Share

Si Brengsek dari Masa Lalu
Si Brengsek dari Masa Lalu
Author: SageGreen_

Tiba-Tiba Pindah

Author: SageGreen_
last update Last Updated: 2023-10-11 07:36:16

Sandra menangis sesenggukan di sebuah kamar mandi berukuran 2x2 meter. Wanita itu menahan sakit yang amat dalam di dalam dada, dan juga perut bagian bawahnya yang mengalami kontraksi hebat. Cairan berwarna merah menyala itu mengalir sangat deras keluar dari bagian bawah tubuhnya. Beberapa saat kemudian, bongkahan berukuran agak besar dan kecil keluar bersamaan di bawah lantai kamar mandi.

“M-maaf, maafkan mama, Nak." Sandra terisak sambil terduduk di bawah lantai kamar mandi. Tak peduli lagi dengan air shower yang dingin mengucur deras di atas kepala dan tubuhnya yang tak berbusana.

Sandra melirik bongkahan-bongkahan itu, lalu dengan sisa tenaga yang ada pada tubuhnya, dia berjongkok memungutinya dengan menggunakan sarung tangan yang sudah ia pakai sejak sebelum dia melakukan aksinya. Bongkahan berwarna merah merekah itu ia masukkan ke dalam kantong berwarna hitam dan ia masukkan ke dalam kotak plastik bening. Setelah berhasil ia masukkan, dia melepas sarung tangannya lalu meraih ponsel yang sudah ada di atas wastafel.

Sandra meringis sambil menangis kemudian mengarahkan gawainya ke kotak plastik tersebut. “Ini akan mama tunjukkan pada badjingan itu,” serunya seraya tersenyum pilu.

Sementara di tempat lain, Tyo mondar-mandir gelisah karena sebelumnya sudah mendengar kabar jika Sandra akan melakukan aksinya tengah malam ini. Hatinya diliputi perasaan sangat bersalah, marah, dan sedih. Bodohnya, dia tak bisa mempertanggung jawabkan perbuatannya itu, hal yang sangat mustahil dia lakukan. Setelah terasa pegal mondar-mandir, dia lalu duduk di kursi yang ada di balkon apartementnya.

Sandra calling...

Buru-buru Tyo menjawab panggilan telponnya. “Sayang... Bagai—”

“Dia sudah mati! Apa kamu sudah puas, atau sekarang sudah tertawa bahagia?!” gertak Sandra di seberang sana.

Tyo menghela napas berat lalu mengusap keringat dingin yang tiba-tiba keluar dari pelipisnya. “Tidak... Aku tidak berpikiran seperti itu, Sandra. Mana mungkin aku bisa bahagia?” belanya seolah tidak ikhlas.

Sandra tertawa miris di seberang sana sembari berkata kasar. “Bajingan! Kamu adalah seorang bajingan! Kamu hanya mementingkan dirimu sendiri, dan tidak pernah mengerti perasaanku! Apa kamu tidak penasaran bagaimana keadaanku sekarang. Jika aku tidak mati, itu juga sudah sebuah keberuntungan,” racau Sandra seraya menangis semakin keras.

Lag-lagi Tyo menghela napas berat. Kemana dirinya pergi setelah berhasil menghamili Sandra? Bukannya bertanggung-jawab dirinya malah terang-terangan menyuruh wanita itu menggugurkan kandungannya dan membelikannya sebuah obat khusus untuk Sandra. Akibat dari pikiran piciknya itu, Sandra lah yang akhirnya memikul beban itu sendiri.

“Pengecut! Bajingan! Bangsaatt!” umpat Sandra kembali.

Tyo membeku di tempatnya. Tanpa basa-basi dia segera menutup panggilannya lalu bergegas masuk ke dalam kamar. Tak lupa ia menutup pintu balkon, kemudian meraih kunci mobilnya. Malam itu, Tyo segera melajukan mobil bmw-nya menuju kota tempat kelahiran Sandra. Jarak kota S ke kota Y membutuhkan waktu tempuh sekitar empat jam. Malam itu Tyo memang sengaja tak membawa supir pribadi bersamanya, karena akan menyelesaikan masalah pribadinya tanpa bayang-bayang dari orang lain.

Sementara di tempat lain, Sandra buru-buru berdiri dan segera membersihkan tubuhnya yang bersimbah darah. Hujan deras malam itu menambah kengerian dan kesedihan yang mendalam bagi Sandra. Dia menangis di bawah guyuran shower, kedua tangannya berpijak pada dinding kamar mandi sambil sesekali dia menertawai betapa kejamnya dirinya malam ini.

Setelah cukup lama berada di dalam kamar mandi, membersihkan seluruh tubuh dan semua pakaian yang menempel. Sandra akhirnya keluar, dengan langkah tertatih, kemudian meraih obat-obatan yang ada di atas nakas, buru-buru dia minum. Selain itu, tubuhnya terasa sedikit sempoyongan, tetapi lebih hebatn lagi, fisik Sandra ternyata jauh lebih kuat. Ia kemudian menyandarkan kepalanya di sandaran ranjang, lalu mulai membaca pesan-pesan yang dikirim Tyo.

“Lihat! Bahkan dia hanya mengirimkan pesan tidak berguna seperti ini, dasar bajingan tengik!” umpat Sandra.

Dari pada lelah menanggapi ocehan Tyo di dalam aplikasi berwarna hijau. Sandra kemudian memejamkan mata sambil sesekali meringis merasakan perutnya yang masih sangat nyeri. Hingga akhirnya dia terlelap menyambut mimpi.

Keesokan paginya, rumah Sandra sudah heboh karena ada tamu yang memencet bel berkali-kali. Padahal jam masih menunjukkan pukul 06.00 pagi tetapi, orang itu benar-benar tidak sopan bertamu sepagi ini. Akhirnya, asisten rumah tangga Sandra yang tergopoh-gopoh untuk segera membukakan pintu. Perlahan pintu pun dibuka.

“Maaf, pagi-pagi sekali mau cari siapa ya, Tuan?” tanya Marni asisten rumah tangga Sandra.

Tyo berdiri dengan wajah pucat pasi. “S-Sandra ada?”

Marni mengangguk pelan. “Ya, ada. Tapi ... Nona, sedang tidak enak badan, Tuan.”

Tyo terkejut kemudian memaksa masuk ke dalam rumah Sandra. Tapi, gerakannya ditahan oleh Marni. “Tuan, tidak boleh sembarangan masuk. Bapak dan Ibu sedang tidak ada di rumah, jadi, tolong Anda segera pergi dari rumah ini. Atau Tuan bisa membangunkan Tuan muda.”

Gerakan Tyo mengendur, tubuhnya tak berdaya. Setelah sedikit cekcok dengan Marni, suara lantang dari dalam rumah mengagetkan mereka berdua. Siapa lagi kalau bukan Sandra.

“Siapa tamunya, Mbak?” teriak Sandra dari lantai dua. “Pagi-pagi sudah berisik sekali,” sambung Sandra kemudian mengikat kimono satinnya lalu berjalan ke bawah lantai satu. Sungguh jika tidak ada suara ribut-ribut di bawah, dia tidak akan bangun sepagi ini. Seluruh tubuhnya masih sangat remuk. Sambil masih sedikit sempoyongan, kepalanya juga berdenyut-denyut.

“Sandra!” panggil Tyo.

Sandra membelalakkan matanya lebar-lebar, ternyata pria pengecut itu sudah datang. “Mbak Marni tolong pergi, ini tamuku,” perintah Sandra, dingin.

Marni mengangguk pasrah kemudian berjalan meninggalkan Sandra dan Tyo yang masih berdiri di depan pintu. Setelah dirasa aman, Sandra menarik pergelangan tangan Tyo untuk berbicara di luar rumahnya.

“Sayang, wajahmu sangat pucat. Apa kamu baik-baik saja, hm?” tanya Tyo cemas. Seraya membenarkan rambut Sandra yang berantakan.

Sandra tersenyum sinis. “Memang apa pedulimu? Lebih baik kita akhiri saja hubungan kita yang tidak jelas ini. Pergilah, aku sudah lelah,” Sandra berbalik berjalan masuk ke dalam rumah. Namun, Tyo cepat memeluk pinggang Sandra dari belakang.

“Mana mungkin aku bisa melepasmu begitu saja, Sandra,” ucap Tyo tulus. “Maafkan aku, aku tidak seharusnya menyuruhmu untuk ...” Tyo meredam suaranya. Merasakan sesak di dadanya.

Sandra menangis pilu. Kedua pundaknya bergetar hebat, dan bodohnya dia selalu menuruti kata-kata pria pengecut itu. Meskipun seribu kesalahan yang Tyo lakukan, Sandra akan terus memaafkannya.

****

Satu bulan berlalu, setelah kejadian menyedihkan itu, Sandra mulai bangkit dari keterpurukannya. Setelah mengambil cuti cukup panjang gara-gara kebodohannya, pagi itu dia sudah siap bekerja di meja kubikelnya.

Seseorang lalu menepuk pundaknya pelan. "Mbak Sandra, Pak Manager mau bertemu sekarang juga."

Sandra terkesiap. "Se-sekarang?"

Wanita itu mengangguk. "Iya, Mbak."

Dahi Sandra sudah berkerut-kerut. Sepagi itu dia sudah disuruh datang ke ruangan bosnya. Gugup? Tentu saja Sandra sangat gugup. Sandra berpikir dia akan dipecat hari itu juga sebab, dia sudah nyaris menghabiskan jatah cuti tahunannya gara-gara si brengsek Tyo.

Sandra sampai di muka pintu ruangan bosnya dengan telapak tangan yang dingin. Lalu mulai mengetuk pintu perlahan.

"Masuk, San!" teriak bos Sandra dari dalam ruangan, seolah sudah tahu jika yang mengetuk adalah Sandra.

Bunyi hak sepatu tujuh senti itu menyeruak di dalam ruangan bosnya. Sandra datang dengan senyuman tertekan.

"Duduk dulu, ada yang mau saya sampaikan," ucap lelaki berkepala plontos itu.

Sandra mengangguk, lalu duduk dengan sedikit tidak nyaman. "Sebelumnya saya minta maaf atas cuti saya yang sangat panjang—"

Lelaki berkacamata itu tersenyum tipis lalu memotong kalimat Sandra. "Siapa yang mempermasalahkan itu. Saya cuma mau memberikan ini."

Sebuah amplop putih yang masih tersegel itu disodorkan di depan Sandra. Sandra yang tidak tahu apa-apa pun hanya pasrah jika memang ini adalah hari terakhirnya dia bekerja.

"Dibuka dan dibaca," perintah si manager.

Sandra tersenyum miris. Secepat kilat, ia pun membuka isi dari amplop tersebut. Secarik kertas berlogo sebuah perusahaan asuransi terkenal sangat kentara di pojok kiri atas isi surat tersebut. Mata bulat Sandra tambah membulat detik itu juga, satu tangannya membungkam mulutnya karena terkejut.

"Ti-tidak mungkin ...."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Si Brengsek dari Masa Lalu   Mengikis Jarak

    "Itu surat cinta," jawab David seraya tertawa dengan terpaksa. Sandra menatap David dengan tatapan yang sulit diartikan. Sudah jauh-jauh hari Sandra menyiapkan dokumen itu untuk ditanda tangani oleh Tyo. Sekarang kemenangan sudah hampir di depan mata, tapi tidak sampai sedetik Bosnya menghancurkan harapan Sandra dengan mudahnya. "Saya mau pulang."Sandra berdiri kemudian meremat kedua jari-jemarinya, ia menggigit bibir bawahnya. Sungguh, dia merasa dipermalukan oleh David. Terlebih di depan Tyo. Wajah David berubah masam saat Sandra meminta untuk pulang. Ia lalu berdiri memegang lengan Sandra yang sedikit bergetar. David tahu jika Sandra sangat kecewa dengannya. Tapi, sungguh David tidak bermaksud mengecewakannya. Kepala Sandra mendongak menatap David sambil berurai air mata. "Bapak tahu, saya mengerjakan semua itu sampai lupa tidur. Kenapa sekarang Anda mempermalukan saya di depan klien Bapak sendiri?"Sandra melirik Tyo sedikit. "Pak Tyo juga pasti kecewa jauh-jauh datang kemari

  • Si Brengsek dari Masa Lalu   Diantara Tiga

    Galen menumpu kedua tangannya di atas lutut. Ia melihat betapa Tyo ternyata tidak berdaya. Apalagi Galen sangat menganggap remeh Tyo karena, ketidaktegasannya sebagai lelaki. Hal itu sangat menggelikan. Tyo mengaduh lalu sedikit memposisikan badannya menjadi duduk bersandar tembok. Sedangkan Galen berdiri tegak lalu mengambil sebuah sesuatu di dalam laci nakas. Setelah itu, Galen melemparnya di depan Tyo. "Jauhi Sandra, atau aku bilang ke David sekarang."Tangan Tyo meraih amplop putih yang masih terbungkus rapi. Tyo lalu membuka perlahan, lalu dia sedikit memijat pelipisnya sedikit. "Nggak perlu gini lah, Bro!"Galen tersenyum dingin sambil duduk di tepi ranjang. "Sandra nggak perlu lelaki lembek kayak kamu gini."Tyo mencengkeram foto itu lalu merobeknya. Dia tahu percuma merobek foto itu sebab, Galen pasti punya file-nya. Galen bisa mencetak foto itu kapanpun dia mau. Tyo pikir dia bisa lepas dari Galen karena Galen adalah masa lalu kelam Sandra dulunya. Galen juga sudah menikah

  • Si Brengsek dari Masa Lalu   Masa Lalu Vs Masa Kini

    Sandra buru-buru menutup pintu hotel dengan kasar setelah tahu siapa yang datang. Pria itu memang sengaja mengikutinya, tapi pertanyaannya sejak kapan? Sebenarnya apa tujuan Gilang. Keringat Sandra bercucuran di pelipisnya. Untungnya, Sandra punya tenaga dalam untuk segera menutup pintu dengan cepat. Jika tidak, mungkin Sandra akan terjebak bersama lelaki itu. Pria itu masih tetap menggedor-gedor pintu. Namun, Sandra masih tetap bergeming di tempatnya dan menutupi kedua telinganya. Satu jam kemudian, Sandra sudah tak mendengar suara berisik dari luar. Sandra berharap dia bisa keluar dari tempat itu. "Kenapa aku jadi kayak di sandera gini?" gumamnya pada dirinya sendiri. Sebelum Sandra melangkah menuju kamar, ia mendengar pintunya diketuk kembali. Kali ini terdengar sedikit beraturan. Terdengar lirih samar-samar bukan suara lelaki tadi. Namun, dia tampaknya tahu siapa yang datang. Satu tangan Sandra menarik handle pintu itu lalu tersenyum lebar melihat lelaki yang berbeda dengan t

  • Si Brengsek dari Masa Lalu   Terjebak

    Siang itu, Sandra akhirnya pergi bersama sekretaris David dan juga supir kantornya. Perjalanan dari kantor menuju rumah Tyo memakan waktu kurang lebih tiga jam. Sandra berpikir ini adalah ide yang sangat gila demi selembar dokumen dia rela melakukan hal gila ini. "Pak David kenapa perginya buru-buru, Pak?" tanya Sandra kepada sekretaris David. Ya pikir Sandra daripada sepi di dalam mobil, ia memutuskan untuk memulai ngobrol dengan Pak Gilang-sekretaris David-. Gilang tak melihat wajah Sandra saat menjawab, pandangannya lurus ke depan. "Tidak tahu."Bibir Sandra mencebik. Terkejut dengan jawaban Gilang padanya. Sangat misterius. Sandra hanya ber-oh ria. Ia juga tidak jadi meneruskan niatnya untuk mengobrol terlalu jauh dengan Gilang. Lebih baik dia tidur saja mengingat masih dua jam lagi perjalanannya. Beberapa jam kemudian, pundak Sandra terasa ditepuk beberapa kali oleh seseorang. Kedua matanya mengerjap. "Sudah sampai, Bu." Gilang berkata dengan suara datar. Lalu beranjak pergi

  • Si Brengsek dari Masa Lalu   Pertempuran Hati

    "Mau apa?" tanya sang Mama terlihat penasaran sampai melepas pelukannya. Sementara sang kakak-Sintia- menukikkan sebelah alisnya mencoba mengancam jika Tyo berani berbicara hal-hal yang membuat Mamanya drop. Tyo tampak kikuk lalu tersenyum kaku. "Mau merid 'kan, Ma. "Mama Tyo tersenyum puas. Lalu menyuruh Tyo masuk ke dalam rumah. Sintia pun turut serta duduk sebelum dia kembali ke kantornya. Kebetulan sekali sewaktu dia pulang, Tyo berdiri di ambang pintu rumahnya. "Loh kamu nggak berangkat kerja, Sin?" tanya Mama Tyo mengalihkan pandangannya. Sintia menggeleng pelan. Lalu menatap Tyo penuh tatapan intimidasi. "Ya 'kan adik Sintia tersayang pulang, ya diajak ngobrol bentar lah, Ma."Tyo memutar bola mata malas. Lalu tanpa peduli dengan kakaknya, ia menatap sendu mamanya. Mulutnya sedari tadi ingin berbicara hal yang penting tapi, kakaknya malah tanpa merasa bersalah ikut campur masalahnya. "Ma, gimana kabar Mama?"Wanita paruh baya itu mengangguk kecil, ia mengusap punggung tan

  • Si Brengsek dari Masa Lalu   Melepas vs Melindungi

    Beberapa waktu kemudian, Kiara melihat wajah Sandra sangat pucat, seperti mayat hidup! Suhu badannya juga sangat tinggi. Sandra benar-benar menderita. Kiara menyeka keringat Sandra yang mengalir dari pelipisnya. "Kasian banget sih ni anak."Saat itu bel unitnya berbunyi nyaring. Kiara menyunggingkan senyum sedikit. Lalu dengan cepat beranjak mengayunkan langkah untuk membukakan pintu. Dari balik pintu, nampak seorang pria berdiri dengan wajah gelisah dan cemas. Masih jelas di mana luka di sekitar pinggir bibirnya belum mengering. "Ck, kenapa ke sini!" Kiara memutar bola matanya malas. Galen tentu terkejut ketika bukan Sandra yang muncul, tapi Kiara. Wajahnya berubah masam. "Kamu tinggal di sini sama Sandra?"Mata Kiara melotot. "Kalo iya emang kenapa?"Galen menunduk sebentar sembari mengusap darah di bibirnya akibat ulah wanita di depannya ini. "Sandra, ada?"Kiara mencengkeram kedua tangannya ingin menghajar Galen lagi. Tapi, dia harus tenang setenang air. Dia akan bertindak jik

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status