Share

Si Buta Dari Sungai Ular
Si Buta Dari Sungai Ular
Penulis: KSATRIA PENGEMBARA

1. Rencana Pembunuhan Putra Mahkota

Saat ini. Di luar sana, terjadilah kehebohan yang sulit diterima akal sehat! Delapan hari berturut-turut terjadi bulan purnama disertai hawa dingin membekukan tulang!. Siang malam hawa dingin bagai menggerogoti tulang dan sumsum manusia. Bisa dibayangkan jika pada siang hari bolong dengan sinar matahari terik memancar, justru hawa terasa dingin meski tidak sedingin di malam hari. Tentu saja fenomena ini banyak menimbulkan berbagai macam pendapat. Ada yang mengatakan bahwa Bathara Kala berhasil menemukan kembali tubuhnya, lalu mencari si musuh abadi dan terjadi perang tanding dengan Bathara Wisnu di khayangan sehingga terjadi bulan purnama penuh selama beberapa hari. Ada pula yang mengatakan bahwa sebentar lagi Pulau Jawa akan hancur karena pagebluk, dikarenakan terlalu banyak manusia yang adigang, adigung dan adiguna (bertindak semaunya) yang bertebaran dimana-mana.

Beberapa tokoh sakti yang ahli ramal atau pun nujum mengatakan ada seseorang yang sedang menuntut ilmu kesaktian tingkat tinggi, yang dampaknya terasa pada hawa kehidupan di dunia. Mereka beranggapan bahwa ilmu-ilmu kesaktian yang diburu para pendekar sekarang ini adalah ilmu yang mustahil dikuasai manusia. Itulah sebabnya para tokoh sakti beranggapan jika ada orang yang berhasil menguasai ilmu paling langka sekali pun, pasti ada campur tangan para Dewa. Ada yang benar-benar percaya, ada yang setengah percaya, bahkan ada yang tidak percaya sama sekali!

Di malam ke-9, bulan purnama kembali terjadi. Kali ini bulan terlihat begitu besar dan taburan bintang-bintang disekitarnya.

Dhuerr... Dhuerr... Dhuerr...!!!

Guntur tiba-tiba saja menggelegar. Bukan hanya sekali, tapi berkali-kali. Di susul dengan kilat yang saling sambung menyambung.

Zrrtt! Zrrtt! Zrrtt! Zrrtt! Zrrtt!

Semua orang bisa melihat kilatan itu dengan jelas.

"Apa akan hujan, ya?"

"Tidak mungkin hujan!" sela yang lain.

"Tapi kok ada kilat di langit?"

"Aku juga tidak tahu."

"Padahal di langit banyak bintang. Bulan juga masih bulan purnama, tidak mungkin terjadi hujan,... kecuali kepepet! Ha-ha-ha!"

Kilatan cahaya di langit hanya terjadi sebentar, setelah itu langit kembali bersih dan bulan purnama semakin garang memancarkan sinarnya.

"Blegek, apa kau menghitung berapa jumlah sambaran kilat barusan?"

"Jika tidak salah hitungan sekitar sembilan kali." kata Blegek.

"Benar! Sembilan kali tepat! Tidak lebih dan tidak kurang!"

"Memangnya ada apa dengan sambaran kilat sembilan kali" Kukira tidak ada yang aneh?"

"Aku masih ingat dengan perkataan mendiang guru kita. Jika di langit muncul sambaran kilat sebanyak sembilan kali, itu artinya ada orang sakti yang akan muncul."

“Maksud kakang, baru lahir?”

"Ya, bisa baru lahir, tapi bisa saja baru akan muncul?" tegas orang itu, lalu bergumam lirih, "Tapi ... siapa dia?"

-o0o-

Di belahan bumi yang lain. Di antara kilat dan guntur yang terjadi. Tampak sebuah bintang jatuh. Melesat dengan kecepatan yang sangat tinggi. Jatuhnya tepat mengarah kearah tengah-tengah samudra lautan.

Byuurrr..!

Jlebb... Pyarrr...!

Tepat disaat bintang kecil itu tercebur menghantam laut. Sebuah cahaya hijau berpedar menyemburat keluar menerangi alam. Begitu terangnya, hingga semua orang yang ada didunia mampu melihat semburat cahaya hijau berpedar itu. Walau cuma sesaat, tapi semburat cahaya hijau berpedar itu mampu menerangi cakrawala langit malam untuk beberapa saat. Dan setelahnya, peristiwa itu membuat gempar orang-orang yang dapat melihat keajaiban itu terjadi selama beberapa waktu.

-o0o-

SEBUAH PERAHU tampak melaju dengan kencang memecah ombak samudra yang sedang menggila malam itu. Deburan ombaknya bisa mencapai setinggi gunung, tapi perahu yang ditumpangi oleh ketiga sosok yang berada diatasnya itu tampak dengan tenang menerobos ke tengah samudra luas.

Dua orang diantaranya tampak mengenakan pakaian layaknya seorang prajurit berpangkat senopati kerajaan, duduk di depan dan dibelakang perahu. Sedangkan yang berada ditengah-tengah adalah seorang anak remaja berusia 10 tahun. Ketiganya duduk diatas perahu.

Tanpa banyak bicara. Perahu itu berjalan membelah lautan di kegelapan malam yang hanya diterangi cahaya bulan, menerjang ombak yang semakin menggila. Tapi hal itu sepertinya tidak terlalu menjadi masalah bagi ketiganya. Ketiganya, seperti sudah terbiasa dengan hal itu.

Tak ada pembicaraan diantara ketiganya. Semuanya tetap diam menatap kearah depan. Sementara senopati yang ada didepan terus mengayuh dayungnya menerjang ombak. Hingga suatu ketika, Senopati itu menghentikan dayungnya. Lalu berbaling kearah anak belia yang ada dibelakangnya.

“Ada apa senopati?”

Tapi bukannya jawaban yang didapat oleh anak remaja itu, sang senopati justru menatapnya dengan tatapan tajam tanpa bicara. Hal ini membuat anak itu keheranan juga bingung.

Crakhh!

“Akkhhh..!”

Tiba-tiba saja anak remaja terdorong dan hampir tersungkur kedepan saat merasakan sesuatu yang sangat tajam telah menembus punggung belakangnya. Kuatnya suara badai laut yang terjadi membuat anak remaja tidak menyadari apa yang telah terjadi dibelakangnya, hingga saat Dia merasakan di punggungnya telah tertancap satu tombak pendek. Barulah Dia menyadari kalau ada sesuatu yang salah dari kedua senopati tersebut.

Segera Dia berbalik dan menghadap kearah senopati yang ada dibelakangnya.

Dhuer!

Guntur menggelegar dengan keras menerangi alam. Dan kita dapat melihat kalau anak remaja itu, kedua matanya putih. Tidak ada bola mata di dalam rongga kedua matanya kecuali hanya warna putih. Ini artinya, anak remaja itu buta. Sedangkan senopati yang ada dihadapannya tengah memegang satu tombak pendek ditangannya, tombak yang sama persis yang menancap di punggungnya.

“Maafkan kami, Pangeran Manggala. Kami hanya menjalankan perintah!” kata senopati dihadapan anak remaja yang disebutnya Pangeran Manggala itu dengan suara keras dan tajam. Anak lelaki berusia 10 tahun itu bernama Manggala Samudra, ayahnya adalah Raja Samudra, penguasa dasar samudra.

Di antara rasa sakitnya, Manggala berusaha menyadari apa yang terjadi.

“Siapa yang menyuruh kalian?!” tanyanya tegas.

“Maafkan kami, Pangeran Manggala. Kami tak bisa memberitahukannya” ucap senopati yang ada dibelakang Manggala. Manggala segera menoleh kearah belakang. Dapat dirasakannya senopati yang ada dibelakangnyapun kini tengah memegang 2 batang tombak pendek ditangannya.

Kini posisi Manggala terjepit. Di depan dan belakangnya telah ada dua senopati Istana Dasar Samudra dengan senjata ditangan, siap membunuhnya. Manggala berfikir cepat, tak mungkin dia bisa menang menghadapi kedua senopati ini dalam kondisi terluka saat ini. Untuk menghadapi keduanya, Manggala juga sadar, ilmu-ilmunya tidak akan banyak berguna, karena kedua senopati itupun menguasai Ilmu yang sama dengan apa yang dimilikinya. Apalagi kini dirinya hanya berada di dalam perahu yang hanya pas untuk dirinya sendiri, tak ada tempat untuk menghindar di tengah-tengah laut seperti saat ini.

Sementara Manggala sibuk memikirkan jalan keluar dari masalahnya, kedua senopati terlihat saling memberi kode satu sama lain dengan tatapan mata mereka. Salah satunya yang masih memegang 2 tombak tampak mengangguk.

Komen (6)
goodnovel comment avatar
Fardan Sahal
seru tapi gak seru banget
goodnovel comment avatar
Sof Yan
anehhh ajahh gitu ko bisa melihat
goodnovel comment avatar
Aditya Rizki
lanjut seru
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status