Evelyn menatap dirinya sendiri dengan takjub, karena berkat tangan Susi yang ajaib telah merubah wajah Evelyn menjadi seorang Putri yang cantik dan menawan.
“Miss, Tangan Anda sungguh ajaib Miss karena bisa merubah wajahku menjadi seorang yang tidak kukenali lagi,” puji Evelyn dengan tulus.
“Bukan tangan Akika yang ajaib Eve, tapi memang wajah Kamu yang sangat manis dan cocok dengan riasannya.”
Susi memandang wajah Evelyn dengan tersenyum kemudian dia mulai bereksperimen dengan gaya rambut Evelyn.
“Sepertinya diangkat begini lebih bagus dech Eve, kita jepit keatas saja ya. Bagian belakang kita buat seperti pony tail saja.”
“Terserah Miss saja, Eve nurut saja ya,” kata Evelyn dengan tersenyum.
Evelyn tersenyum melihat wajah Susi yang serius menangani rambutnya, Susi terus saja menjepit rambut Evelyn dengan cekatan.
🌼🌸💐🌼🌸💐🌼🌸💐🌼🌸💐🌼🌸💐 Thor ucapkan Terima Kasih kepada Readers yang telah mendukung dan meluangkan waktunya untuk membaca cerita ini, jangan lupa subcribe dengan memasukkan cerita ini ke dalam pustaka dan beri tanda bintang, love serta tinggalkan komen ya. I luv you Guys 💖💖💖💖💖💖💖💖
Evelyn melihat Gio sedang memarkirkan mobilnya di salah satu Mall terkenal dan terbesar di negara ini, dan ini adalah satu aset keluarga Taner yang lainnya. Penjaga Loby yang mengenal mobil Gio segera memberikan parkir Khusus VIP dan memarkirkan mobil Gio. Sementara Gio dan Evelyn segera keluar dari mobil, mereka berjalan beriringan menuju tempat nokrong anak muda. Gio merasa usianya memang jauh berbeda dari Evelyn, tetapi dia sudah berusaha untuk menyeimbangkan dirinya dengan Evelyn dengan mencari tempat – tempat nokrong para anak muda. Penampilannya yang biasa menggunakan jas, kini dia tanggalkankan dengan memakai pakaian casual. Ketika mereka memasuki gedung, key segera memarkirkan mobil dan menyerahkan kuncinya kepada petugas parkir. Wah hari ini memang luar biasa. Tidak biasanya dua orang pewaris Taner berada didalam satu tempat. Mimpi apa Aku semalam bisa melihat mereka sekaligus, biasanya mereka itu j
Pemuda itu kini menatap Gio dengan rasa tidak suka. “Cih, baru saja jadi Kamu jadi pacarnya belum menjadi isteri saja sudah sok menguasai. Jangan – jangan Kamu hanya pura – pura menjadi pacarnya lagi,” kata pemuda itu lagi. Aura permusuhan sangat kentara di Kafe itu. Gio hanya menatapnya dengan dingin dia tidak ingin marah dulu, padahal sebenarnya dia sudah terprovokasi dengan tingkah pemuda itu. “Lain Bapak ini ngak cocok tukh sama Cewek Cantik ini. Ketuaan, cocoknya malah jadi adiknya ngak ah ngak cocok jadi anaknya saja sekalian,” katanya lagi. Gio yang sudah geram segera mengepalkan tangannya. Dia hampir saja memukul pemuda itu, tiba – tiba netranya memandang sesosok bayangan yang ada di depan Kafe ini sedang tersenyum licik ke arah mereka. Gio menyadari siapa otak dibelakang keributan ini dan dia mengikuti permainan pemuda ini. Biasanya tid
Evelyn yang masih saja menggenggam tangan Gio tidak melepaskannya sama sekali, bahkan Gio merangkul bahu Evelyn dan segera mengajaknya berlalu dari tempat itu. Evelyn segera berlalu dan mengikuti Gio. “Sebaiknya Kita berlalu dari sini Eve, karena sudah tidak nyaman kan?” bisiknya lagi. Evelyn hanya bisa mengikuti Gio, kejadian tadi benar -benar membuat dia tidak nyaman. Evelyn hanya bisa mengikuti Gio dan berharap Gio juga membawa dia ke tempat yang tidak terlalu ramai dan hanya mereka berdua saja. Gio segera membawa Evelyn menuju bagian depan Mall, disana telah berdiri petugas parkir VIP yang segera membawa mobil Gio kembali ke depan pintu Mall, dan mereka segera menaikinya. Gio kali ini akan membawa Evelyn ke tempat yang lebih privasi. Gio tidak ingin ada lagi gangguan yang merusak malamnya bersama Evelyn. “Kamu mau nonton Eve?” tanya dengan tersenyum.
Evelyn yang menatap ke arah Gio terus saja mengelus bibi Gio dengan jarinya tanpa dia sadari sama sekali, Gio membiarkan Evelyn melakukannya karena dia ingin melihat sejauh mana Evelyn merasakan perasaannya. Pupil mata Evelyn tampak mengecil dan terus saja hanyut dalam gerakannya, setiap sentuhan dibibirnya membuat Gio bisa merasakan getaran jantungnya dan hatinya semakin berbunga – bunga membuat hidupnya benar – benar seperti seorang lelaki yang telah mendapatkan kebahagiaan yang tiada taranya. Hanya dengan sentuhan itu saja Gio sudah merasakan perasaan seperti ini. Bagaimana jika dia telah memiliki Evelyn seutuhnya? Apakah dia akan sanggup berpisah bahkan harus menjauh dari Evelyn? Gio tidak akan melepaskannya karena dengan cinta Evelynlah dia mulai menghangatkan hatinya yang dingin sehingga mencair dan dapat merasakan apa itu cinta kembali karena cinta itu sudah lama terkubur dengan penghianatan orang terdekatnya. Gio m
Key yang jengkel semakin uring – uringan di kamarnya, hatinya semakin panas ketika Gio semakin dekat dengan Evelyn, walaupun Gio adalah kakaknya sendiri tetapi mana yang merupakan haknya tidak akan pernah dia berikan kepada siapapun termasuk Gio. Key merasa dirinya kalah telak dan tidak ingin melepaskan Evelyn begitu saja, dadanya dirasuki api cemburu yang semakin berkobar. Mengapa mereka semakin dekat? Apa yang terjadi? Bagaimana mungkin aku kalah dengan kak Gio? Bukannya dia lebih tua daripadaku? Apa yang dilihat si Culun itu dari kakakku? Aku merasa jauh lebih tampan dari dia? rutuk Key dengan marah. Tok, tok, tok. Tanpa menunggu jawaban dari Key tiba – tiba pintu kamarnya terbuka, tampak Oma Lidia sedang berdiri menatap ke arahnya. “Oma? Masuk Oma,” sapa Key. Karena kesal Key malam ini tidak a
Key dengan rasa enggan mengikuti kemauan Lidia untuk menyantap sup di hadapannya. Pandangan Lidia tidak dapat dibantah lagi, dan tidak mau mendengarkan penolakan dari key. Dengan sabar Lidia menunggu cucunya selesai bersantap dan dia tidak berbicara sama sekali, hanya menatap Key dengan tatapan sayang. Cara Lidia memperlakukan Key laksana bocah yang masih duduk dibangku TK. Begitu selesai bersantap, Lidia menatap Key dengan tersenyum. “Nach begitu dong, itu namanya cucu kesayangan oma,” katanya lagi. Lidia menggeser duduknya mendekati Key dan menatapnya langsung. “Sekarang ceritakan kepada oma, ada apa sebenarnya?” tanya lagi. “Oma, saya sebenarnya ingin menyampaikan sesuatu kepada oma. Tetapi oma jangan marah ya. Key tidak sanggup melihat oma marah,” katanya kembali. Key tidak akan memaafkan dirinya sendiri kalau Lid
Lidia menatap Key kembali dengan seksama, dia ingin menyelami bagaimana hati Key yang sebenarnya. Apakah Key menginginkan Evelyn karena dia memang menyukai Evelyn atau karena dia hanya cemburu kepada Gio karena Gio telah mengambil miliknya, tetapi Lidia lebih memilih pendapat dia yang kedua. Karena dia sudah mengenal bagaimana tabiat Key dan bagaimana Key selalu menjaga miliknya agar tidak jatuh ketangan yang lain. Key sadar Lidia menatapnya penuh dengan kecurigaan dan akhirnya mengakui perasaannya sendiri kepada neneknya tersebut. “Key sebenarnya sampai saat ini masih belum bisa memahami bagaimana perasaanku yang sebenarnya oma, tetapi setiap Key melihat Evelyn dekat dengan Kak Gio ada perasaan marah dan kesal. Key ingin mendekati mereka dan merampas Eve kembali, tetapi Kak Gio tidak akan dengan mudah melepaskannya kembali. Oma apakah oma berada di pihakku sekarang? Atau oma sekarang menjadi penentangku?” t
Lidia duduk termenung sambil memandang ponsel yang ada di tangannya, Lidia kemudian menghubungi Sarah menantunya. “Sarah, kamu dimana sekarang?” tanya Lidia. “Iya Ma, Sarah sekarang lagi ada di butik.” “Ada apa Ma?” tanya Sarah kembali. “Hmm, begini Sarah. Mama mau nanya nomor telepon Evelyn. Tolong dikirim ke mama ya,” kata Lidia kepada Sarah. “Untuk apa Ma?” tanya kembali. Sarah sudah mulai curiga dengan keinginan Lidia, dia tidak ingin Lidia menyakiti Evelyn. Sarah mengetahui benar sifat dari Lidia. Dia tidak akan meminta nomor telepon Evelyn dari Sarah kalau Lidia tidak mempunyai rencana. Sarah mencurigai niat Lidia yang akan merugikan Evelyn. “Mama ada perlulah, apa kamu tidak mau mengirimkannya kepada Mama?” tanya Lidia dengan curiga. Sarah menarik nafasnya dengan berat, disatu sisi dia ingin menjaga Evelyn tetapi disisi lain tidak enak rasanya menolak permintaan Lidia. Bagaimanapun Lidia adalah ibu mertuanya, jadi dia harus menghormatinya. “Baiklah Ma, saya akan member