Share

05. Wajah di Balik Topeng

Arga diawasi siang malam tak kurang dari dua belas penjaga, masing-masing

selalu awas dan siap siaga di balik jeruji sel. Hanya Arga seorang yang ditahan di sini. Tak seorang pun bicara atau sekedar menyapanya, termasuk para penjaga.

Deru pintu besi bergeser di luar bungker. Para prajurit sedang  bertukar sif. Kegaduhan merembes ke dalam dari jendela-jendela yang berposisi tinggi di dinding beton.

Ruangan ini sejuk, sebagian dibangun di bawah tanah, dan dibelah oleh koridor panjang yang memisahkan dua deret sel berjeruji. 

Derap langkah kaki mendekat, terdengar bergema dari luar jeruji, Arga lekas memasang posisi siaga, berekspresi garang menampilkan taring-taring nan runcing. Beberapa prajurit berpelindung baju tempur memasuki penjara, "Raja ingin menemuimu." kata salah satu dari mereka terburu-buru. Mereka mengeluarkan Arga dari sel tanpa melepaskan ikatan rantai. Memaksanya berjalan di istana dalam keadaan terantai. Sebagai tawanan.

Puluhan penjabat dan Menteri berbaris rapi, di sekitar Aula,tampak tengah menunggu kedatangan Arga si Harimau putih. Ratu dan para pangeran, serta para putri duduk berdampingan, di sebelah kiri singgasana, bersama penjabat dan para pendampingnya dari kerajaan. Di sisi kanan, paling dekat dengan singgasana ketimbang yang lainnya, duduklah Nawang Barawa . 

Di singgasana, Raja mengerjapkan mata, kemudian memandangi Arga sambil mengangkat alis, "Arga Giandra Bratajaya, Aku menyanjung keberhasilanmu dalam perang sebelumnya." Ada nada ketus dalam suaranya. 

"Masih dalam tugasmu sebagai Banding Agung, jadi kali ini kau ku perintahkan untuk menghancurkan penghalang yang selama ini menganggu berkembangnya Kerajaan kita, yakni Orang Darat, yang berada di Zona Terlarang, beri mereka dua pilihan, bergabung dengan kerajaan atau binasa." Dia menyeringai bengis, memamerkan gigi-giginya yang putih. 

Ternyata selama ini Arga hanya terkena tipu muslihat yang sudah dipersipakan, mulai dari minta tolong di hutan, menjadi Banding Agung, hingga peperangan yang menewaskan Nehan. Semua itu sudah jadi wacana Raja sejak awal. Tujuan utamanya ialah untuk menghancurkan sukunya. Memaksa mereka mematuhi perintah kerajaan, mengontrol mereka, ingin mengambil sumber daya mereka, serta kekuatan mereka. 

"Grooaaar... Grrooarr... Ggrrr." Arga berontak dari kukungannya, dia ingin menerkam Raja biadab itu, para prajurit dengan sigap menarik tali, dan menodongkan senjata. menahannya di tempat.

"Jika kau keberatan kau boleh saja menolak." Raja mengatupkan kedua tangan ke depan tubuh sembari bersandar, lalu melanjutkan, "Tapi kau akan kehilangan ibumu!." ancamnya ,dia mengacungkan jari telunjuk ke arah pintu ruangan yang terbuka lebar.

Menampakkan wanita paruh baya yang meronta-ronta di tengah-tengah lingkaran pengawal , sedang terkekang, mulutnya dibekap, tangannya diikat ke belakang punggung. Sesuai perintah, salah satu Pengawal melepaskan bekapan di mulutnya, "Nak.... Arga... Ini ibu nak..." Dia tersenyum penuh kasih kepada anaknya, Suaranya tampak lirih. 

Raja memberi isyarat jari, menyudahi pertemuan singkat antara ibu dan anak, Kedua pengawal terus mendorong, tidak memberinya kesempatan untuk memulihkan keseimbangan. Sungguh sebuah pemandangan yang memilukan. 

Simpati yang barusan Arga rasakan telah lenyap, digantikan amarah yang berkilat-kilat di mata birunya. Amarahnya ditujukan kepada kaisar. Dia menengadah, mendesis kepada sang penguasa singgasana dan istana. Cakar-cakar tajamnya tertekuk ke lantai mosaik dari petak-petak marmer shapire dan granit putih, ingin mencakar mereka hingga tercabik-cabik. 

"Aku anggap kau menyetujuinya Arga, Baiklah dalam 3 hari lagi kau akan menjalankan ekspedisi ke kampung halamanmu." perintah Raja, Senyumnya mengambang, tindak tanduknya santai, bahkan bahunya tampak rileks tanpa rasa bersalah, tanpa beban ataupun ketegangan. 

Nawang tiba-tiba berdiri dari kursinya meneriakkan yel-yel Kerajaan, "Maheswara adalah negara abadi, terlahir dari kekuatan kita, kekuasaan kita, capaian kita, juga pengorbanan kita. Orang Darat, dan orang laut tidak berhak merebut kepunyaan kita ataupun mengubah diri kita. Mereka bukan apa-apa dibandingkan kita, tidak peduli siapa sekutu mereka." 

Sontak semua orang di ruangan ikut menyahut, mengikuti yel-yel Nawang. Seakan menunjukkan kepada khalayak bahwa Kerajaan Maheswara Memegang kekuasaan untuk mengubah dunia, siap mengontrol kekuatan dari Orang Darat, dan Orang Laut yang tak terbayangkan untuk mengecap kemenangan

 

Dalam kenyataan pahit Arga menyadari, Dia sekarang tak lebih dari sekedar piaraan yang awalnya di agung-agungkan karena tugas mulia, namun setelahnya dikurung, dan dirantai erat-erat. Arga mendengus, 'Piaraan sekalipun bisa menggigit' pikir Arga. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status