Share

Siksa Dendam Perjodohan
Siksa Dendam Perjodohan
Penulis: miraw

PROLOG

Kehidupan berubah dengan satu kata penolakan, mengapa tidak? Semua orang ingin bahagia, itu sudah jelas. Namun tidak semua orang bisa mendapatkan kebahagiaan itu sendiri. Kebahagiaan tidak dicari, melainkan dibentuk. Memang kemana kita bisa mencarinya, selain dibentuk sendiri? Rasa bahagia muncul ketika semua keinginan itu bisa tercapai. Tetapi satu hal, rintangan akan selalu ada yang menghambat jalannya kebahagiaan. Kebahagiaan akan muncul dengan sendirinya, ketika kita bisa menerima dengan ikhlas apa yang telah terjadi.

Dikejauhan sana, di pesisir pasir putih dibawah rembulan purnama yang terang terduduklah seorang gadis dengan dress putihnya yang kusut. Tangan mungilnya terus melempari batu pada deburan ombak yang sedari tadi menatap kepiluannya dengan bisu. Hari sudah malam, bahkan sudah hampir pagi. Namun dirinya masih disini, di bawah langit biru yang hanya diterangi satu cahaya dunia. Baginya tiada tempat untuk pulang, kemana ia bisa pergi bahkan dunia bukan lagi miliknya. Mengingat hal itu, membuatnya membenci segalanya. Leana mengusap sudut matanya yang berair, dan tangan kecilnya mengepal erat kemudian ia lepaskan perlahan dan menatapanya lama.

"Kenapa? Aku tidak mempunyai banyak pertanyaan, tapi hanya satu! Kenapa ini terjadi padaku?" lirihnya sembari menatap kedua tangannya dengan mata yang berkaca - kaca, dan kemudian ia terisak hebat.

Dunia terasa tidak adil, tapi Leana sadar jauh diluar sana masih ada orang yang lebih menderita daripada dirinya sekarang. Tapi ia hanya manusia biasa, yang mempunyai batas sabar, tidak pantaskah ia mengeluh atau meminta keadilan?

Hidup adalah pilihan dan kita yang menentukannya sendiri, kemana akan melangkah. Tetapi dihidupnya hidup bukan lagi pilihan, melainkan dipilihkan. Bukankah itu tidak adil? Ayo katakan padanya bahwa itu tidak adil, setidaknya ia akan merasa bahwa dirinya tidak sendirian hidup di dunia cakrawala yang sebesar harapan ini.

"Leana!"

Gadis itu menegang, punggungnya kembali bergetar ketika mendengar suara berat dari lelaki yang tengah ia hindari. Leana menelungkupkan kepalanya diantara tangan yang ia lipat. Bahkan mendengar suaranya saja ia begitu merasa takut.

"Lea," lelaki itu kembali bersuara, kali ini nadanya terdengar melembut.

"Pergi!"

"Sayang, ayo pulang! Jangan seperti ini!"

"Al, please. Pergilah!" ujar gadis itu dengan suara yang memelas dan masih enggan menatap lelaki itu.

"Jangan kembali memancing emosiku Lea," lirih Nalendra sambil berusaha menggapai tangan gadisnya, namun dengan segera ditepis oleh Leana.

Gadis itu menghembuskan nafas pelan, dan menatap Nalendra tajam, "Aku tidak memancing emosimu Arsyanendra Nalendra Yasa. Pergilah dari hadapanku sekarang juga! Aku muak melihat tingkahmu!" sentak Leana dengan penuh penekanan dengan tatapan tajam nya yang tidak hilang sedikitpun.

"Huh!" Smirk lelaki itu, ternyata gadisnya punya nyali juga untuk membentaknya, dan bahkan menyebut nama lengkapnya. "Bagus! Punya nyali juga kamu," ujar Nalendra sembari menengadahkan kepalanya ke atas, menatap rembulan dengan iris matanya yang biru terang bagaikan batu safir. Sesuai dengan namanya, Nalendra yang artinya batu safir biru terang.

Plak!

"Ahkk!"

Wajah Leana terlempar ke samping akibat tamparan dari lelaki itu. Rasanya panas, dan sudut bibirnya begitu perih. Sungguh seorang Nalendra begitu ringan tangan, dengan santainya ia menampar gadis itu.

"Ternyata tangisanmu jauh lebih indah, dari rembulan yang sedang ku tatap Lea,"

Leana hanya memegang pipinya yang terasa kebas, berusaha untuk tidak mendengar kata - kata gila yang keluar dari mulut lelaki itu.

"Ayo sayang sekarang kita pulang, sudah cukup dramanya!"

Leana bergeming, tidak menjawab sepatah katapun. Apa lelaki itu bilang, drama? Hanya orang gila yang mengatakan bahwa ini drama.

"Bangun! Jika tidak mau aku seret. Tampilanmu saja sudah seperti gembel dipinggir jalan!"

Leana memejamkan matanya erat, mendengar kata - kata pedas yang keluar dari mulut lelaki itu. Ia tidak heran lagi, tapi rasanya sungguh sakit.

"Pergi Al!"

"Ahkk apa yang kau lakukan?! Le-lepaskan aku!!" teriak Leana di kesunyian tepi pantai yang hanya disaksikan oleh deburan ombak, kala lelaki itu dengan tega menyeret dirinya.

"Al, sa-sakit please stop it!"

Rasanya perih, jiwanya hancur. Dengan sadisnya lelaki yang berstatus sebagai tunangannya itu menyeret dirinya secara kasar di atas bebatuan terumbu karang.

Nalendra berhenti, menatap Leana tanpa rasa kasihan sedikitpun. "Kita pulang?" tanya lelaki itu sekali lagi.

"I-Iya kita pulang," jawab Leana secara terbata, tidak ada pilihan lain. Jemari nya dengan erat menggenggam butiran pasir, menyalurkan segala emosinya karna selalu kalah dihadapan lelaki itu.

"Good girl. Ini baru tunanganku yang penurut Kerleeanna Alina!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status