Share

Bab 3

Shanum sudah tidak tahu lagi harus menyebut Reksa seperti apa. Tidak tahu malu? Tidak punya hati? Atau malah tidak punya otak?

Sudah tahu kondisi Shanum masih berduka paska keguguran. Masih sensitif dan masih sangat marah pada apa pun yang mengingatkannya pada penyebab dukanya tersebut. Khususnya terhadap Ayu.

Seharusnya, sebagai seorang suami Raksa mengerti hal itu dan berusaha menjaga perasaannya dengan  menjauhkan Ayu darinya. Tetapi yang terjadi malah, pria itu membawa Ayu kehadapan Shanum tanpa dosa sama sekali. Membuat Shanum makin muak di tempatnya.

Masih pantaskah Reksa disebut sebagai seorang suami?

"Hai, Shanum. Bagaimana kabarmu? Aku ... turut berduka untuk bayimu." Ayu memasang wajah sendu menatap Shanum. Entah benar-benar tulus, atau hanya modus karena di sana ada Reksa.

"Aku juga minta maaf untuk semalam. Aku tidak tahu jika akhirnya akan begini. Kalau aku tahu, sudah kularang temanku menghubungi Reksa."

Shanum tetap bergeming. Membungkam mulutnya serapat mungkin, seraya menatap Ayu tanpa minat sama sekali.

Katakan Shanum jahat. Tetapi, dia benar-benar sudah muak dengan wanita berbisa itu. Lain di mulut, lain ditindakan. Dasar muka dua!

"Ah, ya. Aku bawakan buah dan--"

"Jauhkan bunga itu!" sergah Shanum cepat. Saat Ayu menyodorkan sebuah karangan bunga cantik kehadapannya.

Ayu seketika terdiam. Mengerjap bingung lalu menoleh ke arah Reksa yang juga lumayan terkejut akan sikap Shanum barusan.

"Shanum, kok kamu gitu? Gak baik loh nolak pemberian orang," tegur Reksa kemudian.

Shanum melirik Reksa dengan tatapan dingin, sebelum menjawab. "Kalau-kalau kamu lupa. Aku alergi dengan serbuk sari dari bunga."

Reksa pun tertegun di tempatnya. Tiba-tiba merasa bersalah karena telah salah faham pada sikap Shanum barusan. Bagaimana mungkin dia bisa melupakan alergi istrinya tersebut.

"Uhm ... maaf, maaf. Aku lupa."

Reksa mulai gelagapan dan tak enak hati pada Shanum. Dalam hati ingin sekali Shanum membalas. 'Memang apa yang kamu ingat dari aku?'. Namun, nyatanya Shanum memilih menelan kalimat itu akhirnya.

Shanum sudah tak punya minat berdebat dengan pria plin plan itu.

"Uhm ... sini bunganya." Pria itu lalu merebut rangkaian bunga dari tangan Ayu. Lalu melangkah menjauh.

"Buang!" titah Shanum tegas. Membuat gerak tangan Reksa yang berniat menaruh bunga tersebut di pojok ruangan terhenti.

Pria itu melirik Shanum sekilas, lalu bergantian ke arah Ayu. Reksa seketika bingung akan mengambil keputusan bagaimana tentang bunga di tangannya.

Jujur saja, dia tidak ingin mengecewakan Shanum lagi. Tetapi di sisi lain, dia tidak enak jika harus membuang bunga pemberian Ayu tersebut.

"Tidak usah di buang. Di sini kan jauh dari--"

"Ruangan ini ber-Ac. Serbuk sari mudah menyebar terbawa angin. Tidak ada gunanya jika hanya menjauhkan tapi masih dalam ruangan yang sama." Shanum menyela lagi dengan cepat. Membuat Reksa kehilangan kata-katanya lagi.

"Tapi--"

"Lagipula yang punya alergi itu aku. Jadi hanya aku yang paling tahu bagaimana menanganinya."

Reksa pun semakin kehilangan kata-katanya. Akhirnya, dengan berat hati dia pun membawa bunga tersebut keluar lalu membuangnya pada tong sampah yang ada di depan.

Sekilas, Shanum melihat rahang Ayu mengeras dengan tangan yang mengepal. Entah gadis itu sadar atau tidak.

"Sudah aku buang. Kamu senang?" Reksa kembali masuk dan menghadap Shanum. Tatapannya masih syarat akan rasa tak terima.

Tetapi, Shanum kembali bergeming. Melempar pandangan ke lain arah. Seolah lupa tentang bagaimana cara berterima kasih.

"Shanum--"

"Aku mau tidur. Bisa kalian pergi?"

Reksa mengerang tertahan mendapati sikap ketus Shanum kembali. Wanita itu bahkan kini tak berbasa-basi lagi. Seenaknya mengusir mereka. Padahal ....

"Shanum, kamu bisa tidak menghargai Ayu. Dia sudah baik hati mau menjenguk kamu. Kenapa kamu malah memperlakukannya begini? Bagaimana pun, dia tamu, Shanum. Tidak bisakah kamu sopan sedikit?" Reksa mulai kehilangan kesabaran.

"Aku tidak pernah minta dijenguk dia."

"Shanum!"

"Reksa, sudah!" Ayu segera melerai, dan menghalangi tubuh Reksa yang hendak menghampiri istrinya. "Shanum pasti masih sangat sedih saat ini. Dia butuh waktu untuk bisa menerima semuanya. Jadi, jangan memaksanya."

Hih! Manis sekali kata-katanya. Saking manisnya, Shanum sampai mual.

"Tapi, Yu--"

"Aku tidak apa-apa, Sa. Sungguh! Aku juga salah kok datang sekarang. Harusnya besok saja. Saat Shanum sudah tenang, dan bisa menerima semuanya. Tentunya, juga bukan di jam istirahat Shanum. Jadi, jangan marah sama Shanum lagi, ya? Dia tidak salah, kok. Dia memang sudah seharusnya beristirahat lebih banyak agar kondisinya segera pulih."

Shanum tetap bungkam. Memilih menyimak saja obrolan dua orang di ruangannya itu. Meski, kembali muak dengan mulut manis dan sikap munafik yang disuguhkan.

Reksa menyugar rambutnya kasar. Melirik Shanum lagi dengan rasa kesal luar biasa. Wanita itu mulai berubah di matanya.

"Kamu lihat kan, Num. Ayu tidak seperti yang kamu kira selama ini?" terang Reksa kemudian. Namun, diabaikan oleh Shanum.

Shanum sudah tidak perduli apa pun ucapan Reksa lagi. Kekecewaannya lebih besar dari apa pun saat ini. Toh, biasa juga yang selalu salah di mata Reksa memang hanya dirinya.

"Sa, sudah. Jangan marah terus. Kasian Shanum. Biarkan dia istirahat." Ayu kembali membujuk.

"Ya, sudah. Biar ku antar kamu pulang saja kalau begitu. Ayo, Yu!"

Kemudian, Reksa pun membimbing Ayu ke luar ruangan dengan mesra. Tak perduli sama sekali jika itu kembali menyakiti hati Shanum.

Kalau memang sudah tak menginginkan Shanum. Kenapa Reksa tidak melepaskan Shanum saja? Setidaknya, Shanum tidak harus bertahan dalam asa yang kosong terus menerus.

Shanum mulai menyesali janji yang pernah dia buat untuk Reksa di awal pernikahan mereka. Bahwasanya dia akan mencoba bertahan dalam kondisi apa pun di samping Reksa, selama pria itu tidak menikah lagi. Kasarnya poligami.

Seandainya Shanum tahu bagaimana intimnya hubungan Reksa dengan Ayu sejak dulu. Tentunya, dia tak akan sembarangan membuat janji. Karena meski Reksa masih menjadikan Shanum istri satu-satunya. Tetapi hati pria itu sudah terbagi dua entah sejak kapan.

Jika sudah begini, masih bisa kah Shanum bertahan dalam mahligai pernikahannya?

***

"Kakak kok sendirian? Kak Reksa mana?" tanya Diva, saat esok harinya mengunjungi Shanum.

"Mengantar Ayu." Shanum menjawab singkat. Seraya melanjutkan sarapannya pagi itu.

Meski sebenarnya mulutnya masih tak minat makan apa pun. Tetapi, Shanum tidak mau makin bodoh dengan menyiksa diri dengan mengabaikan kesehatannya. Jadi, dia pun memaksakan mulutnya menelan makanan rumah sakit dan obat-obatan yang disediakan.

"Mengantar Kak Ayu? Maksudnya?" tanya Diva lagi penasaran.

Namun, Shanum tak memberikan penjelasan apa pun lagi. Hanya menaikan bahu acuh, sebelum melanjutkan sarapannya tanpa minat sama sekali.

Melihat itu, Diva pun meraih ponselnya dan keluar dari ruang rawat Shanum. Mungkin, dia mau menelepon Reksa. Atau malah langsung mengadu pada ayahnya. Yang jelas, tak berselang lama setelah itu. Reksa pun datang ke ruang rawat Shanum dengan marah, dan menghardik Shanum dengan keras.

"Kamu bisa tidak. Apa-apa jangan mengadu ke Papa! Kamu tahu, kasian Ayu yang akhirnya juga kena omelan Papa."

Ayu lagi! Ayu saja terus yang di kasihani. Sementara Shanum yang semalaman ditinggal sendiri di rumah sakit, tak diperdulikan Reksa sama sekali.

Apa Reksa lupa kalau Shanum baru saja menjalani operasi untuk mengeluarkan janinnya? Dia masih butuh bantuan meski hanya untuk sekedar pergi ke toilet!

Komen (2)
goodnovel comment avatar
siti yulianti
ayo num lupakan jaji bulshit mu balas tuh s grandong sama s lampir secara halus tp menusuk dan Tampa darah
goodnovel comment avatar
Puput Assyfa
menyerahlah shanum, buat apa bertahan dengan rmh tangga penuh t0xicc seperti ini
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status