Share

06. Kebenaran

◇❖❖◇  

|Arga|

Cahaya matahari yang nampak dari balik jendela sel kian memudar, mulai menyongsong kegelapan menandakan malam kembali. 

Sudah genap dua hari aku di kurung di balik kandang dingin nan membekukan ini, besok aku akan membantai sukuku sendiri, tempat lahirku, keluargaku. Jika dipiki-pikir, bukankah kelakuanku tidak lebih bejat dari pamanku sendiri, bukankah usaha ayahku akan sia-sia jika anaknya berakhir kelam seperti saudaranya sendiri?. Rasa bersalah terus menghantui ku.

Dalam kegelapan nan hampa, aku terus memikirkan Jika bukan karena mereka menculik ibuku, mengancamku dengan ibuku. Aku terus merutuki kebodohan ku yang awalnya ingin mencari Anggrek Berlian untuk menyembuhkan ibuku, malah jatuh terjebak dalam kemunafikan mereka. 

"Makam malam." Seonggok daging memenuhi nampan diselipkan melalui celah sel. Setelahnya prajurit itu berlalu meninggalkan ku kembali bersama kegelapan. Aku kembali meringkuk membenamkan kepalaku, memikirkan ibu yang masih terkurung diluar sana, membuatku tidak berselera untuk makan. 

"Apa kau benar-benar tidak ingin memakannya?." Suara kali ini terdengar akrab di telingaku berbeda dengan suara sebelumnya yang terdengar ketus dan kasar. Aku menengadah memperhatikan seseorang yang berdiri menjulang dari balik kurungan. 

Kudapati Manggala tengah menatapku iba, "Arga aku disini untuk membebaskanmu." Manggala mulai membukakan kunci sel, dia membiarkanku keluar. Aku hampir-hampir tak percaya, bukankah dia pengawal kepercayaan Raja. 

Dia berjongkok, lalu berbisik pelan ke telingaku, "Aku telah melumpuhkan penjagaan diluar selama 30 menit, kurungan ibumu ada di ujung Koridor selang dua buah belokan, yang satu mengarah ke kanan dan satu lagi ke kiri. Setelah kau belok lagi ke kanan, kau akan mendapati ibumu."

 

Entah apa yang merasukinya, namun yang pasti aku tak akan melupakan kebaikanmu Manggala, balasku sambil mengeluskan kepala ke lututnya tanda berterima kasih, setelahnya aku bergegas berlari mengikuti arahan Manggala untuk menemui ibuku. Yang benar saja, terlihat di kiri dan kanan jalan yang kulalui, para pengawal tersungkur pingsan, tak ada satupun yang terjaga. 

Aku semakin berlari cepat ketika kurungan itu sudah terlihat, namun hatiku mencelos melihat wanita yang tengah terlelap di balik jeruji, pipinya cekung , Tulang-tulangnya menonjol sedangkan kulitnya kelihatan dingin dan kusam. Makanan busuk menumpuk di sudut sel, menandakan sudah berhari-hari tak dimakan. 

hatiku miris membayangkan betapa menderintanya ibu selama ini, dengan penyakit yang dideritanya, ditambah kelakuan anaknya sendiri yang menjerumuskan nya ke mala petaka. 

Aku memukul-mukulkan kepalaku ke sel, menyesali kedurhakaanku, ingin rasanya aku menggantikan penderitaan nya itu. "Nak, Arga kau kah itu?."

Ibu terbangun mendengar suara besi yang ku benturkan ke kepala, dia mendekatiku mengulurkan tangannya keluar sel, mencoba meraihku, aku segera mendekatinya. Bukannya hardikan atau pukulan yang seharusnya kudapatkan, malah usapan lembut dan senyuman tulus yang dia berikan. 

"Nak kau semakin kurus, apa kau tak makan dengan benar?." Ibu menanyaiku khawatir. 'Seharusnya Arga yang bertanya begitu kepada ibu,' Aku menatap ibu lirih. 

"Kau pasti sangat menderita karena tak bisa kembali ke wujud aslimu." Aku semakin merasa bersalah, di saat sengsara pun ibu masih mencemaskanku. Aku menggelengkan kepala, cepat menyangkal, mataku mulai berair. 

"Nak, ibu diam-diam telah menyuruh pipit untuk menemukan kalungmu." Ibu mengeluarkan kalung berbandul putih dari gundukan jerami. Sama sepertiku ibu juga memiliki hewan magis, seekor burung pipit. 

"Pakailah Nak." Kata ibu sambil mengalungi ku dengan tangan rinkihnya. Sekejap cahaya putih berpendar mengitari kalung, lalu mengitariku, aku kini kembali ke wujud manusia ku. 

"Ayo bu... Kita harus keluar dari sini." Aku bergegas mencari cara agar bisa melepaskan ibu. Namun Anehnya, semua kekuatan ku tak mempan pada kurungan itu. 

"Percuma nak, penjara ini hanya bisa dibuka oleh Orang Negeri." Ibu menatapku dengan mata sayunya, "Tapi bu kita harus kembali bersama, harus menyelamatkan desa..." aku masih mencoba menghancurkan sel itu, "tinggalkan ibu nak, jangan buang waktumu disini, uhhuk....uhhukk." Penyakit Ibu kambuh, dia memuntahkan banyak darah. "Ibu...ibu... Harus bertahan..." Air mata yang sedari tadi kutahan mulai merembes, walau sudah pasrah dengan takdirnya ibu masih tersenyum. 

"Arga kau harus kabur dari kerajaan ini, ibu akan mengalihkan perhatian mereka." Dalam masa kritisnya, Ibu masih sempat mengusap tanganku yang lebam membiru, berusaha mengurangi rasa sakitnya. 

"Pergilah Nak, ingatlah ibu akan selalu mendukung setiap keputusanmu." Lagi-lagi ibu memberikanku semangat tulus, "Ibu... Maafkan... Maafkan Arga." Aku menatap ibu lekat untuk terakhir kalinya. Aku dengan berat hati meninggalkannya. Meskipun begitu, Senyuman lebar masih terpampang di wajah cantiknya, mengiringi kepergianku. 

Tak lama, aku bertemu dengan penjaga di ujung lorong, otomatis kusembunyikan diri ke sela-sela tembok. Merasa curiga, penjaga itu mendekati tembok tempat persembunyian ku, aku mempersiapkan kekuatan, siap menyerang jika ditemukan. 

Namun tiba-tiba Tawa Ibu Berkumandang ke penjuru sel. Tawanya hampa, patah-patah, dan parau karena jarang dikeluarkan. Menarik perhatian para penjaga, termasuk penjaga yang mencoba mendekatiku tadi. "PANGGIL RAJA KALIAN KEMARI!!." Terik Ibu Menggelegar. "AKU AKAN MEMBERITAHUKAN SUATU RAHASIA." Tawanya tidak kunjung berhenti, membuat Para pengawal dan prajurit yang berjaga menjadi heboh.

Aku tahu, ibu tidak akan memberitahukan apapun, karena ibu sangat menyanyangi sukunya. Semata-mata kericuhan yang ibu buat  hanya untuk mengendorkan penjagaan, mengecoh mereka agar anaknya tersayang dapat kabur meninggalkan kerajaan. 

Ibu akan langsung di habisi jika Raja tahu bahwa ibu tidak memberikan informasi penting apapun. Ingin aku kembali dan mencegah ibu melakukan itu, lalu membawa ibu pulang, dan mendekapnya erat seperti saat aku masih kanak-kanak. Namun itu hanya akan membuat pengorbanan ibu sia-sia. Air mataku semakin deras mengalir. 

Ku paksakan kakiku kembali berlari walau berat hati meninggalkan ibu. Aku menyelinap keluar dengan mulus. Tak berhenti aku terus berlari meninggalkan kerajaan, tanpa arah, pasrah mengikuti langkahku. Aku sesenggukan, terbungkuk-bungkuk kehabisan nafas, Kini aku sendirian, tak ada lagi yang kumiliki di dunia ini.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status