Tubuh tak berdaya Rahayu dibaringkan ke atas ranjang. Tak sulit bagi Oliv untuk membawa teman sejawatnya yang tengah teler pulang, Rahayu yang memang tinggal sendirian di rumah sederhana ini memang terbiasa menaruh kunci di bawah pot bunganya.
Dari cerita yang Oliv tau, kedua orang tua Rahayu sudah lama meninggal sejak Rahayu masih duduk di sekolah dasar. Kemudian Rahayu diasuh oleh bibi dan omnya sampai SMA. Setelah lulus SMA Rahayu memutuskan untuk merantau ke kota ini, banyak pengalaman pekerjaan yang telah di cobanya. Hingga pada akhirnya ia diterima bekerja di toko buku milik Devan sekaligus menjadi awal pertemuannya dengan Oliv. Selang tak lama Rahayu bekerja di toko buku itu Oliv melamar pekerjaan disana.
Tidak terlalu sulit bagi keduanya untuk cepat akrab, sebab baik Oliv maupun Rahayu adalah wanita yang mudah berkomunikasi dengan orang-orang baru. Keduanya pun berteman baik sampai sekarang. Oliv bahkan sering membawa Rahayu ke rumahnya untuk ia kenalkan dengan keluarganya.
Tak terkecuali dengan Olano, abangnya. Rahayu cepat akrab dengan pria itu, dan Oliv menganggap hubungan mereka sebagai pertemanan sebagaimana hubungan pertemanannya dengan Rahayu.
Tapi, melihat hari ini rasanya Oliv menyangkal pemikiran itu. Oliv menebak jika selama ini abangnya dan Rahayu menjalin hubungan asmara. Sepasang kekasih. Ya, Oliv yakin itu.
"Coba jelaskan," pinta Oliv terlihat menuntut.
Ia ingin sekali mendengar penjelasan langsung dari mulut abangnya. Tak masalah bagi Oliv jika memang abangnya dan Rahayu menjalin hubungan, asalkan keduanya benar-benar saling mencintai.
"Aku mengajak Rahayu ke club malam." Olano mulai berbicara, "mood Rahayu sangat buruk hari ini hingga aku memutuskan mengajaknya kesana untuk berenang-renang—"
"Dengan cara mabuk-mabukan, begitu?" sela Oliv menatap tajam abangnya nyengir.
"Aku sudah melarang keras temanmu untuk tidak banyak minum-minum. Tapi ya dasarnya Rahayu keras kepala tidak mengindahkan ucapanku dan terus asyik minum sampai teler." jelas Olano panjang lebar.
Oliv mendengus jengkel mendengarnya. Temanku, kan, kekasihmu bang.
"Oh, begitu. Lalu bagaimana dengan insiden ribut yang terjadi disana tadi?"
"Uhm, i-itu...." tergugu Olano hendak mengatakannya.
"Apa Bang?" Oliv menuntun jawaban yang tak kunjung segera Olano jawab.
Pria tampan berpenampilan preman itu tampak tengah berpikir keras mencari jawaban yang tepat untuk ia sampaikan pada Oliv. Sayangnya Oliv sudah menduga bahwa apapun yang keluar dari mulut abangnya adalah suatu kebohongan.
"Waktu yang tidak tepat terjadi," ucap Olano tiba-tiba setelah beberapa menit berlalu dan hanya keheningan yang menyelimuti mereka.
Oliv yang sudah tak berminat lagi pada lanjutan cerita abangnya pun hanya diam saja sambil terus mendengarkan.
"Kekasihku juga datang kesana, yang sialnya bersama seorang pria." raut wajah Olano berubah marah, bahkan kedua telapak tangannya terkepal kuat menahan gejolak amarah yang menggulungnya hebat.
Pikiran Oliv kembali teringat di club malam tadi. Apa kekasih abangnya wanita yang tadi? Dan maksudnya bersama seorang pria yang langganan beli buku di toko buku tempatnya bekerja?
Tapi, apa iya wanita itu benar kekasihnya abangnya? batin Oliv belum terlalu yakin.
"Cewekku salah paham, Liv. Dia kira aku selingkuh sama Rahayu." ujar Olano dengan wajah sendu. "Maka dari itulah terjadi keributan, aku cemburu dan salah paham sama cewekku. Gitu juga cewekku merasa cemburu dan langsung maki-maki aku sama Rahayu." dan Oliv pun jadi yakin kalau wanita di club malam itu benar-benar kekasih abangnya.
"Terus Rahayu balik maki-maki cewek Abang sama pria itu?" Olano mengangguk.
"Ya, kau kayak gak tau gimana Rahayu aja. Sudah pasti cewek bar-bar ini balas," kata Olano sambil menunjuk ke arah Rahayu yang tertidur nyaman bak putri tidur.
Sayangnya Rahayu akan bangun esok hari sebab Rahayu bukanlah putri tidur sungguhan. dan besok juga Oliv akan langsung mengintrogasinya. Menguji jawaban Rahayu apakah benar dengan yang abangnya katakan atau tidak.
"Uhm, Liv?"
"Iya?"
"Kau tau gak siapa cewek gue?"
"Yang pastinya cewek dong."
"Ya iyalah cewek. Emang kau pikir cewekku cewek bohongan gitu?"
Oliv terkikik geli mendengarnya, "siapa tau kan."
"Ah, sialan kau dek. Maksud aku tadi itu buat ngetes kau aja. Eh, taunya kau gak kenal sama cewekku Padahal kau kan suka karya-karyanya—upss!" buru-buru Olano membekap mulutnya sendiri saat hampir kelepasan membocorkan identitas sang kekasih hatinya.
Kening Oliv berkerut bingung, "maksud Abang?"
Olano nyengir, "hehe, gak apa-apa kok Liv."
"Bohong! Pasti ada maksud tersembunyi Abang ngomong kayak gitu."
Olano menghela nafas, "cewekku idola kau."
"Hah?" Oliv mengerjap bingung, "cewek kau artis Bang?"
"Enggak tuh!" Olano menggelengkan kepalanya.
"Lah, terus apa dong?"
"Ya memangnya cuma profesi itu saja yang kau idolakan?"
Oliv tampak berpikir kemudian menggeleng. "Iya, enggak sih."
"Siapa sih Bg? Idola aku tuh banyak kali." tukas Oliv kesal.
"Penulis favorit kau siapa?"
"Ade Tiwi." sahut Oliv santai kemudian matanya terbelalak kaget. "Jangan bilang...."
"Yes!" Olano mengangguk. "Cewek aku namanya Ade Tiwi."
Satu detik.
Dua detik.
Tiga detik.
"Hahaha," dan keheningan itu terpecahkan oleh tawa Oliv yang membahana.
"Bercanda lo, konyol amat dah, Bg!" Oliv geleng-geleng kepala. "Halu banget kepengen punya cewek penulis keren kayak Ade Tiwi."
"Memang iya kok. Aku gak halu, faktanya dia cewek aku."
"Iyain aja dah," Oliv kembali tertawa dan itu membuat Olano sangat kesal.
"Bg, nih ya, aku dan Rahayu yang ngefans banget sama Ade Tiwi aja gak pernah tahu wajahnya dia kayak apa. Eh, Abang sekalinya bawa kabar pacaran sama dia. Wow!" Oliv kembali geleng-geleng kepala seraya mengulum senyum geli.
"Ya karena dia memang gak mau kehidupan pribadinya diketahui publik, termasuk wajahnya sekalipun. Dia hebat dan licik bukan dalam menyimpan rapat-rapat kehidupan pribadinya?" bagai terkena hipnotis akan kata-kata Olano, Oliv mengangguk.
"Lalu bagaimana dengan Abang?"
"Hmm, aku?" Olano menunjuk dirinya sendiri.
"Kalau memang yang Abang ucapkan benar, tolong ceritakan padaku bagaimana perjalanan cinta kalian selama ini?"
"Kau yakin mau denger, Liv?" Oliv mengangguk antusias.
"Oke, aku bakal cerita. Tapi gak sekarang."
"Loh, kenapa?"
"Haduh, badan aku capek banget Liv. Aku mau istirahat dulu."
"Halah, capek atau lagi mikir ngarang cerita buat alasan bohongin aku."
Olano ingin menyangkal tapi ia merasa sangat lelah dan tubuhnya sudah menjerit minta untuk beristirahat.
Oliv memukul bokong abangnya yang seenaknya aja tidur di samping Rahayu. "Bangun Bang. Jangan tidur disinidong."
"Jadi dimana?" tanya Olano setengah mengantuk. Lalu menguap lebar.
"Di ruang tamu, noh!"
"Aishh," gerutu Olano sembari tengkuknya yang tak gatal sama sekali.
"Cepetan!" Oliv yang tak sabar pun sedikit menendang bokong Olano yang langsung terdorong keluar.
Setelahnya Oliv langsung menutup pintu dan menguncinya. Lalu ia naik ke atas ranjang dan berbaring di samping Rahayu.
Ketika pagi tiba Oliv yang sudah terbangun dari tidurnya nyenyaknya langsung bangkit dari ranjang. Melangkah menuju dapur dan membuka lemari pendingin milik Rahayu."Wow!" satu hal yang membuat Oliv berdecak kagum adalah kebiasaan Rahayu yang pembersih dan rajin berbelanja untuk kebutuhan isi kulkasnya yang tak pernah kosong.Rahayu terlihat bar-bar dan berantakan diluar, tapi aslinya siapa yang menyangka? Oliv mengambil beberapa macam bahan makanan yang akan ia olah untuk sarapan ini.Semua bahan tersebut ia potong-potong sesuai selera. Yap, Oliv akan membuat sarapan yang simpel saja. Salad sayur, dan sandwich saja.Selesai membuat sarapan Oliv membersihkan peralatan masak yang kotor kemudian membangunkan si kebo yang tidur di sofa ruang tamu."Bangun!" Oliv membangunkan dengan cara menepuk-nepuk bahu abangnya.Namun sayangnya Olano sama sekali tak terusik tidurnya. Oliv
Devan sudah mempersiapkan dirinya untuk menjawab segala pertanyaan yang akan Oliv lontarkan. Bagaimanapun juga pastilah wanita di depannya ini merasa curiga soal insiden tadi malam.Begitu sigapnya Devan langsung membawa sang adik tercintanya dan juga sepupu gesreknya keluar dari club malam. Yang tentu saja itu menimbulkan kecurigaan bagi Oliv.Devan baru tahu jika pria yang bersama Rahayu adalah abangnya Oliv. Dan Devan juga baru tahu kalau Olano adalah kekasih dari adiknya, Adel alias Ade Tiwi.Aishh, betapa tak sukanya Devan dengan nama pena sang adik.Dekan yang memberitahukan informasi itu padanya. Hal itu pun Dekan dapatkan dari Adel yang sempat memarahinya karena Dekan yang suka sekali menjahili Oliv dan Rahayu. Tentu saja Adel marah jika Oliv ikut kena imbas kejahilan Dekan, padahal gadis yang Dekan sukai adalah Rahayu. Jadi Rahayu saja yang seharusnya Dekan jahili dan bukannya calon adik iparnya,
Diantara ketiga pria ini sepertinya yang paling heboh cuma pria menyebalkan ini. Oliv menggeram kesal, seheboh-hebohnya Olano tetapi tidak sebising Dekan. Ah iya, Oliv baru ingat namanya.Seakan tak merasa lelah mulut Dekan terus bicara, menyerocos tak jelas hingga membuat Oliv dan Rahayu merasa muak."Diamlah Dekan. Kau membuatku mereka berdua merasa bosan." titah Devan ikut kesal melihat tingkah sepupunya. Mulut bawelnya yang terlalu banyak bicara itu sedikit banyaknya membuat orang bosan dan muak."Loh, apa iya aku ngebosenin dan bikin kesal?" tanya Dekan begitu percaya dirinya. Lalu, ia mencolek lengan Rahayu yang kebetulan duduk di sampingnya. "Aku ngebosenin ya?" tanyanya pada Rahayu yang nyengir kemudian dengan terpaksa menggelengkan kepala."Nah, enggak tuh. Iya kan, Oliv?" Dekan meminta pendapat Oliv yang duduknya persis di samping Rahayu.Sama seperti Rahayu, Oliv pun masih menjaga perasaan dengan menghargai
Pagi hari Olano sudah membuat heboh seantero rumah hanya karena habis membaca balasan chat dari Adel, kekasihnya.Sedari bangun tidur tadi bahkan Olano sudah merecoki Oliv yang pembawaan dirinya selalu terlihat tenang. Namun kali ini ketenangan dalam dirinya seakan lenyap begitu saja gara-gara kebisingan sang abang."Dia juga merasakan hal yang sama sepertimu," beritahu Olano sebelum Oliv sempat bertanya."Ini," dengan penuh semangat Olano menunjukkan layar ponselnya pada Oliv yang menganga saat membaca ruang chat antara abangnya dan Adel yang rupanya membahas antara ia dan Devan."Apa-apaan ini?" lirih Oliv tak percaya. Sementara Olano asyik menggodanya dengan kedua alis yang naik turun secara bergantian.Merasa tindakannya ini adalah hal yang benar dan mulia Olano pun merasa sangat bangga pada dirinya. Tak tahu bagaimana perubahan wajah Oliv yang malu sekaligus kesal."Kalian berdua keterlaluan!" hardiknya tak
Tubuh tak berdaya Rahayu dibaringkan ke atas ranjang. Tak sulit bagi Oliv untuk membawa teman sejawatnya yang tengah teler pulang, Rahayu yang memang tinggal sendirian di rumah sederhana ini memang terbiasa menaruh kunci di bawah pot bunganya.Dari cerita yang Oliv tau, kedua orang tua Rahayu sudah lama meninggal sejak Rahayu masih duduk di sekolah dasar. Kemudian Rahayu diasuh oleh bibi dan omnya sampai SMA. Setelah lulus SMA Rahayu memutuskan untuk merantau ke kota ini, banyak pengalaman pekerjaan yang telah di cobanya. Hingga pada akhirnya ia diterima bekerja di toko buku milik Devan sekaligus menjadi awal pertemuannya dengan Oliv. Selang tak lama Rahayu bekerja di toko buku itu Oliv melamar pekerjaan disana.Tidak terlalu sulit bagi keduanya untuk cepat akrab, sebab baik Oliv maupun Rahayu adalah wanita yang mudah berkomunikasi dengan orang-orang baru. Keduanya pun berteman baik sampai sekarang. Oliv bahkan sering membawa Rahayu ke rumahnya untuk ia ken
Oliv melotot horor dengan apa yang terjadi saat ini, bagaimana bisa Devan begitu nekat mencium bibirnya. Tidak, sebenarnya hanya menempelkan bibir tapi itu pun sudah membuat tubuhnya kaku seketika."Kalau kamu mencoba teriak lagi, maka aku akan cium kamu beneran disini." ancam Devan setelah melepaskan bibirnya di bibir Oliv yang sontak mendelik mendengarnya.Ancaman macam apa itu? batin Oliv mendengus kesal.Oliv ingin menyuarakan protesan dan amarahnya pada ancaman Devan barusan. Namun ia lebih memilih menahannya karena takut jika Devan beneran melakukan ancamannya tersebut."Bapak, kenapa bisa disini?" tanya Oliv dengan nada pelan dan lembut.Sejujurnya hal itulah yang sedari tadi membuatnya penasaran, bagaimana bisa Devan ada di depan kamarnya. Memangnya kemana semua orang-orang di ruang makan tadi?"Mereka menyuruhku untuk menyusulmu.""Hah?" Oliv terp
"Maaf," ucap Devan setelah berhenti tertawa. Menghapus sudut matanya yang berair sangking kuatnya tertawa.Devan tak menyadari perubahan raut wajah Oliv yang kini terlihat kesal. Devan benar-benar sukses mempermainkannya secara total."Selamat," tukas Oliv tersenyum miris seraya bertepuk tangan beberapa kali. Sementara Devan terdiam kaku di posisinya."Oliv—""Bapak telah sukses menjalankan rencana Bapak yang sengaja ingin mempermainkan saya, kan?""A-apa?" Devan terhenyak kaget. "Maksud kamu apa? Mempermainkan kamu?"Oliv mengangguk, "Bapak gak usah berlagak sok gak ngerti. Saya tahu kalau Bapak cuma berpura-pura bingung demi menjaga sikap baik Bapak.""Dari hati ke hati?" Oliv tertawa sinis, "konyol sekali!"Dan, hap!Devan menahan tubuh Oliv ketika Oliv hendak beranjak pergi. Mendekap erat tubuh
"Ma, aku mau nanya sesuatu sama Mama boleh gak?""Oh, boleh dong. Apa tuh?" tukas sang mama sembari masih menikmati es krim tersebut.Sedangkan Oliv tengah mengumpulkan keberanian dirinya untuk bertanya. Siapa tahu sang mama dapat memberikan solusi dari segala kegundahan yang disebabkan oleh masalahnya.Seharusnya Oliv memang harus memberitahukan mengenai kutilnya pada sang mama. Hanya saja ia tidak ingin membuat mamanya menjadi panik, tapi sampai pada titik ini sepertinya Oliv sudah tidak bisa menahannya lagi. Dan semoga saja mamanya dapat tetap tenang setelah ia menceritakannya."Apakah di keluarga kita memiliki penyakit keturunan, Ma?""Uhuuk!" tepat setelah Oliv selesai bertanya, sang mama tersedak es krim yang lagi dimakannya."Apa katamu? Penyakit keturunan?" Oliv menganggukkan kepalanya."Apa maksudnya itu?" sang mama tertawa hambar, lalu menatap ta