Share

Pihak Ke Tiga

David mengernyitkan dahinya. "Kamu sudah kenal Pak Tyo?" tanya David.

Sandra pun hanya menggeleng cepat. Mampus! Jika bosnya tahu, Sandra telah mengenal Tyo sebelumnya pasti akan jadi masalah. Sandrapun langsung beralasan seadanya, dari pada terkena akibat buruk gara-gara si brengsek ini.

"Oh, saya tidak kenal, Pak," jawab Sandra singkat sembari menggelengkan kepala.

Sandra tersenyum tipis sembari mengulurkan tangannya ke arah Tyo yang sudah siap menyambut dengan tatapan berbinar. Benar saja tatapannya siap menerkam Sandra kapanpun dia mau.

"Tyo Bagaskara."

Sandra tersenyum sekilas. "Sandra."

Tyo nampak menyengir karena Sandra hanya berkenalan secara singkat saja. Untungnya, bosnya terlihat tidak peduli dengan interaksi mereka yang sedikit menimbulkan tanda tanya. Beberapa waktu kemudian, saat di dalam ruangan Tyo, Sandra terasa sangat canggung. Namun, dia berusaha mengubur perasaan kacaunya itu dengan sikap profesional. Sesekali dia tersenyum dan melihat ekspresi Tyo yang seolah-olah tak peduli akan kehadirannya.

"Kamu harus hadir dalam acara makan malam nanti," ujar David sambil menyeruput minuman di gelas porselen yang disediakan oleh Tyo.

Tyo hampir tersedak minumannya kemudian melirik Sandra yang tidak peduli pada obrolan antara dirinya dan David. Sepertinya dia harus menyudahi percakapan yang tidak seharusnya dikatakan di depan Sandra ini.

"Oh ya, Kak, pukul tiga nanti aku ada jadwal meeting dengan customer dari Bali."

David mencebik. "Kamu sengaja mengusirku, gara-gara tidak enak dengan Sandra?"

Tyo menggeleng. "Kita bicarakan itu nanti."

"Baiklah, aku akan pamit dulu. Jarang-jarang seorang Bos mengunjungi klien seperti ini, lain kali harus ada jamuan yang mahal untuk kami," ucap David terkekeh.

David menjabat tangan Tyo, kemudian berganti dengan Sandra. Kepala Sandra menunduk dalam, ia tidak ingin menatap atau melihat wajah Tyo secara dekat. Cepat-cepat dia menarik tangannya dari tangan Tyo, lalu tanpa sadar berjalan mendahului David keluar.

"Aku pikir ada yang aneh dengan Bu Sandra hari ini," ucap David kepada Tyo yang juga mematung memperhatikan kepergian Sandra yang sudah menghilang dari balik pintu.

Tyo tersenyum kecut. "Mungkin karyawan barumu gugup melihat ketampananku, Kak."

David tertawa, kemudian nada bicaranya menjadi serius. "Soal yang tadi, tolong kamu pertimbangkan. Aku tidak enak dengan mama."

Mata Tyo menatap David dengan sorot mata tajam. "Apa dia tidak menyerah?"

David menepuk pundak Tyo dua kali. "Don't come if you'll leave."

Setelah mengatakan kalimat menohok tersebut, David tersenyum dingin kemudian pergi keluar. Sedangkan Tyo tersenyum sinis dan meninju udara. Tangannya mengepal sempurna sampai buku-bukunya terlihat.

Sepanjang perjalanan kembali ke kantor, Sandra terdiam membisu. David sebagai atasannya pun heran, bagaimana ada karyawan baru yang cuek seperti ini. Tak tahan lagi, David pun bertanya. "Apa anda tidak enak badan, Bu Sandra?" David kembali membuyarkan lamunan Sandra yang sedari tadi hanya diam. "Dari tadi anda hanya terdiam. Apa ada yang sakit?" David meneliti ujung rambut Sandra sampai ujung kaki.

Sandra tersenyum tipis, kemudian menggeleng. "Saya baik-baik saja, Pak.

David bernapas lega. Namun, ada satu hal yang mengganjal pikirannya dari tadi. Sebenarnya, David ingin bertanya kepada Sandra langsung, tapi, ia urungkan.

***

Tyo mengulas senyum lebar saat menghadiri acara jamuan makan malam yang diadakan oleh David. Di bawah cahaya bulan, mereka sesekali tertawa, mengobrol santai lalu menyeruput minuman yang ada di depan mereka. Jamuan makan malam itu diadakan di sebuah cafe outdoor dengan suasana santai.

"Selamat atas kesuksesanmu, Tyo," ucap David sambil mengarahkan gelasnya untuk bersulang dengan Tyo.

Tyo tersenyum miring. "Thanks, Kak. Ini semua juga berkat dirimu, dan juga ... Ehm, dia." Tyo melirik seseorang yang duduk di seberangnya dengan tatapan datar.

"Kamu harus ingat perkataanku tadi di kantor."

David tersenyum palsu. Sambil terus menyeruput segelas winenya, ia tiba-tiba menangkap siluet seorang wanita dari ujung ekor matanya. Tak asing lagi, wajah wanita yang sedari tadi terdiam di sepanjang perjalanan bersamanya.

"Aku ke sana dulu," ucap David terburu-buru sambil meletakkan gelasnya di meja.

Dahi Tyo berkerut-kerut. Ia pun penasaran, apa yang membuat David sampai rela tak menandaskan minumannya hanya karena ingin pergi terburu-buru. Saat itu, Tyo tak melihat siapa yang ditemui David sampai wajahnya terlihat sumringah di ujung sana karena, cahayanya hanya temaram.

"Hai," sapa seorang wanita dari belakang tubuh Tyo.

Tyo berbalik menatap wanita yang sudah berdiri di depannya itu. Wanita cantik itu terlihat anggun hanya memakai blouse warna putih, celana pendek selutut dan dipadu padan dengan sepatu sneakers putih. Sementara rambutnya digerai panjang. Ia sesekali menyibak rambutnya itu ke belakang.

"Siapa yang ditemui Kak David di sana?" tanya Tyo basa-basi. Sambil menunjuk ke arah David mengobrol.

Wanita itu melihat David bersama seseorang, tapi, wanita itu juga tidak yakin siapa itu. "Kurasa hanya teman, kenapa Mas Tyo sampai penasaran begitu?"

Tangan Tyo bersidekap. "Kakakmu tidak pernah membawa seorang wanita sebelumnya."

Wanita itu tertawa jahil. "Aku tidak peduli pada kakakku, yang aku pedulikan hanya orang yang di depanku saja."

Tentu saja. Malam itu Tyo memakai pakaian casual, wangi maskulin menguar dari tubub Tyo. Siapa wanita yang tidak terpesona dengannya. Apalagi wanita di depannya itu, hanya memandanginya sepanjang malam.

"Let's go out and talk." Wanita itu mengapit lengan Tyo tak sabaran.

Sebuah ide cemerlang muncul di dalam otaknya.  Ia menarik Tyo untuk menemui David di meja seberang. Tampaknya David sangat berantusias sampai lupa jika keluarganya masih berada satu tempat dengannya.

"Here we go!" Lagi-lagi wanita itu berkata seolah tanpa beban di dekat David.

Meja kotak yang berisikan dua orang wanita, ditambah satu orang yaitu David itu menjadi saksi di mana Tyo bertemu dengan sang pujaan hatinya kembali. Memang jika dilihat dari jauh, tidak akan jelas, karena minim cahaya. Namun, mata David seolah berubah menjadi mata elang sehingga mampu menangkap siluet wanita yang bernama Sandra yang duduk menghadap ke arah Kiara, sahabatnya.

Sandra melotot, salah tingkah. Tak hanya Sandra, Tyo sangat merasa bersalah saat tangan wanita yang sedari tadi bersamanya itu malah semakin kuat mengapitnya.

"Kak David, siapa dia?" tanya wanita itu penuh dengan semangat. "Apa kita boleh bergabung juga?" tanyanya memastikan, sambil tersenyum melihat Tyo.

David menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Dia karyawan baruku di kantor, aku tidak sengaja melihatnya di sini."

"Ada apa sampai Kakak menghampirinya duluan?"

"Zii ... Hentikan," titah David. "Ayo kita pergi, Sandra dan temannya jadi tidak nyaman."

Tyo menuruti, sedangkan David sudah berdiri dan berpamitan dengan Sandra. Tak disangka wanita yang dipanggil Zi oleh David itu menanyakan sesuatu kepada Sandra.

"Sebentar, aku kayaknya pernah lihat dia." Wanita itu menunjuk salah seorang di antara Sandra dan Kiara.

Sandra dan Kiara saling bertukar pandang. Mata Sandra tak henti-hentinya melihat tangan wanita itu mengapit lengan Tyo dengan erat. Perasaan murka dan sedih seolah bercampur jadi satu di hati Sandra. Tega. Kata yang ingin diucapkan oleh Sandra malam itu.

"Maaf, tapi, siapa yang anda maksud?" Kiara menjawab karena penasaran.

Tyo mengusap wajahnya kasar. Dia sendiri tidak menyangka akan bertemu dengan Sandra dengan kondisi seperti ini. Apalagi wanita agresif di sampingnya ini yang memulai percakapan yang tidak jelas.

"Dia," tunjuk wanita ke arah Sandra. "Apa kamu pacarnya dulu?" tanya wanita itu tegas.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status