Pak Gugun telah membahas soal harga dengan si pemilik tanah yang rencananya mau dibeli Natasya. Pagi hari dia dan Bu Anya pergi ke tempat Masna."Orang itu minta tujuh ratus juta harga tanahnya," kata Pak Gugun pada Masna dan Natasya."Saya sudah menawar agar diturunkan. Awalnya dia minta delapan ratus juta.""Gimana nak? Apa mau dibeli juga tanah itu?" tanya Masna pada Natasya. "Kita lihat dulu ke lokasi Bu.""Ayolah kita lihat sekarang," kata Pak Gugun. "Kebetulan kami ke sini bawa mobil jadi kita bisa pergi semua melihat tanah itu."Mereka naik mobil bak milik Pak Gugun. Tak sampai sepuluh menit mereka sudah sampai. Tanah itu masih ditumbuhi dua batang kelapa. Lokasi tanahnya berada di pinggir jalan menuju pasar kecamatan. Kira-kira empat ratus meter dari sana ke arah ibukota kecamatan ada simpang tiga. Kalau lurus menuju pasar dan kantor kecamatan. Kalau belok ke kanan menuju desa tempat fila Jayadi.Setelah memperhatikan lokasi tanah, Natasya merasa cocok untuk membangun usaha m
Jayadi sampai di fila miliknya di desa wisata pantai saat matahari pagi bersinar terang di Timur. Laut dengan ombaknya terlihat berkilauan. Ia telah menghubungi Pak Gugun tadi malam saat dia istirahat di hotel yang ada di ibu kota kabupaten. Pak Gugun lebih dulu datang di fila. Pak Gugun membuka gerbang saat melihat mobil Jayadi. Ia menyalami Jayadi saat Jayadi keluar dari mobil."Saya kira Pak Jayadi akan lama di Jakarta.""Saya hanya ada satu urusan Pak. Urusannya telah selesai saya balik lagi. Saya akan tinggal lama di sini.""Oh, ya. Bapak betah tinggal lama sendirian di sini?" Pak Gugun tersenyum."Betah kok Pak. Saya ingin menenangkan diri dan menikmati waktu untuk diri sendiri.""Coba kalau Bapak sudah beristri. Kan enak tinggal berdua dengan istrinya di sini, hehe.""Sendiri juga bisa kok, Pak." Jayadi tersenyum pada Pak Gugun yang telah duluan duduk di kursi beranda. "Maaf nih Pak. Ngomong-ngomong kenapa Bapak belum beristri. Saya kira orang seperti Bapak sangat mudah untuk
Mr Jack telah pulang ke negaranya. Hari Minggu Bu Masna dan kedua putrinya istirahat jualan. Bu Masna, Natasya dan Nela juga habis dikejutkan oleh transferan uang sebesar tujuh miliar dari Mr Jack. "Kita akan beli tanah, buat rumah dan di sebelahnya kita buat warung untuk usaha jualan mie, Bu," kata Natasya saat mereka istirahat di lantai dua ruko kontrakan mereka."Iya, nak. Kalian harus belajar mengatur uang dengan sebaik-baiknya," tanggap Bu Masna."Iya, Bu. Aku dan Nela mulai saat ini harus pandai mengatur uang. Aku ingin kita punya usaha makanan yang lebih dari sekedar jualan mie ayam.""Iya, nak. Kalian boleh bercita-cita dan bertekad punya usaha yang lebih besar dari sekarang. Ibu setuju dan akan mendukung dan selalu mendoakan kalian.""Mungkin kita akan beli mobil satu dan motor satu untuk keperluan usaha. Aku dan Nela akan belajar mengendarai mobil, Bu." "Hehe, bakal punya mobil sendiri." Nela tersenyum senang sambil memain-mainkan rambut Natasya."Bu, aku ingin pergi ziara
Pagi hari Jefri telah bangun walau semalam ia pulang dengan Jayadi dari kafe sudah lewat tengah malam. Mereka menghabiskan malam Minggu bercerita tentang banyak hal sambil menghilangkan kejenuhan. Jayadi masih tidur dan ia sengaja menambah jam tidurnya agar tubuhnya lebih segar. Jefri pergi ke ruang makan dan melihat mama dan papanya sudah ada di sana sarapan pagi. "Pagi, Pa, pagi Ma." Jefri menyapa sambil mencium pipi Bu Sudarmaji dan mencium tangan Pak Sudarmaji. Pak Sudarmaji tersenyum memandang Jefri. Bu Sudarmaji juga memperhatikan wajah putranya tak seperti biasanya. Keduanya merasa ada yang berbeda pada diri Jefri. Jefri terlihat begitu senang dan banyak tersenyum."Papa curiga deh sama kamu," kata Pak Sudarmaji sambil memegang wajah Jefri seolah memeriksa dengan cermat wajah putranya."Iya, mama juga curiga juga." Bu Sudarmaji ikut-ikutan menyatakan kecurigaannya. Ia pun memegangi wajah Jefri dan menatap matanya."Ah, papa sama mama bawaannya curiga melulu.""Jayadi mana kok
Jayadi mengajak Jefri ke kafe tempat dia biasa nongkrong dengan Albert. Mereka berjalan beriringan memasuki kafe. Terlihat Jayadi lebih tinggi dari Jefri. Jayadi mencari tempat duduk agak ke pojok. Setelah duduk Jayadi tersenyum pada Jefri."Nah di sini asyik. Kamu pesan minuman apa?"Jayadi memanggil pelayan kafe.Setelah melihat daftar minuman yang ada, Jefri memilih minuman yang mengandung sedikit alkohol. Jayadi pun begitu, namun jenis berbeda. "Kemana saja kamu? Kamu bukan ke Bali kan?""Kok kamu bisa menduga?" Jayadi tersenyum pada Jefri. "Iya, dugaanku saja. Papa juga bilang begitu padaku.""Hehe." Jayadi tertawa sambil meminum minuman yang baru diletakkan pelayan kafe. "Iya, kalian berdua benar. Suatu hari aku akan ceritakan kemana aku menghilang selama sebulan lebih." Jayadi tersenyum sambil menatap mata saudaranya."Papa kan punya mata-mata di mana-mana.""Iya tuh, Pak Tua masih saja jago di belakang layar. Aku juga curiga sudah beberapa bulan ini seperti selalu ada yang
Pak Gugun sedang asyik berbincang dengan Jayadi sambil mengawasi tukang menyelesaikan pekerjaan renovasi fila. Handphone Jayadi berbunyi. Telepon dari Jefri."Hallo, Bos. Ada kabar apa?" tanya Jayadi pada Jefri."Balik dulu ke sini, dong. Ada sesuatu yang penting ingin kubicarakan.""Sampaikan saja sekarang bagaimana, Bro?""Nggak bisa saudaraku. Aku ingin bicara langsung dan bertemu denganmu. Sulit untuk aku sampaikan lewat pembicaraan telepon.""Iya deh. Besok aku sampai di Jakarta.""Oke, Brother. Ditunggu ya."Setelah Jefri mengakhiri pembicaraan teleponnya, Jayadi bicara pada Pak Gugun."Pak Gugun, saya akan pergi sekarang soalnya saudara saya meminta saya kembali ke Jakarta. Ada sesuatu yang penting sepertinya.""Baik, Pak Jayadi. Biar saya bereskan dan rapikan semuanya besok.""Kalau masih ada perlu tambahan uang, bilang saja. Akan saya transfer ke rekening Pak Gugun.""Baik, Pak."Usai pembicaraan itu, Jayadi kembali ke homestay tempat dia menginap. Ia membereskan pakaian dan