Share

Bab 3

Author: Amih Lilis
last update Last Updated: 2023-10-10 01:50:35

Shanum sudah tidak tahu lagi harus menyebut Reksa seperti apa. Tidak tahu malu? Tidak punya hati? Atau malah tidak punya otak?

Sudah tahu kondisi Shanum masih berduka paska keguguran. Masih sensitif dan masih sangat marah pada apa pun yang mengingatkannya pada penyebab dukanya tersebut. Khususnya terhadap Ayu.

Seharusnya, sebagai seorang suami Raksa mengerti hal itu dan berusaha menjaga perasaannya dengan  menjauhkan Ayu darinya. Tetapi yang terjadi malah, pria itu membawa Ayu kehadapan Shanum tanpa dosa sama sekali. Membuat Shanum makin muak di tempatnya.

Masih pantaskah Reksa disebut sebagai seorang suami?

"Hai, Shanum. Bagaimana kabarmu? Aku ... turut berduka untuk bayimu." Ayu memasang wajah sendu menatap Shanum. Entah benar-benar tulus, atau hanya modus karena di sana ada Reksa.

"Aku juga minta maaf untuk semalam. Aku tidak tahu jika akhirnya akan begini. Kalau aku tahu, sudah kularang temanku menghubungi Reksa."

Shanum tetap bergeming. Membungkam mulutnya serapat mungkin, seraya menatap Ayu tanpa minat sama sekali.

Katakan Shanum jahat. Tetapi, dia benar-benar sudah muak dengan wanita berbisa itu. Lain di mulut, lain ditindakan. Dasar muka dua!

"Ah, ya. Aku bawakan buah dan--"

"Jauhkan bunga itu!" sergah Shanum cepat. Saat Ayu menyodorkan sebuah karangan bunga cantik kehadapannya.

Ayu seketika terdiam. Mengerjap bingung lalu menoleh ke arah Reksa yang juga lumayan terkejut akan sikap Shanum barusan.

"Shanum, kok kamu gitu? Gak baik loh nolak pemberian orang," tegur Reksa kemudian.

Shanum melirik Reksa dengan tatapan dingin, sebelum menjawab. "Kalau-kalau kamu lupa. Aku alergi dengan serbuk sari dari bunga."

Reksa pun tertegun di tempatnya. Tiba-tiba merasa bersalah karena telah salah faham pada sikap Shanum barusan. Bagaimana mungkin dia bisa melupakan alergi istrinya tersebut.

"Uhm ... maaf, maaf. Aku lupa."

Reksa mulai gelagapan dan tak enak hati pada Shanum. Dalam hati ingin sekali Shanum membalas. 'Memang apa yang kamu ingat dari aku?'. Namun, nyatanya Shanum memilih menelan kalimat itu akhirnya.

Shanum sudah tak punya minat berdebat dengan pria plin plan itu.

"Uhm ... sini bunganya." Pria itu lalu merebut rangkaian bunga dari tangan Ayu. Lalu melangkah menjauh.

"Buang!" titah Shanum tegas. Membuat gerak tangan Reksa yang berniat menaruh bunga tersebut di pojok ruangan terhenti.

Pria itu melirik Shanum sekilas, lalu bergantian ke arah Ayu. Reksa seketika bingung akan mengambil keputusan bagaimana tentang bunga di tangannya.

Jujur saja, dia tidak ingin mengecewakan Shanum lagi. Tetapi di sisi lain, dia tidak enak jika harus membuang bunga pemberian Ayu tersebut.

"Tidak usah di buang. Di sini kan jauh dari--"

"Ruangan ini ber-Ac. Serbuk sari mudah menyebar terbawa angin. Tidak ada gunanya jika hanya menjauhkan tapi masih dalam ruangan yang sama." Shanum menyela lagi dengan cepat. Membuat Reksa kehilangan kata-katanya lagi.

"Tapi--"

"Lagipula yang punya alergi itu aku. Jadi hanya aku yang paling tahu bagaimana menanganinya."

Reksa pun semakin kehilangan kata-katanya. Akhirnya, dengan berat hati dia pun membawa bunga tersebut keluar lalu membuangnya pada tong sampah yang ada di depan.

Sekilas, Shanum melihat rahang Ayu mengeras dengan tangan yang mengepal. Entah gadis itu sadar atau tidak.

"Sudah aku buang. Kamu senang?" Reksa kembali masuk dan menghadap Shanum. Tatapannya masih syarat akan rasa tak terima.

Tetapi, Shanum kembali bergeming. Melempar pandangan ke lain arah. Seolah lupa tentang bagaimana cara berterima kasih.

"Shanum--"

"Aku mau tidur. Bisa kalian pergi?"

Reksa mengerang tertahan mendapati sikap ketus Shanum kembali. Wanita itu bahkan kini tak berbasa-basi lagi. Seenaknya mengusir mereka. Padahal ....

"Shanum, kamu bisa tidak menghargai Ayu. Dia sudah baik hati mau menjenguk kamu. Kenapa kamu malah memperlakukannya begini? Bagaimana pun, dia tamu, Shanum. Tidak bisakah kamu sopan sedikit?" Reksa mulai kehilangan kesabaran.

"Aku tidak pernah minta dijenguk dia."

"Shanum!"

"Reksa, sudah!" Ayu segera melerai, dan menghalangi tubuh Reksa yang hendak menghampiri istrinya. "Shanum pasti masih sangat sedih saat ini. Dia butuh waktu untuk bisa menerima semuanya. Jadi, jangan memaksanya."

Hih! Manis sekali kata-katanya. Saking manisnya, Shanum sampai mual.

"Tapi, Yu--"

"Aku tidak apa-apa, Sa. Sungguh! Aku juga salah kok datang sekarang. Harusnya besok saja. Saat Shanum sudah tenang, dan bisa menerima semuanya. Tentunya, juga bukan di jam istirahat Shanum. Jadi, jangan marah sama Shanum lagi, ya? Dia tidak salah, kok. Dia memang sudah seharusnya beristirahat lebih banyak agar kondisinya segera pulih."

Shanum tetap bungkam. Memilih menyimak saja obrolan dua orang di ruangannya itu. Meski, kembali muak dengan mulut manis dan sikap munafik yang disuguhkan.

Reksa menyugar rambutnya kasar. Melirik Shanum lagi dengan rasa kesal luar biasa. Wanita itu mulai berubah di matanya.

"Kamu lihat kan, Num. Ayu tidak seperti yang kamu kira selama ini?" terang Reksa kemudian. Namun, diabaikan oleh Shanum.

Shanum sudah tidak perduli apa pun ucapan Reksa lagi. Kekecewaannya lebih besar dari apa pun saat ini. Toh, biasa juga yang selalu salah di mata Reksa memang hanya dirinya.

"Sa, sudah. Jangan marah terus. Kasian Shanum. Biarkan dia istirahat." Ayu kembali membujuk.

"Ya, sudah. Biar ku antar kamu pulang saja kalau begitu. Ayo, Yu!"

Kemudian, Reksa pun membimbing Ayu ke luar ruangan dengan mesra. Tak perduli sama sekali jika itu kembali menyakiti hati Shanum.

Kalau memang sudah tak menginginkan Shanum. Kenapa Reksa tidak melepaskan Shanum saja? Setidaknya, Shanum tidak harus bertahan dalam asa yang kosong terus menerus.

Shanum mulai menyesali janji yang pernah dia buat untuk Reksa di awal pernikahan mereka. Bahwasanya dia akan mencoba bertahan dalam kondisi apa pun di samping Reksa, selama pria itu tidak menikah lagi. Kasarnya poligami.

Seandainya Shanum tahu bagaimana intimnya hubungan Reksa dengan Ayu sejak dulu. Tentunya, dia tak akan sembarangan membuat janji. Karena meski Reksa masih menjadikan Shanum istri satu-satunya. Tetapi hati pria itu sudah terbagi dua entah sejak kapan.

Jika sudah begini, masih bisa kah Shanum bertahan dalam mahligai pernikahannya?

***

"Kakak kok sendirian? Kak Reksa mana?" tanya Diva, saat esok harinya mengunjungi Shanum.

"Mengantar Ayu." Shanum menjawab singkat. Seraya melanjutkan sarapannya pagi itu.

Meski sebenarnya mulutnya masih tak minat makan apa pun. Tetapi, Shanum tidak mau makin bodoh dengan menyiksa diri dengan mengabaikan kesehatannya. Jadi, dia pun memaksakan mulutnya menelan makanan rumah sakit dan obat-obatan yang disediakan.

"Mengantar Kak Ayu? Maksudnya?" tanya Diva lagi penasaran.

Namun, Shanum tak memberikan penjelasan apa pun lagi. Hanya menaikan bahu acuh, sebelum melanjutkan sarapannya tanpa minat sama sekali.

Melihat itu, Diva pun meraih ponselnya dan keluar dari ruang rawat Shanum. Mungkin, dia mau menelepon Reksa. Atau malah langsung mengadu pada ayahnya. Yang jelas, tak berselang lama setelah itu. Reksa pun datang ke ruang rawat Shanum dengan marah, dan menghardik Shanum dengan keras.

"Kamu bisa tidak. Apa-apa jangan mengadu ke Papa! Kamu tahu, kasian Ayu yang akhirnya juga kena omelan Papa."

Ayu lagi! Ayu saja terus yang di kasihani. Sementara Shanum yang semalaman ditinggal sendiri di rumah sakit, tak diperdulikan Reksa sama sekali.

Apa Reksa lupa kalau Shanum baru saja menjalani operasi untuk mengeluarkan janinnya? Dia masih butuh bantuan meski hanya untuk sekedar pergi ke toilet!

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Kiki Sulandari
Reksa,lelaki aneh.......Shanum,tinggalkan Reksa
goodnovel comment avatar
siti yulianti
ayo num lupakan jaji bulshit mu balas tuh s grandong sama s lampir secara halus tp menusuk dan Tampa darah
goodnovel comment avatar
Puput Assyfa
menyerahlah shanum, buat apa bertahan dengan rmh tangga penuh t0xicc seperti ini
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Shanum(Aku Yang Kalian Sebut Menantu Tak Berguna)   Bab 148

    "Uncle Juna dan Frans sudah tahu tentang insiden mobil. Mereka mempercayakan Kakak sama aku. Makanya, aku nggak bisa ninggalin kakak di sini sendirian tanpa pengawasan."Shanum tidak jadi baper setelah mendengar alasan Safran. Yang ada malah kesal karena jawaban itu tak sesuai harapannya. Ternyata karena Daddy dan Frans. Bukan karena mereka ....Ah, sudahlah. Akhirnya, Shanum pun memilih tak banyak bicara lagi. Ikut saja apa keputusan Safran untuknya. Ia mengekor dengan patuh.Saat sampai, Shanum dan Renata Refleks meraih handel pintu belakang dengan kompak. Mereka pun terkejut dan saling melirik satu sama lain."Loh, kakak ngapain?" tanya Renata bingung. Sementara yang di tanya hanya mengerjap pelan. "Kakak kan harusnya duduk di depan sama kak Safran."Eh?Entah karena semasa gadis seringnya di antar jemput sopir, atau karena pas menikah sering di minta mengalah pada Ayu, Shanum memang jadi terbiasa duduk di belakang. Jadinya, hari ini pun ia refleks langsung menuju pintu ke dua. Sem

  • Shanum(Aku Yang Kalian Sebut Menantu Tak Berguna)   Bab 147

    "Aku ada janji ketemuan sama temen di Jakarta hari ini. Tapi Papa sama Kak Geo nggak bisa anter. Udah hopeless tadinya. Kakak tau sendiri gimana Mama sama Papa aku, kan? Mereka nggak bakal biarin aku pergi jauh sendirian. Untung Kak Safran kemaren ada di rumah. Sorenya mau pulang ke sini. Jadinya aku bisa nebeng, deh."Renata sudah menjelaskan semuanya dengan ringan. Tetapi Shanum rasanya tak bisa fokus. Atensinya masih saja tersita pada tangannya yang .... ugh! Ingin sekali Shanum tarik biar nggak nempel terus sama Safran. Duh! Kenapa Shanum jadi emosian gini, ya?"Karena macet, kami jadi sampe sini malam banget. Niatnya mau nginep di apartemen Kak Safran aja. Besoknya baru ke sana. Eh, di tengah jalan mendadak Kak Safran banting stir ke hotel ini. Katanya ada urusan penting. Aku di tinggal di mobil dan ... tiba-tiba aja dibukain satu kamar. Katanya, dia nggak bisa ninggalin tempat ini semalam. Ada yang harus di jaga."Suara Renata kembali terdengar. Shanum masih kurang fokus sebena

  • Shanum(Aku Yang Kalian Sebut Menantu Tak Berguna)   Bab 146

    "Kamu ...." Shanum mengerjap bingung melihat seseorang sudah berdiri dengan cengiran khasnya pagi ini, di depan pintu kamar hotel, tempatnya menginap semalam."Selamat pagi, Bu ..." sapanya riang seperti biasa.Shanum mengerjap lagi, raut bingung dan tak percaya nampak jelas di matanya. Bukan apa-apa, ini masih pagi, loh. Dan ... yang tahu dia menginap di sini hanya pria yang ikut menginap di sebelah kamarnya, Safran. Makanya Shanum kira tadi yang mengetuk pintu kamarnya adalah Safran. Eh, ternyata bukannya Safran yang dia lihat, malah gadis ini. Yuli, asistennya di kantor. Tetapi kini pertanyaannya adalah ...."Kamu kok tahu saya di sini?" Dari pada jerawatan memikirkannya, Shanum memilih menanyakan langsung."Oh ... saya tahu dari pak Safran."Hah?"Safran?" beo Shanum Orang di depannya mengangguk cepat. "Semalam Pak Safran chat saya sekitar jam 2 an. Beliau bilang, Penyakit lambung ibu kumat. Tidak bisa pulang dan terpaksa menginap di hotel tempat pesta di laksanakan. Saya di sur

  • Shanum(Aku Yang Kalian Sebut Menantu Tak Berguna)   Bab 145

    "Akh!"Shanum memekik kaget ketika rasa dingin tiba-tiba saja menghantam halus dari kepala hingga sekujur tubuhnya. Ia menatap nyalang si pelaku."Apa yang kau lakukan--""Maaf, kak! Bukan aku tak menginginkanmu, tapi aku tak bisa jika keadaannya seperti ini."Seketika Shanum diam, rontaannya pun melemah seiring dengan hatinya yang langsung tertohok pada ucapan si pelaku barusan.Kenapa? Kenapa jadi begini? Bukannya dia harusnya senang dan ...."Aku tak ingin menyentuhmu diluar ikatan halal, Kak."Lagi-lagi Shanum tertohok. Tanpa sadar menggigit bibir dalamnya dengan perasaan yang entah. Ada rasa malu yang hadir menelusup, juga rasa bingung pada sikap pria di hadapannya ini. Safran, siapa lagi?Padahal Shanum sudah pasrah pada apa pun yang akan terjadi malam ini. Shanum juga melihat ada kilatan hasrat dari sorot pria ini. Akan tetapi ... kenapa? Kenapa dia tak melanjutkan pergumulan yang hampir terjadi dan malah melakukan ini. 'Pria yang benar-benar mencintaimu pasti akan menjagamu.

  • Shanum(Aku Yang Kalian Sebut Menantu Tak Berguna)   Bab 144

    Hari terus berganti menjadi minggu, bulan, lalu tahun. Terhitung sudah satu tahun lebih kedekatan Nata dan Safran. Mereka semakin seperti ayah dan anak. Meski hanya bertemu di hari weekend. Tetapi itu tak menghalangi chemistry antara keduanya. Anehnya, hal itu seolah tak mengganggu Shanum sama sekali. Tetap abai dan biasa saja. Kasarnya, jandanya Reksa itu seperti tak tertarik memperbaharui status antara keduanya.Tidak perduli orang sekitar berkata apa. Tidak perduli alam memberi tanda apa, dan tidak perduli Nata selengket apa pada Safran. Shanum masih dengan kekeraskepalaannya.Memang, Shanum kini tak melarang Safran datang dan dekat dengan Nata. Anaknya diajak pergi keluar hanya berdua saja pun, tidak masalah. Kadang, mereka bahkan menikmati weekend bertiga layaknya keluarga cemara. Akan tetapi, sudah. Hanya begitu saja. Tidak ada lanjutan apa pun. Membuat hubungan Safran dan Nata makin dekat, tapi hubungan dengan ibunya jalan di tempat.Apalagi sekarang mereka sudah tidak terliba

  • Shanum(Aku Yang Kalian Sebut Menantu Tak Berguna)   Bab 143

    "Ya, karena aku nggak mau dijodohkan dengan kamu Safran. Aku nggak mau nikah sama kamu!" Inginnya Shanum menjawab demikian. Sayangnya, kalimat barusan hanya bisa Shanum gaungkan dalam hati karena takut menyakiti hati Safran.Shanum menghela napas panjang, menahan diri untuk tidak melontarkan kata-kata pedas. "Aku cuma khawatir Nata akan merepotkanmu, Safran. Kamu kan punya pekerjaan penting juga," ujarnya, berusaha terdengar rasional. Safran tersenyum, matanya berbinar penuh kesabaran. "Aku sudah bilang, tidak masalah. Lagipula..." Ia menatap bayi Nata yang sedang asyik memainkan kerah bajunya. "...Tingkah lucu Nata mampu membuatku sedikit melupakan tumpukan pekerjaan yang kadang membuat stress," imbuhnya tulus.Arjuna tersenyum paham. "Anak memang obat stress paling mujarab," ucapnya mengaminkan. Shanum merasa akan percuma saja berargumen saat ini. Maka dari itu, pada akhirnya dia pun membiarkan saja Baby Nata masih menguasai Safran. Menunggu bayi itu bosan sendiri. Hari berlalu

  • Shanum(Aku Yang Kalian Sebut Menantu Tak Berguna)   Bab 142

    Suasana meja makan sempat meredup sejenak setelah Frans "sengaja" menjatuhkan sendok. Tetapi Arletta, yang paham maksud Frans, segera mengalihkan pembicaraan. "Ah, sudahlah. Yang penting masalah pembobolan apartemen sudah selesai. Sekarang kita bisa makan dengan tenang," ucapnya sambil mengambil nasi dan lauk dengan santai. Sayangnya Shanum, yang penasaran, tidak bisa menahan diri. "Tadi Mama Alle bilang ada gadis yang mirip ... siapa?" Arletta mengunyah perlahan, matanya melirik ke Frans yang memberi tatapan bermakna. "Ah, nggak penting. Mungkin Mama salah lihat." "Tapi—" "Shanum, makan dulu. Nanti nasinya dingin," sela Arjuna dengan nada halus, tampak acuh meski sebenarnya juga penasaran.Shanum menghela napas, tapi akhirnya menuruti. Namun, pikirannya masih penasaran. Siapa gadis yang mirip dengan seseorang hingga Frans sampai bereaksi seperti itu?*** Setelah makan malam, Shanum tidak bisa tidur. Pikirannya terus menerawang tentang obrolan tadi. Gadis yang menelepon Re

  • Shanum(Aku Yang Kalian Sebut Menantu Tak Berguna)   Bab 141

    Arjuna hanya bisa mendesah panjang. "Kamu mau ke mana lagi, Arletta?"Mama Alle—Arletta—memasang wajah serius. "Ada sedikit urusan. Nggak lama, kok.""Urusan apa?" tanya Karina curiga. "Jangan bilang ada yang perlu kamu 'hajar' lagi.""Aduh, Mbak Rin. Jangan suudzon. Aku ini udah tobat, tahu," jawab Arletta santai, tapi tidak meyakinkan sama sekali."Lah, terus kenapa nggak pakai mobil? Kenapa harus motor?" tanya Arkana."Karena pakai motor lebih fleksibel. Aku nggak mau buang waktu kena macet," balas Arletta cepat.Safran yang masih menggendong Baby Nata hanya menggeleng. "Mama, kalau ada sesuatu yang berbahaya, bilang. Jangan malah pergi sendiri."Arletta menatap putranya dengan senyum tipis. "Saf, kamu kan tahu sendiri. Mama nggak mungkin sembarangan. Lagian, ini bukan urusan besar.""Kalau bukan urusan besar, kenapa buru-buru?" sambar Arkana.Arletta melirik Arkana sekilas, lalu menghela napas. "Oke, baiklah. Tadi ada telepon dari anak buah Reyn. Mereka dapat laporan tentang seseo

  • Shanum(Aku Yang Kalian Sebut Menantu Tak Berguna)   Bab 140

    Setelah meeting selesai, suasana ruang rapat masih dipenuhi tawa kecil dari para staf. Baby Nata yang sejak tadi nyaman di pangkuan Safran kini mulai menguap lebar. Pipinya menempel di dada pria itu, tampak benar-benar merasa aman dan nyaman.Shanum, yang sejak tadi menunggu di luar, segera menghampiri Safran ketika pria itu keluar ruangan. "Aku pegang Nata, deh. Kamu pasti capek, kan?" tawarnya.Namun, begitu Shanum hendak mengambil Baby Nata, bocah itu langsung menggeliat, mengeratkan pelukannya pada Safran. "Pipi! Mau pipi! Mau pipi aja!"Semua orang yang kebetulan masih berada di sekitar mereka langsung menahan tawa. Shanum, di sisi lain, hanya bisa menghela napas dalam."Nata, ini Mama, Sayang. Sama Mama, ya?" Shanum kembali mencoba.Tapi Baby Nata justru menggeleng cepat. "Mau pipi!""Nata, kamu ini kenapa, sih?" Shanum mulai frustrasi. "Bukan berarti kamu nggak boleh suka sama Om Safran, tapi kan, ini keterlaluan! Masa kamu lebih milih dia daripada Mama sendiri?"Baby Nata tida

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status