Share

Bab 2

Author: Amih Lilis
last update Last Updated: 2023-10-10 01:50:00

"Maaf, kami tidak bisa menyelamatkan janinnya."

Kalimat itu bagai vonis kematian untuk Shanum. Sukses meluluh lantahkan hati dan kekuatan terakhirnya. Apa yang Shanum takutkan terjadi juga.

Hati Shanum hancur sehancur-hancurnya. Dua tahun sudah Shanum menunggu kehadirannya. Setelah hadir, dia malah pergi lagi. Sialnya tanpa Shanum sadari keberadaannya.

Shanum sedih, sekaligus kecewa pada dirinya. Bagaimana mungkin dia tidak menyadari keberadan sang buah hati beberapa minggu ini? Shanum sungguh kecewa. Ibu macam apa dia ya Tuhan?

Dan yang lebih membuat Shanum makin sedih. Suaminya tak kunjung datang jua, padahal sudah dikabari oleh Diva. Bahkan, ponselnya mendadak tidak aktif dan tidak bisa dihubungi. Sementara saat ini, Dokter memerlukan tanda tangan sang suami untuk tindakan kuret. Beruntung ada ayah mertua yang bersedia menggantikan tanggung jawab Reksa.

Shanum semakin kecewa dengan suaminya itu.

***

"Ayo, buka mulutnya. Aaa ...."

Shanum memalingkan wajahnya, menghidari sendok yang Reksa tawarkan. Dari wajah dan tatapannya yang masih sendu. Sangat jelas terlihat luka batin yang tengah dirasakan wanita itu saat ini.

Melihatnya, Reksa pun mendesah panjang penuh beban. Sejak siuman, Shanum memang terus mendiamkannya seperti ini. Reksa tahu, wanita itu pasti sangat terluka dan kecewa padanya.

"Shanum, ayolah. Kamu harus makan. Biar cepet sembuh." Reksa berusaha membujuk.

Shanum mengindahkan. Tidak berniat menjawab ataupun bereaksi pada ucapan suaminya. Hatinya masih sangat sakit sekali. Shanum belum bisa menerima kenyataan pahit yang menimpa bayinya. Ia juga masih sangat kecewa pada suaminya, yang tidak datang saat dia sangat membutuhkan pria itu.

"Shanum, aku tahu kamu sedih. Aku juga sedih, kok. Bayi itu kan juga anakku. Tapi, sedih berlarut-larut seperti ini juga gak baik. Nanti kamu malah makin sakit, sayang." Reksa masih berusaha membujuk, seraya mencoba meraih tangan Shanum.

Sayangnya, tangan Reksa pun hanya bisa menggantung di udara. Karena Shanum yang seakan tahu apa niat Reksa, segera menjauhkan tangannya dari jangkauan pria itu. Reksa pun kembali mendesah panjang.

Shanum tidak ingin disentuh Reksa lagi. Dia muak, kecewa dan marah. Lebih dari itu, dia mulai lelah bertahan. Bertahan di samping pria yang selalu menomor duakannya.

"Sayang, please jangan begini. Aku tahu, aku salah. Aku minta maaf, Sayang. Aku benar-benar menyesal. Seandainya aku tahu waktu itu kamu sedang hamil. Aku pastinya gak akan pergi. Aku akan jagain kamu 24 jam."

Shanum bergeming. Masih acuh pada sang suami dan membungkam mulutnya serapat mungkin.

"Sayang, ayolah. Mau sampai kapan kamu diam? Mau sampai kapan kamu nyuekin aku? Aku benar-benar menyesal, Shanum. Tolong berikan aku satu kesempatan lagi. Aku janji gak akan ngulangin lagi. Ayo, kita perbaiki bersama hubungan kita."

Shanum masih bergeming. Seolah sengaja menulikan diri dari semua ucapan pria yang dulu ia puja. Rasa kecewa Shanum masih sangat tinggi sekali. Membuatnya muak pada suaminya sendiri.

Melihat keacuhan Shanum, Reksa pun mendesah panjang kembali seraya menyugar rambutnya dengan kasar. Dia bingung harus bagaimana lagi membujuk sang istri.

"Shanum, ayolah. Aku tahu kamu marah. Tapi aku kan sudah minta maaf. Masa kamu gak mau maafin juga? Lagian, semalam juga Papa udah nampar aku. Apa itu gak cukup buat kamu? Atau ... apa kamu mau menamparku juga? Baiklah. Tampar aku, Shanum!" Reksa menyodorkan pipinya sendiri, yang masih sedikit memerah akibat tamparan sang ayah semalam.

Pria paruh baya yang menjadi kepala rumah tangga di keluarganya itu, begitu murka pada Reksa setelah mengetahui perihal keguguran Shanum. Tidak, lebih tepatnya ketidak hadiran Reksa di sisi Shanum semalam.

Papa menganggap Reksa telah abai dan tak menjaga Shanum dengan baik. Padahal, bukan Reksa ingin abai. Tetapi ia hanya mencoba menghindari pertengkaran dengan Shanum, yang semakin ke sini, semakin rewel dan tak pengertian pada hubungannya dan Ayu.

Reksa dan Ayu hanya sepupuan. Tetapi Shanum selalu saja cemburuan. Hal itu membuat Reksa jengah lama-kelamaan. Baginya Shanum tak pengertian sama sekali.

"Kenapa diam, Shanum?" tanya Reksa, ketika Shanum masih saja bergeming. "Aku bilang, tampar aku jika itu bisa membuat hati kamu sedikit tenang. Tampar aku sebanyak apa pun yang kamu mau, dan sekeras yang kamu bisa. Aku ikhlas menerimanya." Reksa kembali menegaskan.

Akan tetapi, Shanum masih acuh di tempatnya. Wajah cantik yang syarat akan kesedihan itu tetap berpaling ke arah lain, seolah tak sudi melihat suaminya sendiri.

"Shanum," lirih Reksa lelah akhirnya. "Ayolah, Sayang. Mau sampai kapan kamu kayak gini? Sedih berlarut-larut juga tak akan membuat bayi kita kembali, kan? Dia sudah pergi, dan tak mungkin kembali lagi. Ikhlaskan, Sayang. Dia sudah tenang di surga. Lagipula, kenapa sih kamu harus sedih berlebihan begini? Padahal, kita kan masih muda, Shanum. Jalan kita masih panjang untuk memiliki anak lainnya. Penting kondisi kamu membaik dulu."

Hati Shanum semakin mencelos di tempatnya. Ucapan Reksa tadi seolah menyatakan jika pria itu tak bersedih sama sekali atas kepergian sang buah hati. Shanum tak habis pikir dengan suaminya sendiri.

"Shanum--"

Ddrrttt ... dddrrrttt ... ddrrttt ....

Sebuah getar panjang tiba-tiba mengintrupsi. Membuat kalimat yang ingin Reksa ucapkan lagi seketika terhenti. Pria itu lalu mengeluarkan ponselnya dari saku celana. Raut wajahnya kemudian terlihat gusar setelah melirik sang penelpon.

Tanpa diberitahu pun. Shanum sudah bisa menebak siapa si pemanggil. Ayu. Siapa lagi yang selalu menghubungi suaminya setiap hari. Gadis itu bahkan bisa menelepon Reksa satu jam sekali. Sampai sebelum tidur pun, mereka biasanya akan bertelepon ria dulu sebelum memejamkan mata.

Hal itu membuat Shanum terbiasa, bahkan sangat muak lama-kelamaan. Menurut kalian sendiri, apa perilaku Reksa dan Ayu wajar?

Shanum memilih makin memalingkan wajah dan menyembunyikan diri dalam selimut. Mencoba abai pada apa pun yang akan Reksa perbuat.

"Shan ...." Reksa seperti hendak memanggil Shanum. Tetapi sikap acuh Shanum membuatnya ragu.

"Sebentar, ya? Aku angkat telepom dulu," pamit Reksa sejenak. Seraya sedikit menjauh dari Shanum.

Kiranya, kali ini Reksa akan memilih dirinya. Mengingat kondisi Shanum dan teguran sang Papa semalam. Kiranya Reksa akan menjaga jarak sejenak dengan Ayu. Ternyata ...

"Ya. Aku otw."

Sayangnya, harapan tinggallah harapan. Sampai kapan pun, Shanum sepertinya tidak akan jadi perioritas utama Reksa.

Lelaki yang sudah dua tahun menikahi Shanum itu pun lalu segera meraih jaketnya yang terlampir di sandaran kursi dekat Shanum, kemudian pergi tanpa beban dari ruang rawat Shanum begitu saja. Shanum pun hanya bisa kembali merepih sendiri.

Shanum terkekeh miris dengan lelehan air yang kembali mengalir di pipinya. Ia menertawakan dirinya sendiri dan nasib pernikahannya. Shanum merasa bodoh sekali. Mau saja bertahan dan percaya, pada ucapan manis pria tak punya pendirian itu.

"Dasar pembohong!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (4)
goodnovel comment avatar
Kiki Sulandari
Shanum....untuk apa masih bertahan dengan suami yg tak memperdulikanmu,padahal kau sedang sakit
goodnovel comment avatar
siti yulianti
ayo shanum buang aja suami bestard mu ke tempat selayaknya dan pasti s lampir akan mungut tuh sampah
goodnovel comment avatar
siti yulianti
bangsat bedebah klo Lo suka dan berat Ama aaaahh malas aku nyebutin nama nya y si lampir mungkin lebih baik .........
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Shanum(Aku Yang Kalian Sebut Menantu Tak Berguna)   Bab 152

    Shanum kira, setelah berpisah dan hidup di kota yang berbeda, bahkan dengan jarak lumayan jauh. Ia tidak akan pernah bertemu merek lagi. Tetapi, apa ini? Kenapa dunia mendadak sempit?Beberapa bulan lalu ia bertemu pria brengsek itu, sekarang ...."Shanum, tolong katakan. Apa itu benar cucuku?"Shanum yang sempat tertegun beberapa saat lantas menoleh. Kemudian agak tersentak setelah melihat siapa yang memangilnya barusan. Dari suara, ia sudah mengenali pemiliknya. Tetapi setelah melihat penampakannya, Shanum langsung membeku. Wajah itu berbeda dari yang ia ingat selama ini. Lebih dari itu, Shanum juga lumayan kaget karena ternyata yang memanggilnya adalah pengemis tadi!Tunggu dulu! Benarkah dia salah satu penggores trauma dalam hidup Shanum. Wanita yang sering menekan mentalnya dan meremehkannya. Tetapi ... kenapa wajahnya ... BERBEDA?"Shanum?" Tak segera mendapatkan jawaban. Tuna wisma itu kembali memanggil. "Maaf, anda kenal saya?" tanya Shanum pura-pura bodoh. Juga, meyakinkan

  • Shanum(Aku Yang Kalian Sebut Menantu Tak Berguna)   Bab 151

    Sebenarnya, Shanum ingin pernikahannya dengan Safran nanti di adakan sederhana saja. Soalnya ia merasa ini kan pernikahannya yang kedua, jadi malu jika harus dirayakan besar-besaran. Lagi pula, sejujurnya Shanum juga merasa hatinya belum sepenuhnya menerima cinta Safran. Jadi ia tidak merasa terlalu antusias menyiapkan pernikahan tersebut.Kejam, ya? hm ... mau gimana lagi? Pernikahan pertamanya terlalu menggoreskan luka mendalam di hatinya. Membuat Shanum butuh waktu lama hanya untuk sekedar berdamai dengan luka itu. Kalau bukan karena melihat kebutuhan kasih sayang untuk Nata dan effort yang di tunjukan Safran luar biasa. Shanum rasanya tak berani ambil resiko sebesar ini. Menerima cinta baru di saat hatinya masih penuh keraguan. Sebagian hatinya merasa sangat bersalah pada Safran. Bukankah ia seperti hanya menjadikan Safran pelarian semata? Akan tetapi, entah kenapa sebagian hatinya lagi mengatakan, jika pria itu adalah Safran, semuanya pasti akan baik-baik saja. "Bu, ada yang

  • Shanum(Aku Yang Kalian Sebut Menantu Tak Berguna)   Bab 150

    "Aku ... " Shanum terlihat ragu menjawab " ... nggak ..."Senyum Safran yang beberapa saat lalu terbit kecil di sela wajahnya yang nampak cemas. Mendadak pias mendengar lanjutan sepotong kalimat dari jawaban Shanum. Jangan, Tuhan! Aku mohon! Hatinya terus menggaungkan kalimat tersebut sambil menatap Shanum lekat dengan degup jantung yang terasa menggedor bilik dada. Bukan hanya Safran. Bunda, Daddy, bahkan semua orang di sana terlihat menahan napas sambil menatap Shanum penuh keterkejutan. Mereka cemas Shanum akan memberikan jawaban yang tak sesuai harapan. "Nggak mungkin nolak, kan?"Bunda menelan kembali kalimat teguran yang hampir saja terlontar. Sementara Shanum malah tersenyum manis menatap tepat ke dalam mata Safran."Aku sudah liat bagaimana Safran berperan menggantikan sosok ayah selama ini untuk Nata. Dia sangat sabar dan tulus. Kasih sayang yang Safran berikan mampu membuat bilik cinta di hati Nata menjadi lengkap. Karena itulah, aku nggak mungkin menolak lamaran ini. Kar

  • Shanum(Aku Yang Kalian Sebut Menantu Tak Berguna)   Bab 149

    "Kamu lagi ng'prank ya, Sha?" Shanum memijat keningnya yang mendadak pening. Luar biasa memang Safran itu. Padahal Shanum sudah bilang tidak harus malam ini juga. Minggu depan, atau minimal lusa gitu baru datang. Shanum kan juga butuh persiapan di sini. Akan tetapi pria itu seolah tuli. Tetap bersikukuh akan datang malam nanti bersama kedua orang tua. Alhasil beginilah jadinya, Mama Alle dan Bunda Karina tak henti meneleponnya, membuat Shanum tidak fokus bekerja. Ah, jadi nyesel tadi nantangin. "Sha?" Suara Bunda Karina terdengar memanggil kembali sebab Shanum tak kunjung memberi jawaban."Sha nggak lagi ngeprank, Bun.""Jadi bener? Kamu minta Safran datang melamar?" tuntut Bunda Karina cepat.Shanum mendesah berat. Kesal sekaligus gemas dengan Safran yang terlalu sat set. "Sha cuma bilang, kalau dia beneran serius, datang saja ke rumah bersama orang tuanya.""Ma--""Sha nggak bilang malam ini juga, Bun." Shanum lekas menyela meyakinkan bunda Karina. Ia merasa harus memberi pembe

  • Shanum(Aku Yang Kalian Sebut Menantu Tak Berguna)   Bab 148

    "Uncle Juna dan Frans sudah tahu tentang insiden mobil. Mereka mempercayakan Kakak sama aku. Makanya, aku nggak bisa ninggalin kakak di sini sendirian tanpa pengawasan."Shanum tidak jadi baper setelah mendengar alasan Safran. Yang ada malah kesal karena jawaban itu tak sesuai harapannya. Ternyata karena Daddy dan Frans. Bukan karena mereka ....Ah, sudahlah. Akhirnya, Shanum pun memilih tak banyak bicara lagi. Ikut saja apa keputusan Safran untuknya. Ia mengekor dengan patuh.Saat sampai, Shanum dan Renata Refleks meraih handel pintu belakang dengan kompak. Mereka pun terkejut dan saling melirik satu sama lain."Loh, kakak ngapain?" tanya Renata bingung. Sementara yang di tanya hanya mengerjap pelan. "Kakak kan harusnya duduk di depan sama kak Safran."Eh?Entah karena semasa gadis seringnya di antar jemput sopir, atau karena pas menikah sering di minta mengalah pada Ayu, Shanum memang jadi terbiasa duduk di belakang. Jadinya, hari ini pun ia refleks langsung menuju pintu ke dua. Sem

  • Shanum(Aku Yang Kalian Sebut Menantu Tak Berguna)   Bab 147

    "Aku ada janji ketemuan sama temen di Jakarta hari ini. Tapi Papa sama Kak Geo nggak bisa anter. Udah hopeless tadinya. Kakak tau sendiri gimana Mama sama Papa aku, kan? Mereka nggak bakal biarin aku pergi jauh sendirian. Untung Kak Safran kemaren ada di rumah. Sorenya mau pulang ke sini. Jadinya aku bisa nebeng, deh."Renata sudah menjelaskan semuanya dengan ringan. Tetapi Shanum rasanya tak bisa fokus. Atensinya masih saja tersita pada tangannya yang .... ugh! Ingin sekali Shanum tarik biar nggak nempel terus sama Safran. Duh! Kenapa Shanum jadi emosian gini, ya?"Karena macet, kami jadi sampe sini malam banget. Niatnya mau nginep di apartemen Kak Safran aja. Besoknya baru ke sana. Eh, di tengah jalan mendadak Kak Safran banting stir ke hotel ini. Katanya ada urusan penting. Aku di tinggal di mobil dan ... tiba-tiba aja dibukain satu kamar. Katanya, dia nggak bisa ninggalin tempat ini semalam. Ada yang harus di jaga."Suara Renata kembali terdengar. Shanum masih kurang fokus sebena

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status