Shean hanya mengambil 2 jenis kue yang rasa kopi dan moca saja.
“Lalu bagaimana dengan sisanya tuan?” tanya Tristan menunjukkan jumlah yang masih sangat banyak itu.
“Apa di buang saja?” canda Tristan menaikkan salah satu alisnya.
“Sembarangan kau. Berikan pada karyawan-karyawan lain. Mereka pasti mau,” suruh Shean.
“Baiklah tuan. Ini aku sisakan untuk Alfa dan Alex. Nanti mereka menangis lagi kalau tidak di beri,” Tristan memilih bagian untuk kedua rekannya.
Tristan membagikan sisa kue itu pada pekerja lainnya. Mereka sangat senang mendapatkan pemberian dari atasannya. Lalu kembali masuk lagi keruangan atasannya. Shean melihat bentuk dan warna kue yang ada di genggamannya. Pria itu tidak biasa memakan makanan seperti itu.
“Apa ada masalah dengannya? Ada yang mengganggu? Menggodanya?” tanya Shean menggigit kue.
“Tidak ada tuan. Kalau saya lihat ada 5 karyawan termasuk nona itu. dua di antara nya adalah pria,” jawab Tristan yang juga duduk santai di sofa memakan bagiannya.
“Kau buatkan kopi dulu untuk kita Tristan,” suruh Shean yang mulutnya penuh dengan kue rasa kopi.
Tristan keluar dengan membawa kue di tangannya yang tinggal segigit lagi.
“Ternyata dia bisa membuat kue seenak ini. Rasa kue ini saja sangat enak, bagaimana kalau aku merasakannya?” gumam Shean dengan senyum nakalnya.
**********
Suriani, mamanya Zaheera datang bersamaan dengan puteri dari suami kedua yang berusia 18 tahun ke toko C3, tempat Zaheera bekerja.
“Hhhmm…. Ngapain sih mereka datang kesini?” gumam Izzati orang yang pertama kali melihat mereka datang.
“Hey, di mana si Zeera?” tanya Suriani dengan nada sombongnya. Izzati masih diam sambil melayani pembeli yang sedang melakukan pembayaran.
“Woy… aku sedang bertanya pada mu. Dimana Zeera?” tanya lagi dengan suara sedikit keras.
“Hhhmmm…. Apa Anda tidak lihat kalau saya sedang sibuk melayani pembeli. Apa anda tidak bisa sabar menunggu?” jawab Izzati dengan ketus.
“Hey… tidak sopan ya berbicara seperti itu pada mamaku,” kali ini Liana, saudara tiri Zaheera yang berbicara membalas perkataan Izzati.
Zaheera merasa mendengar suara orang yang dia kenal. Zaheera keluar dari dapur.
“Mama? Apa yang mama lakukan di sini?” Zaheera terkejut dengan kedatangan mama dan adik tirinya. Di bersihkan tangannya di celemek yang dia pakai.
“Kamu ya… kenapa masih belum transfer uang sih? Apa kamu mau jadi anak durhaka?” tanya Suriani.
“Bu… bukannya begitu. Sebaiknya kita bicara di tempat lain saja,” gadis itu mengajak mama dan adiknya ketempat lain.
Banyak pengunjung yangmelihat adegan itu. Membuat Zaheera merasa malu.
“Mama kenapa harus datang ke sini,” tanya Zaheera sedikit kesal.
“Kenapa? Apa kamu sengaja ya sembunyi dari ku? Mana bagianku?” tanya Suriani dengan mengulurkan tangannya.
Zaheera melihat mamanya dengan menahan kesal. Lalu di ambil uang yang memang sudah di pisahkan untuk di berikan padanya sehabis pulang kerja.
“Ini. Dan ini adalah uang yang terakhir kali yang bisa aku berikan pada mama,” ucap Zaheera.
“Apa? Maksudmu kau tidak akan memberikannya lagi?” tanya Suriani kesal.
“Iya. Aku tidak bisa setiap bulan memberikanmu uang. Mulai sekarang, suruh suami baru mama untuk mencari uang,” ucap tegas Zaheera.
“Songong banget kamu ya. Mentang-mentang sudah bisa menghasil kan uang sendiri, udah belagu,” ucap Liana.
“Kau diam. Kalau kau tidak suka, segera cari kerjaan. Nafkahi sendiri keluargamu,” ucap Zaheera yang sudah tidak tahan lagi.
“Orang yang ku anggap sebagai mama ku tidak pernah perduli pada ku. Bahkan saat papa masih hidup dan sakit, mama tidak pernah mengurus nya. Sampai papa sudah meninggalpun mama tidak mau ziarah ke makamnya,” mata gadis itu sudah berkaca-kaca.
Klik... Klik... Klik...
Ppllaakkk.... Suriani menampar keras pipi Zaheera. Gadis itu memegang pipinya yang terasa panas.
“Berani kau berteriak pada ku ya. Dasar anak tidak tahu diri. Dari awal aku harus nya menggugurkan mu, anak sialan..” suriani menarik rambut Zaheera dengan keras.
“Hajar aja, Ma. Dasar memang tidak tahu diri,” Liana mendukung aksi mamanya yang marah.
Tidak jauh dari mereka seseorang mengambil gambar dan video. Zaheera melepaskan secara paksa tarikan mama nya yang sudah di selimuti kemarahan. Hingga akhirnya bisa terlepas.
“Ingat ya, sampai kau mati, kau harus memberikan uang pada ku. Kecuali kalau kau mati dengan laki-laki yang berpenyakitan itu. Anak pembawa sial… dasar sial….” teriak Suriani.
Zaheera merasa sedih mendengar omongan mama yang melahirkannya. Airmatanya mengalir, tapi dia tidak mengeluarkan suara rintihan. Suriani membawa Liana, mereka pergi meninggalkan Zaheera yang terluka di pipi, kepala dan perasaannya.
Zaheera masih berdiri ditempatnya. Air matanya mengalir. Kedua telapak tangannya menutupi wajahnya agar tidak ada yang melihat.
“Ckckckckck…. Kalau bos tahu dan melihat ini, pasti wanita itu akan di bunuh,” ucap Alfa.
“Benar. Tapi siapa wanita itu ya? Galak banget. Udah kayak anji*g aja,” balas Alex.
“Cepat kirim kan foto dan videonya pada bos,” suruh Alex lagi.
Setelah puas menangis, gadis itu kembali ketempat dia bekerja. Wajah dan matanya merah dan bengkak. Tanpa berbicara apapun, dia langsung menuju dapur. Semua teman-temannya bisa melihat dengan jelas. Izzati sangat khawatir. Izzati ingin menghampiri sahabat nya, tapi berhubung masih banyak pengunjung yang mengantri untuk melakukan pembayaran.
************
“Breng**k….. berani sekali dia meletakkan tangan nya di tubuh kucingku,” Shean melempar ponselnya. Tristan melihat kemarahan bosnya.
Shean yang baru mendapatkan kiriman informasi dari Alex dan Alfa. Tristan mengambil ponsel Shean, dan melihat foto dan video yang sudah di lihat Shean.
“Pantasan saja dia sangat marah,” gumam Tristan yang melihat video itu. Shean yang mengepalkan tangan nya, gemeritik gigi bisa di lihat Tristan. Dia berdiri menyalakan rokok nya.
“Tuan, apa yang akan anda lakukan?” tanya Tristan.
“Cari wanita itu. Beri dia pelajaran,” Shean memberikan perintah, mengeluarkan asap rokok yang tebal itu.
“Tapi jangan sampai mati. Buat dia kesakitan," suruhnya lagi.
“Baik tuan. Aku akan melakukannya,” jawab Tristan.
Setelah kepergian Tristan, Shean kembali melihat video itu lagi. Di lihat wajah nya yang menahan sakit. Semakin dilihat, semakin tinggi emosi nya.
“Berani sekali mereka menyakitimu. Aku tidak akan membiarkan siapapun berani menyentuh mu. Hanya aku….. hanya aku saja yang berhak atas diri mu, tubuh mu, dan semua tentangmu,” ucap Shean.
Beberapa bulan kemudian, sudah waktunya untuk Zeera melahirkan. Dua hari yang lalu, ditengah malam saat semuanya sudah tertidur dengan pulas, termasuk Shean. Karena seharian sibuk bekerja dan menjaga Zeera, malam itu dia sangat lelah dan cepat tertidurnya. Hanya Zeera yang masih gelisah menahan sakit. Sebenarnya siang itu sudah merasakan sakit dibagian perut hingga kebawahnya. Kasihan melihat suaminya yang belum pernah istirahat total, dia hanya bisa menahan dan tidak berpikir apa-apa. Namun malam ini rasanya tidak hilang malah semakin menjadi-jadi. Sebisa mungkin dia menahan suaranya agar tidak membangunkan Shean yang berbaring disampingnya ditempat tidur. ‘Apa aku mau melahirkan? Rasanya sakit sekali, aku juga tidak tahu tanda-tanda melahirkan.’ “Sshh..” ‘Apa aku bangunkan saja Shean? Rasanya- “Aaasshh…” “Sayang? Kamu kenapa?” Shean langsung terbangun setelah mendengar suara rintihan Zeera walau pela
“Keren gak?” Izzati menunjukkan sepatu imut nan kecil pada Saga. “Hm? Iya cakep, warnanya juga cocok untuk anak laki-laki.” Jawab Saga melihat sepatu yang ditunjukkan Izzati padanya. “Emang warnanya kenapa? aku sih suka karena modelnya yang begini, keren gitu.” Izzati melihat-lihat lagi sepatu yang masih ditangannya. “Warna itu kan cocok-cocokkan. Biasanya ada warna yang cocok untuk cowok, ada yang cocok untuk cewek, seperti warna pink dan kuning, aku pernah dengar kalau warna itu sangat cocok untuk perempuan.” “Ah… sama saja kalau menurutku. Cowok juga cocok kok pakai yang warna pink, cowok-cowok di Korea juga banyak kok pakai warna pink, apalagi untuk pakaian.” “Kan tidak semua cowok suka pink, aku nih misalnya, aku paling tidak suka memakai warna pink, mau itu pakaian, tas atau sepatu. Kayaknya gak cocok banget buat aku, tapi kalau ada cowok lain yang suka, ya itu terserahnya kan.” “Hm… jadi, warna biru ini cocok sama anak Zee
Zeera mengucek matanya. Terbangun. Dia mengubah posisinya dari berbaring menjadi duduk bersandar. Tubuhnya masih ditutupi selimut. Pandangannya langsung tertuju didekat jendela, suaminya yang sedang fokus pada gadgetnya.“Shean..?” panggil Zeera. Karena suaranya pelan, Shean tidak bisa mendengarnya.Zeera turun dari ranjang, berjalan menuju Shean.“Loh Zeera? Kamu sudah bangun? Kenapa kamu turun dari ranjangnya Sayang?” Shean meletakkan tabletnya diatas meja, menyusul Zeera yang sedang berjalan kearahnya.“Iya aku sudah bangun, tadi aku memanggilmu tapi kamu nggak dengar.”Shean sekarang sudah menggenggam tangan Zeera.“Kamu lagi ngapain? Kayaknya serius banget.” Lirik Zeera pada gadget Shean yang masih ada diatas meja.“Tadinya aku lagi mengerjakan pekerjaan yang dikirim Albert, tapi sudah selesai kok. Lalu aku teringat dengan anak kita, makanya aku lagi lihat-lihat keperluannya,
Deg-deg an, mereka berdua sedang deg-deg an didalam ruang Dokter khusus ibu hamil.“Ibu Zeera, tolong kemari,” panggil Dokter berjenis kelamin laki-laki itu.Zeera berdiri berjalan menghampiri sang Dokter, dan Shean mengikuti dari belakang.“Silahkan berbaring dulu ya.” suruh si Dokter, menepuk pelan tempat tidur khusus pasien yang tidak terlalu besar dan lebar.“Untuk apa isteri saya berbaring Dokter?” tanya Shean sinis, dia khawatir kalau isterinya kenapa-kenapa.“Kan saya mau memeriksa kehamilan isteri anda, sekaligus mengecek jenis kelaminnya.”“Apa tidak bisa duduk atau berdiri saja?”Dokter menatap Shean. Dia menghela napas mendengar pertanyaan aneh dari suami pasien.“Tidak bisalah Pak Shean. Lagipula saya tidak akan menyakiti isteri dan anak anda, cara saya sama kok seperti Dokter kehamilan pada umumnya.”“Shean, biarkan saja, memang pr
“She… Shean, perutku,”“Maafkan aku… maafkan aku Zeera.”‘Kenapa dia menangis? Dan kenapa dia ada disini?’Setelah Shean puas memeluk Zeera, dia melepas pelukannya. Ditatapnya Zeera yang masih berdiri dihadapannya. Zeera mengernyitkan dahinya.‘Darah? Dia berdarah?’Shean panik melihat darah dipakaian Zeera, dibagian rok bawahnya.“Zeera, Zeera kamu terluka, kita harus-“Tunggu, sabar dulu Shean, ini bukan darah aku kok,” Zeera menahan tangan Shean dan menenangkannya.“Bukan… darah kamu?”“Iya. Ini darah dari wanita yang korban tabrak lari tadi.”“Kenapa bisa darahnya menempel padamu?”“Aku tadi membantunya sambil menunggu mobil Ambulance datang, jadi darahnya ikut menempel. Aku kasihan padanya, apalagi kami sama-sama sedang hamil kan.” Ucap Zeera menjelask
Sudah beberapa hari Zeera datang ke perusahaan untuk makan siang bersama Shean, dan Zeera yang memasak makanannya. Zeera terus berusaha agar Shean bisa menerimanya seperti dulu, bukan karena dia kasihan padanya. Shean masih belum yakin dengan perasaannya, tapi tidak mau menyakiti perasaan Zeera. Sekarang Shean hanya melakukan tugasnya seperti layaknya suami normal.“Shean, aku keluar sebentar dulu ya,”“Kamu mau kemana? Sebentar lagi meetingnya sudah mau selesai.”“Memangnya selesainya berapa lama lagi?”“Sekitar 2 jam lagi.”“Yah, kelamaan. Aku keluar saja dulu sebentar, aku mau beli ice cream, dekat kok tokonya, diseberang kantor.”“Suruh karyawan lain saja untuk membelinya.”“Mereka sedang sibuk, kalau aku yang beli langsung, aku bisa memilih rasa dan bentuknya. Boleh ya… boleh ya?” bujuk Zeera yang ingin keluar kantor untuk membeli ice cream