Deru mesin samar terdengar saat pesawat hampir lepas landas. Glass melirik ke arah jendela, di balik kacamata hitam yang nampak memperkeren penampilannya itu, dia menyembunyikan banyak pertanyaan juga kegelisahan. Ingin rasanya segera menginjakkan kaki ke negara di mana orang- orang yang dikenalnya tinggal. Namun, hati kecil Glass merasa takut. Ia takut jika ibu yang membesarkannya telah tiada, dia juga takut jika gadis yang sangat ingin dia buat sakit hati ternyata sudah menemukan bahagianya.
“Tidak Glass! bukankah kamu ingin membuatnya mengemis cinta padamu? Mau dia sudah atau belum memiliki suami, ingat tujuanmu adalah membuatnya bertekuk lutut,” gumam Glass. Ia sandarkan punggung setelah pesawat berhasil mengudara. Glass baru akan memejamkan mata saat Alex yang duduk tepat disebelahnya mengajak bicara.
“Tepat seperti dugaan Anda, Ibu Aline meminta saya untuk menemani Anda sampai ke Indonesia,” ucap Alex.
“Dia
Bening berpura-pura tak melihat, dia memalingkan muka dan tersenyum ke arah Andrew dan dua orang temannya. Glass yang diam-diam memperhatikan pun merasa bahwa mantan istrinya itu sedang berkencan dengan Andrew. Glass berpikir seperti itu karena nampak jelas sejak tadi teman pria dan wanita yang sudah duduk di sana terlihat mesra dan bahkan saling rangkul. Namun, Glass tidak ingat bahwa pria yang terlihat bahagia saat Bening tiba adalah Andrew, Pria yang sejak dulu memang menaruh hati pada gadis itu.Satu teguk, dua teguk, tiga teguk. Glass mengawasi Bening yang wajahnya hanya nampak samping jika dilihat dari tempat dia duduk. Gadis itu seolah tak peduli dengan keberadaannya. Mereka bertingkah bak dua orang asing yang sama sekali tidak pernah saling mengenal. Hingga seorang wanita lain datang setengah jam kemudian, wanita itu melingkarkan tangan ke leher Andrew dan mencium pipi kiri pria itu.Glass melihat Bening tersenyum, kedatangan wanita itu mema
Glass dan Bening pun saling pandang. Namun, kemudian tatapan mereka beralih ke Olla yang sedang menarik-narik tangan Glass untuk memberikan permen miliknya ke pria itu. Glass pun tersenyum dan berjongkok di depan Olla, menerima permen lollipop dari tangan bocah itu dengan senyuman lebar. Melihat bagaimana Bening menatap Olla, Glass berpikir mungkin saja bocah itu adalah anak dari sang mantan istri. “Terima kasih anak cantik, siapa namamu?” tanya Glass mencoba menyembunyikan rasa penasarannya. Dia usap sisi rambut Olla lembut. “Olla,” jawab bocah itu kemudian berbalik berlari menuju Bening sambil memberi laporan. “Tabebe aku kasih Om itu permen.” Bening tertawa, dia puji Olla karena kebaikan hati keponakannya itu. “Olla memang anak baik.” Bening menyodorkan bibirnya dan Olla pun menciumnya sekilas. Agen property yang berbincang dengan Bening pun berdiri. Ia menyambut Glass yang datang sendirian ke sana tanpa ditemani Alex. Glass pun duduk di sing
Bening memijat pelipis karena ternyata yang menghubunginya adalah Zahra. Sekretarisnya itu mengabarkan sesuatu yang lagi-lagi sungguh tidak menyenangkan.“Pemilik bangunan kosong bekas show room mobil yang rencananya akan RBB sewa sebagai gudang, baru saja mengabari Pak Peter, dia bilang ada seorang pengusaha yang berniat membeli tanah beserta bangunan, jadi kemungkinan dia akan menjualnya dan tidak jadi disewakan ke perusahaan kita.”Hening, Bening memilih masuk ke dalam apartemen dulu sebelum menghempaskan tubuh ke sofa. Gadis itu menggosok kening, terlintas di dalam pikirannya untuk menikah saja dengan pengusaha kaya kemudian berdiam diri di rumah menjadi sosialita. Sungguh, ada saat di mana Bening merasa lelah menjadi seorang wanita karir.“Coba tanya ke Peter, berapa harga yang ditawarkan. Kalau memang harus membeli aku akan memakai uangku sendiri untuk membelinya dan RBB bisa menyewanya dariku, katakan pada Peter seperti itu,”
Fitria juga ikut bingung, kenapa Glass malah terlihat seperti tidak tahu apa-apa tentang itu.Hingga saat keduanya masih saling menatap wajah satu sama lain, Zahra masuk tanpa mengetuk pintu. Terang saja ibunda Amar itu menjadi pusat perhatian, baik Glass dan Fitria sama-sama menatap ke arahnya, sedangkan Zahra kaget bukan main mendapati sosok Glass berada di sana.“Di-di-dia? Kenapa di sini? kapan kembali?” gumam Zahra di dalam hati. Meski dia tidak melakukan kejahatan, tapi dia takut rahasianya terbongkar. “Apa Bu Bening belum tahu jika mantan suaminya sudah kembali?”“Itu dia, bukankah dia sekretarismu?” tanya Fitria.Glass sadar dan ingat dengan jelas siapa Zahra, hingga untuk menutupi perasaannya ke Fitria dia menjawab saja, “iya.”Merasa mencurigakan jika langsung pergi dari sana, Zahra memilih untuk mendekat, menyapa dan meletakkan buah yang dia bawa ke atas meja. Wanita itu h
[Be, aku sudah menemukan foto yang aku janjikan ke kamu kemarin. Foto pemilik Be Shopping]Bening yang baru ingin merebahkan raga memilih kembali menyalakan lampu. Ia sandarkan punggung ke headboard dan menatap benda pipih di tangannya lekat. Mungkinkah seorang pria botak dengan perut buncit, atau wanita setengah tua dengan bentuk muka oplas sana sini? Bening menerka-nerka seperti apa tampang pemilik perusahaan yang baru seumur jagung tapi sudah berhasil membuat perusahaannya morat-marit.Mungkin ini yang dinamakan terlena. Selalu berada di posisi atas di antara perusahaan belanja online lainnya, membuat Bening lupa bahwa pesaing pasti akan selalu ada. Ia merasa semua ini kesalahannya karena kurang waspada. Namun, saat foto yang dikirimkan temannya itu masuk ke aplikasi berbalas pesannya, Bening seketika geram. Bibir dan tangan gadis itu bergetar.“Glass, kamu-“ ucap Bening saat mendapati kenyataan bahwa pemilik Be Shopping adalah mantan suami
Bening merasakan aura yang berbeda saat Glass menatapnya. Aura kecemburuan dari seorang pria yang kesal melihat kekasihnya berdekatan dengan pria lain. Romi pun juga sama, dia langsung turun dari atas gubuk tempatnya mengobrol dengan Bening tadi. Wajah Romi terlihat jelas bahwa dia merasa tak enak hati, apa lagi mulut Glass yang tiba-tiba menyindir tanpa permisi.“Kamu meninggalkanku begitu saja bersama wanita cobra itu dan hidup nyaman di sini?”Bening mendelik, apa maksud Glass adalah Aline? Gadis itu heran kenapa bisa wanita itu mempunyai nama julukan yang aneh dari setiap orang yang dia kenal. Sang mama menyebut Aline mahkluk luar angkasa, Romi memanggilnya wanita sakit, dan sekarang Glass menyebut kakak perempuannya itu cobra, apa karena menurut Glass Aline sangat berbisa?“Sepertinya kalian butuh bicara berdua,” ucap Bening berusaha kabur dari sana. Ia sadar bahwa Romi dan Glass butuh ruang untuk bicara.Bening tahu alasan Ro
Glass mengangguk, dengan langkah berat dia berjalan di belakang Bening menuju kamar gadis itu. Melihat tidak ada koper di sana Glass pun iseng bertanya.“Apa kamu sudah biasa ke sini sampai tidak membawa baju?”“Apa?” Bening yang sibuk menurunkan suhu pendingin ruangan pun tahu maksud Glass, dia dengan santai menjawab pertanyaan pria itu. “Aku meninggalkannya di hotel, sebenarnya aku ke sini bersama teman mama, besok pagi aku akan mengantarmu sekaligus menjemput teman mama untuk membawanya ke sini, dia ingin melihat yayasan.”Mendengar Bening menyebut kata ‘mama’ Glass pun bertanya bagaimana kabar Rea dan Arkan. Jujur, dia sangat takut bertemu dengan mantan mertuanya.“Mereka pasti membenciku,” lirih Glass.Bening merasa tak enak hati mendengar ucapan itu. Ia menggeleng untuk menanggapi tebakan Glass soal mama dan papanya. “Tidak, mereka tahu alasan kamu pergi dan alasank
“Lihat saja setelah kembali, aku akan bener-benar menemui orangtuamu.” Glass masih berbicara seperti itu. Ia keluar dari dalam mobil lalu berjalan masuk ke lobi setelah sampai di hotel.Bening pun tak berniat menanggapi, menurutnya Glass sedang mengada-ada. Ia memilih masuk dan menyapa Vero yang sudah menunggu. Bening meminta izin untuk mengambil beberapa baju lebih dulu di kamar, sebelum kembali ke yayasan.“Astaga!”Bening mengepalkan tangan dan menekuknya ke depan dada saat Glass tiba-tiba saja muncul di hadapan. Pria itu ternyata sengaja menunggu dengan berdiri di depan lift. Bening yang kesal secara reflek memukul lengan Glass, dia tidak menyangka mantan suami yang dianggapnya sudah dewasa bisa bertingkah konyol seperti itu.“Aku akan ikut ke kamarmu,” ucap Glass saat dia dan Bening sudah berada di dalam lift.“Ikut? Apa yang ingin kamu lakukan?” Bening menyilangkan kedua tangan di depan da