Hiiatttt...!
Senopati yang memegang 1 tombak langsung melesat kedepan dengan tombak lurus kedepan, siap menusuk sosok Manggala yang hanya berjarak 2 tombak saja darinya. Manggala sendiri terkejut melihat serangan itu. Di samping geraknya yang tidak leluasa, karena ukuran perahu yang kecil. Untuk mundurpun tak mungkin Manggala lakukan, karena dibelakang telah menunggu senopati pemegang 2 tombak yang sudah siap sedia bergerak kalau seandainya Manggala menghindar mundur.
“Tak ada jalan lain..” membatin Manggala.
Tiba-tiba saja tubuh Manggala bergerak kedepan dengan sangat cepat ke kiri dan kanan, menyongsong serangan senopati yang menyerangnya. Walaupun Manggala berusaha untuk memberikan perlawanan, tapi yang dihadapinya adalah seorang senopati agul Istana Dasar Samudra.
Desshh!
Dada Manggala terkena serangan telak senopati tersebut hingga membuat tubuh kecil itu langsung terlempar keluar dari perahu.
Byurr..!
Sebelum tubuh Manggala semakin dalam tenggelam ke dasar laut yang dalam, salah seorang senopati yang berada diatas perahu bergerak cepat ikut masuk ke dalam air dan menyambar tubuhnya.
Serrr...!
Dalam sekejap saja, sosok senopati itu sudah kembali melompat naik ke atas perahu dengan memanggul sosok Manggala diatas pundaknya.
“Ayo segera kita cari tempat untuk membuang mayatnya!”
Akhirnya, kedua senopati Istana Dasar Samudra inipun pergi meninggalkan tempat itu bersama perahu mereka, menerjang ombak yang sangat ganas malam itu.
-o0o-
Sebuah aliran sungai terbentang luas di sepanjang mata memandang dari puncak sebuah bukit. Di sinilah kedua senopati Istana Dasar Samudra ini berdiri, memandang takjub dengan pemandangan sungai panjang yang ada dihadapan mereka. salah satu dari senopati itu tampak masih memanggil sesosok tubuh.
Sungai itu begitu panjang dengan lekukannya di sepanjang bentangannya dari hulu ke hilir. Sehingga sekali lihat saja dari kejauhan, bentuk sungai itu seperti seekor ular yang membentang dengan panjangnya.
“Kudengar, di sepanjang sungai ular ini, tidak ada hewan lain yang hidup selain ular-ular penghuni tempat ini” ucap salah seorang senopati.
“Benar, aku juga pernah mendengar rumor itu. Sesuai namanya, sungai ular. Tempat ini menjadi surganya para ular untuk tinggal ditempat ini” balas celetuk senopati yang satunya lagi.
“Kurasa, tidak ada tempat yang lebih cocok selain tempat ini untuk kita membuang mayat pangeran agar tidak ditemukan.”
“Ya, kau benar. Aku yakin, ular-ular ditempat ini akan berpesta pora mendapatkan mangsanya”
Tak lama kemudian, tubuh malang Manggalapun segera dicemplungkan ke dalam sungai ular, hanya dalam hitungan detik saja, tubuh itu sudah hanyut terbawa arus sungai yang tidak terlalu deras. Beberapa ekor ular yang beristirahat dengan tenang di tepian sungai, terkejut dengan suara keras yang masuk ke dalam sungai dan memancing perhatian mereka untuk segera berenang menghampiri dan mencari tahu apa yang telah masuk ke dalam sungai itu.
Bukan hanya satu, belasan, puluhan, bahkan tak terhitung jumlahnya ular-ular itu terlihat mulai memasuki sungai dan berenang menuju ke arah tubuh Manggala yang mulai hanyut semakin jauh.
Kedua senopati Istana Dasar Samudra terlihat saling pandang satu sama lain dan saling melempar senyum. Keduanya yakin, pangeran Manggala sudah pasti tidak akan ditemukan setelah di buang ke sungai ular. Setelah sepakat, kedua senopati Istana Dasar Samudra ini segera berkelebat pergi meninggalkan tempat itu.
Sepeninggal kedua senopati Istana Dasar Samudra, kita lihat tubuh kecil Manggala yang masih terombang-ambing di sungai, mengikuti arus sungai ular yang mengarah ke hulu. Ular-ular yang menjadi penghuni sungai ular sudah tampak berada disekeliling tubuh kecil malang itu. Bahkan beberapa diantaranya sudah mematuk dibeberapa bagian tubuh Manggala yang malang. Tidak hanya sekali, tapi beberapa ular terlihat beberapa kali melakukan patukan berbisanya ke tubuh Manggala.
Tak ada reaksi pada tubuh Manggala. Hingga akhirnya ular-ular itu terlihat menjauh seperti ada sesuatu yang mereka takuti. Dari arah timur, terlihat air sungai menyibak dengan keras. Samar-samar terlihat dari balik air sungai yang sedikit keruh itu, bayangan seekor ular besar tengah mendekati tubuh Manggala. Ukurannya begitu besar hingga membuat ular-ular yang ada disekitar tubuh Manggala menyingkir dengan sendirinya. Sangking besarnya, ukuran ular tersebut, lebih besar dari batang kelapa sekalipun.
Begitu berada didekat tubuh Manggala, tanpa basa basi, ular besar itu langsung melilit tubuh Manggala dari ujung kaki hingga kepala. Mulut besarnya menganga, siap mencaplok kepala Manggala yang kecil. Jangankan kepala manusia, bahkan mungkin seekor kerbaupun bisa masuk dalam mulut besar ular tersebut.
Hanya beberapa helaan nafas saja lagi, tubuh Manggala masuk kedalam mulut ular tersebut.
“Huwaaaa..!” Tiba-tiba saja terdengar teriakan keras dari mulut Manggala yang mengejutkan para ular yang ada disekitarnya, bahkan mengejutkan si ular putih raksasa.
Zzgggghhh.....!
Tiba-tiba saja sekujur tubuh Manggala mengeluarkan kilatan lidah petir yang langsung menyambar ke tubuh ular putih raksasa yang tengah melilitnya. Bukan hanya tubuh ular putih raksasa yang tersampar kilatan lidah petir itu, tapi hampir diseluruh aliran sungai ular itu langsung terpapar oleh kilatan lidah petir itu, hingga membuat hampir semua penghuni sungai ular itu langsung kesetrum hebat akibat terjangan kilatan lidah petir itu. Ular-ular yang berada paling dekat dengan sosok Manggala, langsung tewas seketika, bahkan si ular putih raksasa yang tadi melilit tubuh Manggala, langsung terlepas lilitan, lalu kemudian tubuhnya tenggelam menghilang ke dasar sungai. Entah tewas atau pingsan. Tak ada yang tahu. Sementara ular yang selamat, langsung bergerak menyingkir menjauh dari tubuh Manggala.
Tubuh Manggala yang tadinya masih mengambang di sungai, terlihat mulai bergerak-gerak. Ternyata Manggala masih hidup.
Dengan keadaan punggung yang terluka dan tubuh yang lemah, Manggala berusaha tetap berada diatas air dan mencoba mencari tahu dimana dirinya berada saat ini, dan saat mengetahui keberadaan dirinya. Wajah Manggala langsung berubah. Bukan karena keberadaannya di sungai itu yang mengejutkan Manggala, melainkan Manggala merasakan disekitar dirinya ada begitu banyak ular yang mati mengambang. Kalau saja Manggala bisa melihat betapa banyaknya jumlah ular-ular itu, pasti wajah Manggala akan pucat, seputih kain kafan. Untungnya, kedua matanya buta.
“Dimana ini? Kenapa banyak bangkai ular disini?” membatin Manggala.
Apa yang sebenarnya terjadi?
Saat bertarung diatas perahu ditengah-tengah laut samudra, Manggala yang terkena serangan telapak sang senopati. Membuat tubuh Manggala terlempar masuk ke dalam laut. Walaupun buta, Manggala cukup cerdas untuk segera menganalisa situasi dengan cepat. Dia tak mungkin menang dengan kondisinya saat ini menghadapi kedua senopati agul tersebut. Makanya Manggala bertindak cepat, menggunakan salah satu ajian yang dimilikinya untuk mengecoh kedua senopati itu.
Ajian Ragasuri, demikianlah ajian yang dipergunakan oleh Manggala untuk mengelabui para senopati itu. Dengan ajian ini, Manggala bisa menghilangkan tanda-tanda kehidupan ditubuhnya, seperti menghilangkan denyut nandi, helaan nafas dan detak jantungnya untuk menipu lawan. Tubuh pemilik Ajian Ragasuri ini akan seperti orang yang mati sementara alias mati suri. Walaupun Manggala sadar, ajian ini justru bisa berbalik membahayakan dirinya, kalau saja kedua senopati menyadari apa yang terjadi. Untungnya kedua senopati itu tidak sadar atas apa yang dilakukan oleh Manggala. Hingga Manggala yang disangka telah tewas, jasadnya dibuang ke dalam sungai ular oleh kedua senopati itu.
Ajian Ragasuri bukannya tidak memiliki dampak bagi pemiliknya, ajian ini hanya bisa dihilangkan atau disudahi, bila ada seseorang yang membangunkan si pengguna Ajian Ragasuri. Jika tidak, maka si pengguna Ajian Ragasuri ini akan tidur untuk selama-lamanya. Untungnya, lilitan si ular putih raksasa, telah membantu Manggala terbangun dari kondisi mati surinya. Manggala tak menyadari kalau tadi, tubuhnya telah mengeluarkan kilatan lidah petir yang dahsyat yang membuatnya telah selamat dari kematian.Dengan sisa-sisa tenaganya, Manggala berusaha untuk berenang keluar dari sungai tersebut, tapi malangnya, justru Manggala berenang ke arah yang salah. Manggala berenang mengikuti arus sungai yang bermuara pada sebuah lubang berukuran besar yang menjadi sarang dari semua ular yang ada di sungai ular tersebut.“Aahhh...!” Manggala hanya mampu berteriak dengan keras saat tubuhnya tersuruk masuk ke dalam lubang itu tanpa bisa berbuat apa-apa lagi. Manggala merasakan tubuhnya seperti masuk ke luban
"Upss!"Kress! Seperti meremas tahu, batu dinding gua itu langsung hancur. Tentu saja tubuh telanjang Manggala langsung meluncur ke bawah dengan deras.Jlegg! Bless!Begitu menyentuh tanah, sepasang kaki bocah buta yang kini bisa melihat itu, langsung amblas setinggi lutut!"Wah ... kok aku jadi hebat begini?"Disentuhnya tanah didepannya dengan jari telunjuk kiri.Bless! Tanah langsung bolong bundar!"Jariku pun juga jadi hebat!" seru Manggala girang, "... kalau gini sih jadi mendadak sakti dong!" Bukan mendadak dangdut, lho!Pelan-pelan ia mengangkat kaki kiri keluar dari lubang, diikuti kaki kanan dikeluarkan pula. "Jadi orang sakti susah juga, harus bisa mengatur tenaga biar tidak kelewar takaran." keluhnya.Saat ia menunduk dengan maksud melihat bekas injakan kaki, si Manggala terlonjak kaget. Kini matanya dapat melihat dengan jelas rajah petir yang ada di dadanya yang tidak mengenakan pakaian.“Jadi, apa yang ku alami tadi, bukan mimpi rupanya...” ucap Manggala temenung.Begitul
Bukan main terkejutnya Manggala mendengar ular putih raksasa itu bisa berbicara seperti manusia. Manggala sampai terlonjak ke belakang sejauh dua batang tombak. Paras wajahnya diliputi keheranan bercampur ketidakpercayaan."Kau.... Kau bisa bicara?" tanya Manggala tidak percaya dengan pendengarannya sendiri."Apa telingamu sudah tuli, heh?!" bentak ular putih raksasa itu."Tidak..., aku tidak bermimpi. Dia benar-benar bicara," Manggala seperti orang tolol."Jangan berlagak bodoh, anak muda! Dari mana kau peroleh Ajian Gelombang Samudra Merah itu?"Manggala diliputi rasa tidak percaya dan keheranan yang amat sangat. Baru kali ini dia bertemu dengan seekor ular putih raksasa aneh yang bisa bicara. Manggala baru menyadari kalau binatang itu adalah seekor ular bermahkota.Sungguh sulit dipercaya. Manggala sering mendengar cerita tentang ular, tapi belum pernah Manggala mendengar ada ular berukuran begitu besar yang kini ada di depannya. Dan semua itu bukanlah mimpi, tapi kenyataan yang di
"Oh...!" Manggala langsung berlutut memberi hormat."Bangunlah, kau tamu kehormatanku. tidak sepantasnya kau berlaku sungkan begitu," kata Raja Siluman Ular Putih.Manggala bangkit dari berlutut. Kepalanya tetap tertunduk. Sepertinya dia tidak sanggup membalas tatapan mata raja ular itu. Tatapan matanya begitu dalam, dan memiliki daya kekuatan yang amat dahsyat."Kau murid sahabatku, Manggala, Aku senang bertemu denganmu,”“Sejak tadi, kau menyebut murid sahabatku. Maaf, aku bukan hanya murid, tapi juga putra ayahku, Raja Samudra”Kali ini, wajah Raja Siluman Ular Putih sedikit berubah, tapi cuma sesaat, yang sesaat kemudian sudah berubah tenang bagaikan air.“Ada sesuatu yang ingin kuberitahukan padamu, Manggala. Ku harap, kau siap untuk mendengar dan menerima kenyataan” ucap Raja Siluman Ular Putih diiringi perubahan di wajah Manggala. Tapi Manggala tetap diam menanti. Melihat kediaman Manggala. Raja Siluman Ular Putih melanjutkan ucapannya, “Kau mungkin hanya murid sahabatku, Raja
"Hm, sejak pertama kali kau berada di istanaku, aku sudah menduga kalau kau bukan tanpa sengaja berada di tempat ini. Apakah ada sesuatu yang ingin kau ceritakan padaku?" tebak Raja Siluman Ular Putih.Manggala terkejut bukan main mendengar tebakan yang tepat itu. Tanpa disadari kepalanya terangguk membenarkan. Dengan menarik nafas panjang, akhirnya Manggala menceritakan beban berat yang selama ini menjadi beban pikirannya."Aku yakin, bukan Raja Samudra yang menginginkan kematianmu, Manggala. Pasti ada orang lain di Istana Dasar Samudra yang merencanakan ini semua," ucap Raja Siluman Ular Putih setelah mendengar cerita Manggala."Maaf, Guru. Menurut Guru. Apa yang seharusnya aku lakukan?"“Tentu kau harus mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi di Istana Dasar Samudra, Manggala. Juga tentang siapa dirimu yang sebenarnya. Aku yakin, Raja Samudra pasti mengetahui tentang asal usul dirimu yang sebenarnya.... Tapi, menurut hematku, untuk saat ini, lebih baik kau jangan memunculkan dirim
Langkah Manggala tampak gontai ketika memasuki bagian pasar yang agak ramai. Di kanan kirinya, orang-orang sibuk dengan urusan masing-masing tanpa mempedulikan kehadirannya.Manggala tidak tahu, apa tujuannya ke pasar yang memusingkan ini. Bahkan tidak tahu ke mana tujuannya yang pasti. Dia hanya ingin berjalan sampai benaknya menemukan rencana yang dia sendiri tak tahu apa rencananya.Lebih jauh memasuki pasar, perutnya sudah berontak minta diisi. Menurutnya, perut inilah yang lebih baik diurus. Belum sempat menemukan kedai nasi, Manggala dikejutkan oleh kegaduhan yang mendadak tercipta beberapa puluh tombak di belakangnya.Semula pemuda berpenampilan mengharukan ini tidak peduli. Karena dipikirnya, orang-orang di pasar mulai meledek lagi. Tapi ketika keramaian itu diwarnai jeritan-jeritan ngeri, tubuhnya lantas berbalik.Saat itu mata tajam Manggala dapat menangkap kepulan asap hitam mulai menodai angkasa. Lalu, para pengunjung pasar berhamburan kian kemari tanpa terkendali. Suasana
“Hap Hap Hap” seru Manggala.Begitu bangkit, Manggala mengikuti gerakan melompat mereka. Setelah puas meledek, tubuhnya bergerak lagi. Kali ini, gerakannya amat santai.Dihampiri lawannya satu persatu, lalu ditotoknya aliran darah mereka.Tuk! Tuk! Tuk! Tuk!Tubuh keempat laki-laki itu langsung ambruk, begitu mendapat totokan di punggung masing-masing.“Kalian istirahat dulu ya, Aku akan mengurus kawan kalian yang belum kebagian jatah...,” ucap Manggala seraya mengelus jenggot seorang lawannya.Mendengar perkataan Manggala barusan, tentu saja lelaki berhidung lancip yang tidak ikut menyerang jadi tergagap. Matanya mendelik seperti hendak melompat keluar, membayangkan ketakutan yang amat sangat. Dia membayangkan, benda-benda rahasia kawannya sudah pecah semua. Padahal, Manggala hanya menyalurkan sedikit Tenaga Inti Geledeknya saat itu.Meski begitu, mereka tetap mengerang-erang dengan mata melotot. Dan ini dikira laki-laki berhidung lancip itu, keempat temannya sedang mengalami sekarat
Mata pemuda itu mulai terpejam lagi.“Aaakh...”Dan pada saat itu juga, kembali terdengar teriakan membahana, menguak udara malam yang dingin.“Dari sebelah utara,” desis Manggala.Bergegas Manggala menggenjot tubuhnya dan melenting turun. Lalu seketika tubuhnya melesat cepat ke arah utara. Tak lama dia sudah menembus hutan randu yang cukup lebat. Dan sebentar saja, matanya sudah menangkap cahaya api unggun sebelas tombak di depannya.Manggala mengendap hati-hati, mendekati api unggun. Kakinya baru berhenti melangkah, ketika melihat seorang wanita sedang berdiri di depan api unggun. Beberapa tombak di hadapannya, tampak seorang lelaki tengah tergantung di atas pohon dengan kepala di bawah.Di balik semak-semak, Manggala menyembunyikan tubuhnya sambil terus memperhatikan. Melihat penampilan wanita itu, tubuhnya yang agak mungil terbungkus baju hijau lumut. Rambutnya yang panjang dikepang ekor kuda. Karena Manggala berd