Ajian Ragasuri bukannya tidak memiliki dampak bagi pemiliknya, ajian ini hanya bisa dihilangkan atau disudahi, bila ada seseorang yang membangunkan si pengguna Ajian Ragasuri. Jika tidak, maka si pengguna Ajian Ragasuri ini akan tidur untuk selama-lamanya. Untungnya, lilitan si ular putih raksasa, telah membantu Manggala terbangun dari kondisi mati surinya. Manggala tak menyadari kalau tadi, tubuhnya telah mengeluarkan kilatan lidah petir yang dahsyat yang membuatnya telah selamat dari kematian.
Dengan sisa-sisa tenaganya, Manggala berusaha untuk berenang keluar dari sungai tersebut, tapi malangnya, justru Manggala berenang ke arah yang salah. Manggala berenang mengikuti arus sungai yang bermuara pada sebuah lubang berukuran besar yang menjadi sarang dari semua ular yang ada di sungai ular tersebut.
“Aahhh...!” Manggala hanya mampu berteriak dengan keras saat tubuhnya tersuruk masuk ke dalam lubang itu tanpa bisa berbuat apa-apa lagi. Manggala merasakan tubuhnya seperti masuk ke lubang yang sangat dalam. Begitu dalamnya, Manggala merasa lubang itu seperti tanpa dasar. Sebisa dan sekuat tenaga, Manggala berusaha untuk tidak terperosok lebih dalam ke dalam lubang tersebut, tapi apa daya, kekuatan tenaganya sudah begitu sangat lemah dan tanpa daya menghadapi hisapan kuat dari lubang tersebut yang terus menarik tubuhnya lebih dalam.
Selanjutnya Manggala tak ingat apa lagi yang terjadi selanjutnya, karena dia pingsan!
Secara aneh bin ajaib, lubang besar itu tiba-tiba saja menutup dengan sendiri dan tak menyisakan bekas apapun diatasnya.
-o0o-
“BANGUNLAH dari tidurmu. Hai, anak muda!” sebuah suara terngiang ditelinga Manggala. Seketika itu juga Manggala seperti terlonjak dari tidur panjangnya. Manggala berusaha mengingat apa yang telah terjadi. Samar-samar dia masih mengingat apa yang telah terjadi pada dirinya, hingga seketika itu juga wajah Manggala tampak berubah pucat, seperti baru saja tersambar petir.
“Apa yang kau pikirkan saat ini, itu benar adanya, Anak Muda!” kembali terdengar suara yang seakan begitu dekat dihadapannya, tapi lagi-lagi Manggala tak bisa melihat siapa pemilik suara itu.
“Siapa?!”
“Kau boleh memanggilku, Eyang Gledek”
“E.. Eyang Gledek”
“Benar. Dan siapa namamu, Hai Anak Muda?”
“Nama saya Manggala, Eyang”
“Hmm..Manggala”
“Eyang. Apa maksud Eyang dengan mengatakan apa yang ku pikirkan tadi adalah benar?”
“Kau seharusnya sudah mati, Manggala” suara Eyang Gledek terdengar sangat enteng mengatakan tentang hal itu, tapi dampaknya langsung nyata di sosok Manggala yang langsung gemetar tanpa henti sekujur tubuhnya.
“Tidak! Itu tidak mungkin! Itu tidak mungkin terjadi!” kata Manggala tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.
“Jika kau tidak percaya, silahkan kau sentuh dirimu sendiri” kembali terdengar suara Eyang Gledek dihadapannya.
Dengan tangan bergetar dan hati yang berdebar, Manggala mencoba menyentuh tangannya dengan tangannya sendiri, tak terasa apa-apa. Manggala seperti memegang angin. Berkali-kali Manggala mencoba menggapai sesuatu dengan tangannya, semuanya terasa kosong, tak ada yang tergenggam dan tak ada yang tersentuh. Wajah Manggala semakin pucat saat menyadari kebenaran ucapan Eyang Gledek.
“Untunglah saat kehadiran dirimu di dunia ini, aku telah menanamkan Tuah Petir ke dalam dadamu”
“Tu..ah.. Petir!” Manggala kaget mendengar kata-kata Eyang Gledek. “Apa itu, Eyang?”
“Tuah Petir didalam dirimu akan terbuka saat kau berada di antara hidup dan mati Manggala, dan saat Tuah Petir itu sudah terbuka, maka di dalam tubuhmu kini telah bersemanyam sebuah kekuatan dahsyat yang bernama Tenaga Inti Geledek”
“T-Tenaga Inti Geledek, Eyang?!” tanya Manggala seakan tak percaya dengan apa yang didengarnya dari Eyang Gledek.
“Benar, Tenaga Inti Geledek... Apa kau tidak pernah merasa heran, saat melihat rajah petir yang ada di dadamu sejak kau lahir kedunia ini”
Lagi-lagi wajah Manggala berubah mendengar hal itu, tanpa sadar, telapak tangannya meraba dadanya. Memang ada sebuah tanda lahir disitu, sebuah rajah berbentuk petir yang menurut Ayahnya, Raja Samudra. Tanda itu sudah aja sejak Manggala masih bayi. Tanpa sadar, Manggala menurunkan pandangannya ke arah dadanya, dan memang terlihat rajah petir begitu jelas di dadanya. Tiba-tiba saja kedua mata Manggala membesar, seakan ia baru menyadari akan sesuatu.
“Mataku?! A-Aku bisa melihat!” Bagaikan ada petir yang menyambar didepan matanya, Manggala dapat melihat dengan jelas rajah petir yang ada didadanya.
“Kini matamu, memang sudah memiliki sepasang bola mata Anakku, Manggala. Hanya saja, bola matamu tidak berwarna hitam seperti orang-orang pada umumnya, bola matamu berwarna putih”
“Berwarna putih...” ulang Manggala
“Benar, kedua bola mata putihmu itu tercipta karena kekuatan Tenaga Inti Geledek yang ada didalam dirimu, sehingga menciptakan sebuah kesaktian yang bernama Mata Kilat!”
“M-Mata Kilat...!”
Terkejut untuk pertama kali, kata orang adalah biasa. Tapi kalau terus-terusan terkejut, bisa sakit jantung namanya. Hal itu kembali terjadi pada Manggala. Suara Eyang Gledek kembali terdengar. “Dengan Mata Kilat-mu, tak ada kecepatan yang tak bisa terlihat olehmu, bahkan dengan kecepatan cahaya sekalipun, kau bisa melihatnya dengan jelas”
Manggala tak tahu, harus bagaimana mengungkapkan rasa senang dan bahagianya mendengar penjelasan Eyang Gledek, kecuali dengan ungkapan. “Terima kasih Eyang, terima kasih.”
“Bukan hanya Mata Kilat, dengan kekuatan Tenaga Inti Geledek yang ada didalam tubuhmu, kini kaupun memiliki sebuah kesaktian yang bernama ‘Jejak Kilat’. Seperti namanya, kini kau memiliki kecepatan kilat dalam dirimu...” suara Eyang Gledek terus memberikan penjelasan kepada Manggala, tentang kemampuan-kemampuan kekuatan Tenaga Inti Geledek miliknya.
“... Mulai sekarang, kau adalah Manggala, Putra Petir!” ucap suara Eyang Gledek mengakhiri perkataannya.
“Manggala Putra Petir...!” ulang Manggala
-o0o-
Tujuh hari tujuh malam lamanya Manggala terbujur pingsan di dasar lubang sungai ular. Pakaiannya sudah compang-camping, hangus di sana-sini. Rambut gundul plontos, andai seekor lalat hinggap disana pasti terpeleset saking licinnya.
Pada hari ke tujuh, tubuh pemuda itu mulai terlihat bergerak-gerak. Saat ia membuka mata, tiba-tiba matanya terasa silau.
"Uhh ... cahaya apa ini? Kenapa silau sekali," katanya sambil memejamkan mata kembali. Setelah berkali-kali mengerjap-ngerjap mata menyesuaikan diri, akhirnya ia membuka kelopak mata. Begitu ia membuka mata, langsung terlonjak kaget.
"Lho ... gelap sekali toh?"
Sebuah kata yang aneh terlontar dari mulutnya.
Walau keadaan disekitarnya gelap gulita, tapi Manggala bisa melihat dengan jelas keadaan ditempat itu.Ia pun melihat ke sekelilingnya. Semua terlihat jelas alias jelas terlihat. Bahkan sampai seberapa luas dan lebarnya gua ia tahu. Saat ia mendongak, dilihatnya beberapa kelelawar bergelantungan di atas sana.
Beberapa selongsong kulit ular terlihat berserakan dimana-mana. Tiba-tiba ia menyadari sesuatu.
"Tunggu dulu! Aku ... aku bisa melihat!" gumamnya sambil mengangkat dua tangan di depan mata. "Tanganku pun bisa kulihat dengan jelas."
Tiba-tiba ia berjingkrak-jingkrak seperti orang kesurupan. "Aku bisa melihat! Aku bisa melihat!" katanya dengan keras. "Aku tidak buta lagi!!"
Benar-benar kamso alias kampungan tur ndeso!
Makin lama lompatannya makin tinggi, dan hampir saja kepala botaknya benjol membentur atap gua, jika tidak dengan sigap mencengkeram tonjolan batu yang ada di depannya.Roh Dewa Petir segera melayang ke atas dengan membawa batu hitam tadi. Kendati sinar-sinar hitam yang mencelat dari batu itu tak putus, namun bahaya mulai mereda karena semakin lama batu itu semakin tinggi dibawa terbang. Mendapati hal itu, Si Buta dari Sungai Ular menghela napas lega. "Rasanya... sudah berakhir ketegangan ini." Tetapi dia keliru! Rupanya bahaya belum berhenti sampai di Sana. Karena mendadak saja terdengar suara berderak yang sangat keras laksana topan hantam pesisir. Menyusul rengkahnya tanah di beberapa penjuru. Si Buta dari Sungai Ular seketika berseru seraya menyambar tangan Dewi Awan Putih, "Menyingkir!" Hantu Caping Baja yang semula tercengang tak percaya melihat Roh Dewa Petir raksasa yang keluar dari dada Manggala, segera bertindak cepat. Kedua kakinya dijejakkan di atas tanah, saat itu pula tubuhnya mumbul ke angkasa! Tanah yang rengkah itu bergerak sangat cepat, membujur dan memburu disertai suara menggemuruh yang mengerikan. Debu-debu beterbangan disert
Bukan hanya Manusia Angin yang palingkan kepala, Dayang Harum pun segera menoleh. Sepasang mata si gadis mendadak terkesiap, tatkala sinar hitam berkilat-kilat menggebah ke arahnya.Mendapati serangan yang ganas itu, salah seorang dari Dayang-dayang Dasar Neraka segera surutkan langkah tiga tindak ke belakang. Kejap itu pula dia siap lepaskan pukulan 'Kabut Gurun Es'!Namun sebelum dilakukan, mendadak saja terdengar suara letupan yang sangat keras dan muncratnya sinar hitam yang dilepaskan oleh Iblis Tanpa Jiwa. Menyusul kemudian tubuh lelaki itu mencelat ke belakang disertai seruan tertahan, "Keparat busuk!"Tatkala kedua kakinya hinggap kembali di atas tanah, kepalanya segera dipalingkan ke kanan dan ke kiri. Makiannya terdengar walau pelan, "Setan keparat! Siapa lagi orangnya yang hendak bikin masalah!"Bukan hanya Iblis Tanpa Jiwa yang heran mendapati putusnya serangan yang dilakukannya, Dayang Harum pun terkesiap kaget dengan mulut menganga. Gadis in
Buang Totang Samudero tak mau tinggal diam. Disertai teriakan keras, mendadak saja terdengar deru angin kencang yang disusul dengan berkelebatnya seberkas sinar kuning dan merah mengarah pada Iblis Tanpa Jiwa!Blaaar! Blaaarr!Terdengar letupan sangat dahsyat bersamaan muncratnya sinar hitam, kuning dan merah ke berbagai tempat! Masing-masing orang surut ke belakang. Sosok Iblis Tanpa Jiwa nampak bergetar. Hanya sekejap karena kejap lain kedua kakinya telah tegak berdiri.Di seberang, sosok Buang Totang Samudero bergetar kendati tubuhnya tetap berada sejengkal di atas tanah. Darah mengalir dari sudut-sudut bibirnya."Celaka! Rasanya aku tak akan mampu menghadapi manusia satu ini!" desisnya tegang. Tetapi di lain kejap sepasang matanya terbuka lebih lebar. "Peduli setan! Apa pun yang terjadi, aku akan tetap bertahan!"Habis membatin begitu, mendadak saja membersit sinar kuning dan merah dari tubuh Buang Totang Samudero. Menyusul sosoknya telah meles
Berpikir demikian, mendadak saja Manggala melepaskan diri dari rangkulan Dewi Awan Putih disertai dorongan keras. Gadis berbaju jingga itu terkejut. Seraya keluarkan pekikan tertahan, tubuh gadis itu terguling ke depan.Manggala langsung melompat ke udara, berputar dua kali guna hindari sambaran sinar hitam, lalu berdiri tegak di atas tanah dengan wajah tegang dan kesiagaan tinggi. Begitu berdiri tegak, dengan cepat diputar kedua tangannya ke atas, lalu ke bawah dan kembali ke atas. Menyusul diusapnya kedua tangannya satu sama lain. Lalu diusapkan tangan kanannya pada dadanya yang terdapat rajahan petir. Usai dilakukan semua itu, mendadak saja sebuah bayangan raksasa melesat dari rajahan petir yang terdapat pada kanan kiri lengannya. Melayang-layang tanpa mengeluarkan suara sama sekali. Rupanya Si Buta dari Sungai Ular telah mengeluarkan ilmu 'Inti Roh Dewa Petir'.Kejap kemudian, sambil dongakkan kepala, pemuda dari Sungai Ular ini berseru, "Dewa Petir! Angkat dan baw
"Ada satu kekuatan yang nampaknya melingkupi batu ini," Manggala membatin tatkala menyadari Dewi Awan Putih belum berhasil menggeser batu itu. Bahkan dilihatnya gadis itu sudah berkeringat.Hantu Caping Baja berkata, "Menyingkir! Biar aku coba untuk menggulingkannya!"Setelah Dewi Awan Putih menyingkir dengan masih tak mempercayai apa yang lelah dilakukannya, si nenek yang sebagian wajahnya ditutupi caping terbuat dari baja yang sangat berat namun si nenek kelihatan biasa-biasa saja, segera mendorong batu besar hitam itu. Yang terjadi kemudian, sama seperti yang dialami oleh Dewi Awan Putih. Batu itu tetap tak bergeser!Menjadi ngotot Hantu Caping Baja. Tetapi sekian lama mencoba mendorongnya dengan lipat gandakan tenaga dalamnya, batu itu tetap tak bergeser.Manggala membatin, "Benar-benar luar biasa. Kekuatan yang ada pada batu ini seperti mengisyaratkan satu bahaya lain." Lalu katanya, "Sebaiknya... kita bersama-sama mendorong batu ini. Dan bersiap bil
Pemuda dari Sungai Ular itu tak segera menjawab pertanyaan si nenek berpakaian putih gombrang. Pandangannya tertuju lekat ke depan."Menurut Dewi Awan Putih, di tempat yang bernama Bulak Batu Bulan akan terdapat sebuah batu yang disebut Batu Bulan. Di bawah batu itulah terdapat petunjuk di mana Kitab Pamungkas berada. Dan dikatakannya juga, kalau bahaya akan mengancam bila ada yang berhasil menggeser Batu Bulan. Bila memang tak jauh dari dua bukit itu adalah tempat yang disebut Bulak Batu Bulan, apakah Guru sudah berada di sana?" pikir Manggala.Si nenek yang sebagian wajahnya tertutup caping lebar terbuat dari baja namun sedikit pun tak merasa kepayahan mengenakannya, arahkan pandangannya pada Si Buta dari Sungai Ular yang masih terdiam, "Apakah kau memikirkan sesuatu?"Manggala mengangguk."Ya! Aku seperti... ah, sudahlah. Untuk memastikan apakah tempat itu yang disebut Bulak Batu Bulan, kita memang sebaiknya segera ke sana."Habis kata-kata itu
Pemuda berpakaian abu-abu ini terkesiap mendapati serangan perempuan bertopeng perak yang ganas. Segera dia membuang tubuh ke kiri. Bersamaan dengan itu tubuhnya langsung dihempos ke depan seraya mendorong kedua tangannya.Dewi Topeng Perak kertakkan rahangnya. Tubuhnya segera dienjot ke atas menghindari gebrakan Wulung Seta. Masih berada di udara, dia memutar tubuhnya. Kejap lain tubuhnya sudah menderu deras ke arah Wulung Seta.Terburu-buru murid mendiang Ki Alam Gempita ini menghindar dan mengangkat kedua tangannya.Des! Des!Dua pukulan bertenaga dalam tinggi itu berbenturan keras. Sosok Dewi Topeng Perak langsung melenting ke belakang dan tegak kembali di atas tanah dengan kedua kaki dipentangkan. Dari balik topeng perak yang dikenakannya, sepasang mata perempuan berpakaian kuning cemerlang ini menusuk dalam.Sementara itu, Wulung Seta surut tiga tindak ke belakang. Dadanya terasa nyeri dengan kedua tangan yang terasa remuk."Aku tak bo
"Aku juga belum dapat memastikan ke mana arah yang akan kita tempuh, Rayi. Sayangnya Raja Siluman Ular Putih tidak memberitahukan secara pasti. Rayi... apakah kau pikir Manggala sudah tiba di sana?""Aku tidak tahu. Tetapi mengingat waktu yang diberikan oleh Raja Siluman Ular Putih, seharusnya Kang Manggala sudah tiba di Bulak Batu Bulan. Bagaimana menurutmu sendiri?""Aku tidak tahu pasti."Di tempatnya sepasang mata Dewi Topeng Perak membuka cerah. "Hmmm... kedua remaja ini rupanya juga menuju ke Bulak Batu Bulan. Wajah keduanya nampaknya tak asing dalam ingatanku. Mendengar kata-kata keduanya, rupanya Raja Siluman Ular Putih juga melibatkan diri dalam urusan ini. Setahuku, lelaki itu adalah salah seorang dari guru Si Buta dari Sungai Ular. Peduli setan! Bila aku berhasil memiliki Kitab Pamungkas, semua keinginanku termasuk membunuh Si Buta dari Sungai Ular dan Buang Totang Samudero akan terlaksana dengan mudah."Karena terlalu gembira itulah tanpa seng
Berlutut dan menangis tersedu-sedu Dayang Pandan meratapi nasib sialnya. Beberapa saat kemudian terdengar teriakannya kalap, "Kubunuh kau! Kubunuh kau!"Tanpa membetulkan pakaiannya, gadis yang baru saja mengalami nasib sial ini berkelebat ke arah perginya Iblis Tanpa Jiwa dengan teriakan-teriakan keras.-o0o-DUA hari berlalu lagi dalam kehidupan manusia. Sesungguhnya, waktu kerap datang bertubi-tubi. Meluruk dan terkadang menikam dalam, hingga manusia yang lupa, khilaf ataupun mencoba tak perduli akan tergilas oleh waktu. Tetapi yang kerap menghargai waktu, maka dia akan berjalan lurus dan dapat mengendalikan waktu.Dalam hamparan malam yang pekat, tiga sosok tubuh menghentikan kelebatan masing-masing di sebuah jalan setapak yang dipenuhi semak belukar. Bintang gemintang yang biasanya bertaburan malam ini entah pergi ke mana. Sejenak sunyi mengerjap disertai suara binatang-binatang malam."Dua hari sudah kita mencoba melacak di mana