan Fingers print. Namun kali ini Jason sudah menggantinya dengan fitur suara.
"Anak itu benar-benar membenci ku." Gumam Jean yang sudah berada di dalam rumah.
Jean melihat semua nya masih tertata rapih. Hanya ada beberapa piring kotor yang selesai di gunakan untuk makan. Jean mengambil ponselnya yang mati, lalu menchargernya. Setelah itu Jean berlanjut ke kamar Jason yang tak terkunci. Sama sekali tak ada tanda kehadiran Jason di rumah tersebut. Karena tak ada Jason di rumah itu, Jean memutuskan untuk
Jason menatap peluru yang hampir tiba di depan wajahnya. Jason terus menatapnya, sampai tiba-tiba peluru itu jatuh tak cukup jauh darinya. Jason mengerjapkan matanya sesekali. Ia mengernyit bingung dengan posisi masih berada di kursi roda. Si penembak pun terlihat bingung melihat tembakannya yang tak mengenai apapun itu. Ia mengganti senjata nya lagi, lalu mulai menembak ke arah Jason tanpa membidiknya. Lagi-lagi peluru itu jatuh di tempat yang sama. Jason menepuk dahi nya frustasi. "Jaraknya terlalu jauh, bodoh!" Jason menggerakan kursi roda nya ke arah gerbang. Si penembak yang melihat Jason mulai mendekat pun segera mengemasi barangnya dan kabur menggunakan mobil yanh terparkir tak cukup jauh darinya. Jason memeriksa kotak surat yang ada di luar pagar. Namun tak ada apapun di dalam kotak surat. "Dia tidak berniat mengganggu keluarga ini...." Gumam Jason sambil tersenyum. "Tapi dia berniat membunuhku." &n
Jason mengambil sesuatu dari saku celana nya. Lusiana dapat melihat kotak merah yang ada di tangan pria tersebut. Seolah-olah sedang menyiapkan surprise, Jason menyembunyikan kotak itu di belakang tubuhnya. Jason meringis saat melihat Lusiana yang menatapnya seolah mengintrogasi."Apa kau mau menikah denganku?" Tanya Jason.Jason menggeser kursinya, lalu ia berlutut di depan Lusiana. Tangannya perlahan membuka kotak berwarna merah tersebut. Jason tersenyum hangat dengan mata yang tak lepas dari Lusiana."Mengapa kau ingin menikah denganku?" Tanya Lusiana.Lewat matanya, Jason mengisyaratkan Lusiana untuk mengambil cincin tersebut. Namun Lusiana tak kunjung menerima cincin tersebut. Akhirnya Jason menutup kembali kotak tersebut, lalu ia kembali duduk di kursi nya. Jason berdeham pelan sebelum memulai pembicaraannya."Sebenarnya aku akan segera mati." Ujar Jason dengan tenang.
Pada malam hari Jean dan Watt baru tiba di depan gerbang yang menjulang tinggi. Menurut alamat yang di berikan Jason, rumah ini adalah titik yang sangat tepat. Jean menekan bel yang ada di dinding samping gerbang tersebut. Tak lama kemudian keluar seorang gadis dari pintu rumah tersebut, gadis itu tak lain adalah Melly. Jean menyipitkan mata nya untuk melihat jelas siapa gadis tersebut. Jarak dari gerbang ke rumah itu memang cukup jauh, lebih dari 30 meter hingga rumah itu terlihat cukup kecil. Halaman yang begitu luas, pasti rumah ini dimiliki oleh seseorang yang berpengaruh.Setelah cukup lama memandangi gadis itu berjalan, akhirnya Jean dapat melihat wajah gadis tersebut dalam jarak 3 meter. Ternyata Jean sama sekali tak mengenali gadis tersebut. Jean menatap Watt yang sedang menatapnya bingung."Apa kita salah alamat?" Tanya Jean.Watt mengedikan bahunya. "Coba kau tanya saja."Saat sudah tiba di
"Kau sudah membaca nya?" Tanya Jean pada Jason. Jason menatap Jean dan berbalik tanya "Kau tahu aku kan?" Jean menghela nafasnya, lalu ia mengambil buku itu. Jean memberikan buku itu pada Watt. Jason segera mengantar mereka ke kamar tamu yang berada di samping kamarnya. Setelah mengantar kedua orang itu, Jason berjalan ke dalam kamarnya. Jason mengambil sebuah map yang ada di bawah bantalnya. Jason tertawa pelan saat melihat salinan buku tersebut. Jason sudah membaca buku itu dari awal sampai akhir. Bahkan Jason sudah membacanya lebih dari tiga kali. Selama ini Jean hanya mengetahui bahwa Jason sangat malas membaca. Namun seseorang yang malas, jika punya keinginan pasti akan menjadi sangat rajin. Saat ini Jason sedang sangat berkeinginan untuk mencari informasi tentang siapa saka orang yang dekat dengan ayahnya. Berkat buku itu, Jason sudah berhasil menemukan siapa saja orang yang berhubungan
"Seorang pria lanjut usia di temukan tewas di dalam salah satu rumah di kawasan perumahan elite."Jason yang sedang memakan sarapannya pun segera memuntahkannya kembali. Jason memantapkan pandangannya pada berita tersebut. Jason terus memperhatikan berita itu, hingga menampilkan alamat kejadian. Jason mengingat-ingat alamat tersebut. Lalu Jason teringat dengan Lusiana. Rumah itu tak cukup jauh dari rumah Lusiana."Aku harus segera kesana." Ujar Jason.Semua orang yang ada di meja makan sontak menatap Jason bersamaan. Jason yang merasa ditatap oleh semua orang yang ada disana pun langsung menaikan sebelah alisnya."Aku harus menemui Lusiana." Jelas Jason."Jangan berurusan dengannya." Cegah Tangan Kanan.Jason mengeluarkan kotak merah dari saku celananya. "Aku akan segera melamarnya. Maka dari itu aku harus memastikan calon istri ku baik-baik saja."&nb
"Apa kabar, tuan Holland?" Sapa Jason.Jason tersenyum melihat kedatangan Holland dan Franco. Namun sepertinya Holland dan Franco tidak senang melihat kehadirannya. Jason yang merasa sapaannya tak di gubris pun mengangguk kecewa. Ia berjalan mendekati Franco, lalu membetulkan dasi Franco yang sedikit miring."Sifat seseorang terlihat dari bagaimana dia berpakaian." Gumam Jason.Franco menatap Jason dengan tajam. "Apa maksud mu?"Jason memiringkan kepalanya ke kanan dan ke kiri. "Selesai. Sekarang letaknya sudah sejajar."Jason menepuk-nepuk bahu Franco. Lalu ia membungkukan tubuhnya sebagai bentuk hormat pada Holland. Sebelum kembali masuk ke dalam rumah tersebut, Jason menyempatkan diri berpesan pada Holland dengan berbisik ke telinga nya."Sebaiknya jangan memaksakan diri. Wajahnya sangat busuk sampai ulat itu sangat bergairah tinggal disana." Ujar Jason.
Sesaat sebelum pengintaian...Jean dan Watt berada di kamarnya yang cukup luas. Mereka duduk di lantai dengan laptop di depannya. Jean terus saja menggerakan jarinya di keyboard. Hingga akhirnya layar berwarna hitam, lalu muncul data pribadi seseorang. Ternyata Jean dan Watt sedang berusaha mencuri data dari Departemen Kepolisian Chicago. Berkat kepintaran Jean, kini mereka memiliki data lengkap anggota tim Delta dan juga Franco. Setelah itu mereka segera mencetak file itu dengan printer yang kebetulan ada di dalam kamar tersebut.Jean mengamati setiap data yang berhasil mereka cetak. Lalu Watt menunjukan tempat kelahiran Dave yang ternyata adalah kota Buford. Dave lebih tua tiga tahun dari Jason, artinya Dave pasti mengetahui kasus pembunuhan tersebut."Menurutmu apa alasan dia bergabung dengan pasukan khusus?" Tanya Jean.Watt yang kini mengambil alih laptop itu pun menoleh ke arah Jean yang masih
Jean terus menatap ke arah sosok yang ada di belakangnya tersebut. Perlahan tangannya seperti akan meraih sesuatu di saku celana nya. Namun sosok itu tak menyadarinya sama sekali. Kemudian setelah berhasil meraih benda yang ada di sakunya, Jean segera menyemprotkannya ke mata sosok tersebut. Sosok itu meronta-ronta kesakitan sambil memegangi matanya. Hal itu membuat seluruh pengunjung rumah makan menjadi panik. Sedangkan Jean dan Watt segera berlari keluar dari rumah makan tersebut. Mereka berlari sekencang mungkin untuk menuju mobil.Saat tiba di dalam mobil, Jean dan Watt segera tancap gas meninggalkan tempat itu. Jean menarik nafas dan menghembuskannya perlahan secara berulang-ulang. Watt yang ada di sampingnya pun bingung."Mengapa kau melakukan itu?" Tanya Watt.Jean yang masih terengah-engah pun mengisyaratkan Watt untuk jangan bertanya lagi. Jean melajukan mobilnya ke rumah Tangan Kanan dengan kecepatan yang stabi