Share

Sekolah

Si Jack berkokok itu berarti hari sudah pukul empat pagi.

"Hanny, bangun ... ayo sholat!" Ambu berteriak dan aku memicingkan mata.

"Ambu, Abah sudah bangun?" Aku ingin memeluk Ambu namun ditepisnya.

"Sudah atuh, kan Abah mau ke masjid sholat berjamaah." Ambu membuka jendela. Hawa dingin langsung masuk ke dalam kamar. Udara pedesaan yang masih asri juga hawa sisa hujan semalam membuat pagi ini sungguh terasa beda.

"Ambu, si Jack kedinginan nggak ya?" Aku turun dari ranjang dan melipat selimut yang semalam dipakai.

"Ya enggak atuh, kan dia itu hewan yang ada bulunya, kenapa, kamu mau bawa dia tidur sama kamu?" Ambu memencet hidungku sedangkan aku hanya tertawa.

"Sudah sholat sana!" Ambu memintaku segera sholat.

"Iya, Ambu, ya sudah aku mau mandi dan sholat." segera aku bergegas ke kamar mandi.

***

Selesai sholat langsung menyiapkan buku sekolah yang masih berserak di atas meja belajar. Hari Senin memang hari yang sangat tidak dinantikan karena harus berangkat lebih pagi untuk upacara bendera. Selesai merapihkan buku aku dan berganti pakaian sekolah aku keluar kamar. Melihat Abah juga Ambu duduk di ruang makan.

"Abah, Hanny minta jajan tambahan dua ribu hari ini." Langsung mencomot satu pisang  goreng dan menyeruput teh manis.

Sssttttttt

"Ih, Hanny, kamu teh anak perempuan, masa kamu minum teh suaranya sampe segitu." Abah berteriak panik.

"Masya Allah Abah, ngagetin aja. Lagian Hanny minum ini teh masih panas ya dikit-dikit dong sambil ditiup kalau tidak nanti lidahnya kepanasan." Aku komplain pada Abah.

"Iya, Abah juga tahu, tapi yang feminim gitu jangan seperti anak laki-laki." Abah melotot matanya seperti ikan lele yang ada di kolam depan rumah.

"Hilih Abah, Hanny kan anaknya Abah, jangan lupa nanti tambahin uang jajan dua ribu." Aku memberikan tanganku tanda meminta dan Abah menepuknya.

"Buat apa uang dua ribu, Han?" Ambu bertanya sambil duduk diantara aku dan Abah.

"Ambu, Abah, ini kan hari Senin upacara, habis upacara itu haus." Aku memegang leher.

"Owh, iya, dari rumah bawa minum atuh di botol Tupperware yang Ambu beli khusus buat kamu warna pink." Ambu bergegas untuk mengambilkan botol yang tersimpan di rak piring.

"Malas Ambu, botol yang Ambu beliin itu gede banget, tas Hanny sudah berat sama buku, nanti Hanny pendek Ambu." Jawabku sambil meringis.

"Owh ya udah atuh kalo gitu, Ambu belikan nanti yang agak kecil."

Aku hanya tersenyum dan mengangguk perlahan tanda menyetujuinya.

Setelah selesai sarapan aku keluar membawa pakan ayam untuk si Jack.

Kut ... kut ... kut

Panggilan khas supaya si Jack mau mendekat. Langsung dia menghampiriku dan memakan makanannya.

"Kamu lapar ya Jack, kamu kedinginan nggak semalam?" 

Aku bertanya tapi si Jack masih anteng makan makanannya. Aku mengelus kepala, leher dan punggungnya. Badannya gagah malah termasuk obesitas untuk ayam sekelas dia.

"Heh, kita nanti ke rumah bang Dodi lagi ya, habis aku pulang sekolah Jack."

Entah kenapa si Jack menghentikan makannya  berlalu ke arah pojok kandang.

"Hayu atuh Jack, kasian si Mita nggak ada pasangan dan bang Dodi juga sudah pengen punya mantu." Aku tertawa  melihat si Jack yang sepertinya tidak mau dengan si Mita.

Bermain-main bersama ayam kesayangan tak lama Abah berteriak.

"Hanny, ayo berangkat sekolah nanti terlambat." 

"Iya Abah, sebentar."

Aku mengalihkan perhatian lagi pada si Jack.

"Ya udah, kamu aku nggak bawa ke rumah kang Dodi lagi, kita cari ayam perempuan yang cantik."

Kok ... kok ... kok

Si Jack bersuara yang tampaknya gembira.

Kembali masuk ke dalam rumah mengambil tas langsung berpamitan dengan mencium tangan Abah dan Ambu.

"Kamu berangkat sama siapa, Han? Ambu bertanya.

"Sama Dewi, Ambu." jawabku singkat.

"Ya sudah, hati-hati di jalan kalo nyebrang."

Aku mengangguk perlahan keluar rumah untuk langsung menuju rumah Dewi.

Ternyata Dewi sudah menungguku di depan rumahnya.

"Han, hayu buru kita berangkat."

"Iya, hayu."

Kami berdua berjalan menuju jalan raya itu melewati sawah.

"Dew, nanti sore kita ngambil bekicot sawah yuk!" 

"Hayu, kita ajak yang lain ya?" tanya Dewi.

"Nggak usah Dew, kita berdua aja."

"Okelah kalo begitu."

Begitu sampai jalan raya ada angkutan yang berhenti  kami pun naik. Sampai disekolah ternyata waktu menunjukkan jam 06.15 itu tandanya anak-anak sudah di lapangan. 

"Waduh, gimana ini Dew, kita ngumpet kali di kantin." Aku menatap Dewi.

Dewi tampak panik melihat pintu arah lapangan upacara sudah ditutup.

"Bagaimana ini." katanya seperti mau nangis.

"Tenang aja sih." 

Aku melempar tas Dewi danbpunyaku ke arah kelas di samping kantin kemudian mengetuk pintu berharap penjaga pintu membukanya 

"Pa Udin buka pintunya."

Tak lama ada Pak Udin yang membukakan pintu.

"Hayo, kalian terlambat yah?"

"Iya Pak,btapi baru lima menit ... kami diam di kantin aja ya, sembunyi." Aku berusaha merajuk.

"Yeeey nggak boleh, kalian upacara aja, baru mulai kok."

"Nanti diomelin Pak Maman lagi?" Aku bertanya sedang Dewi hanya mengangguk.

"Nggak lah, baru aja upacaranya." Jawab Pak Udin membuat kami langsung berlari ke arah lapangan dan benar saja upacara baru akan dimulai. Kami berdua berdiri dibelakang. Rasanya setiap upacara kaki menjadi pegal  ingin berjongkok.

"Dew, hayu atuh kamu pura-pura pingsan, aku pegal nih kaki."

"Kamu aja yang pingsan, aku takut."

"Aku kalo pura-pura pingsan ketahuan Dew, secara aku kan wonder woman."

"Aku takut." Dewi mukanya terlihat pucat.

"Hayu Dew, kita makan gorengan sama teh manis di UKS." 

Karena Dewi mempunyai fisik lemah dan kalau pingsan tidak kelihatan akhirnya, dia mau aku ajak juga.

Bruuuk

Dewi terlihat lemah langsung aku menahannya dan meminta bantuan petugas PMR atau palang merah remaja untuk membawanya ke UKS. Begitu sampai di UKS aku membuka sepatu dan kaos kaki Dewi saat dia tidur di tempat tidur.

Segelas teh manis hangat dan obat diberikan oleh petugas.

"Nanti kamu minuman ya." kata petugas PMR itu.

"Iya ka, terima kasih." 

Petugas berlalu langsung kami tertawa cekikikan.

"Han, dosa lo kita bohong." kata Dewi.

"Ih, jarang-jarang Dew, lagian aku pegel banget nih kaki lihat, kayak talas Bogor."

Kami berdua tertawa lagi.

"Dew, tunggu ya, aku beli dulu gorengan sama lontong di kantin."

"Iya."

Dengan secepat kilat aku ke arah kantin Ibu Marni disitu ternyata ada Pak Udin.

"Pak beli gorengan sama lontong lima ribu "

Pa Udin melihatku terheran-heran.

"Kok, kamu sudah beli gorengan? Kan upacara belum selesai." 

"Si Dewi pingsan Pak, jadi dibawa ke ruang UKS."

"Bohong nih kalian berdua, bilang aja nggak mau upacara."

"Bener Pak Udin, nih siapin gorengan sama lontong, aku mau masukin tas dulu ke kelas."

Pak Udin hanya menggelengkan kepala sedangkan aku berlalu dari hadapannya. Setelah menyimpan tas dan mengambil gorengan aku kembali ke UKS melihat Dewi.

"Dew, hayu makan."

"Iya, enak yah, sering-sering aja aku pura-pura pingsan." kata Dewi dengan tertawa senang 

"Iya, makanya kamu harus nurut kata aku."

Dewi mengangguk perlahan. Bahagianya pagi ini membuat kami lupa kalau bel tanda upacara selesai berbunyi.

"Hayu kita masuk kelas Dew."

"Ayo." Dewi turun dari kasur dan memakai sepatunya, kami berjalan dengan tertawa melihat puluhan pasang mata teman sekelas melihat kami.

"Pura-pura lu ya?" Jamal menjewer telingaku dan aku tertawa pagi itu bahagia.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status