Share

Bab 1

Author: miraw
last update Last Updated: 2022-07-19 00:40:55

"Leana,"

"Pergi!" sentak gadis itu datar tanpa memandang wajah lelaki itu. Ia tidak ingin paginya yang cerah berubah menjadi suram karna menatapnya.

Leana mengeratkan selimutnya sembari menyesap coklat panas yang ada ditangannya tanpa melirik lelaki iti sedikit pun. Matanya sibuk meneliti setiap tetesan hujan yang jatuh membasahi bumi. Nalendra mengepalkan tangannya erat pada pembatas balkon, ia benci diacuhkan. Tapi kali ini ia harus menurunkan sedikit egonya. Lelaki itu berjalan masuk ke kamar gadis itu lalu membuka laci dan mengambil kotak P3K.

"Apa masih sakit?" tanya Nalendra lembut sambil mengobati luka di kaki gadisnya. Kemarin ia tahu sudah kelewatan, tapi Leananya sungguh gadis yang pembangkang. Dengan telaten Nalendra membuka perbannya dan menggantinya dengan yang baru, tidak lupa memberi obat merah. Karena luka itu terlihat masih cukup segar, ternyata ketika ia menyeret gadisnya kemarin di tepi pantai menimbulkan luka yang berbentuk abstrak ini.

"Lea..."

"Sayang..."

"Baby!"

Tidak mendapat sahutan membuat Nalendra geram, ingatkan dirinya untuk sabar kali ini. Hanya kali ini. Leana melirik lelaki itu sekilas kemudian mengalihkan pandangannya. "Pergilah Al, aku ingin sendiri!" lirih Leana pelan, sungguh ia malas rasanya berdebat sepagi ini.

"Kenapa harus sendiri? Sendiri itu duka by, kalau bisa berdua untuk apa sendiri?" jawab Nalendra sembari duduk di samping gadis itu, lalu meraih sebelah tangan gadis itu dan menggosoknya perlahan. Tangan gadisnya sedingin es, dan juga terdapat luka disana. "Apa masih sakit?" tanyanya lagi, namun hanya keheningan yang menjawabnya.

"By..."

"Baby..."

Nalendra tersenyum kemudian mencium tangan Leana lalu berkata, "Baiklah tidak masalah jika kau tidak ingin bicara, karena yang terpenting adalah kau berada disampingku!" ujarnya kemudian memeluk Leana erat, kemarin malam dirinya hampir kehilangan akal ketika tidak menemukan gadisnya dimana - mana. Bagaimana jiwa dan raga bisa jauh, tidak akan pernah bisa.

Leana menatap daun yang terkena hujan itu dengan datar. Setiap daun yang terkena tetesan hujan itu maka akan terlihat menunduk, namun itu hanya sekejap mata dan setelahnya air itu jatuh ke tanah. Menjadi gadis baik yang penurut, rasanya sungguh menyiksa batinnya. Jiwanya yang bebas terpaksa mengikuti semua kemauan orang disekitarnya yang selalu berhasil membuatnya patuh.

Dadanya sesak, tapi menangis dihadapan lelaki itu hanya akan memperburuk keadaannya. Tangan Leana bergerak melepas pelukan Nalendra, "Pergilah Al, aku mohon. Aku tidak kemana - mana. Berikan sedikit ruang bagiku untuk sendiri. Bagimu sendiri adalah duka, tapi bagiku itu surga!" ujar Leana kemudian bangkit dan berjalan menuju kamarnya. Gadis itu merebahkan dirinya, kemudian menyelimuti dirinya sendiri dan mulai memejamkan mata. Biarkan ia tidur seharian, dan energinya akan kembali.

Nalendra menghela nafasnya pelan kemudian tersenyum, "Baiklah, aku pergi by. Tidurlah, nanti jangan lupa makan. Ingat, jangan kemana - mana tanpa seizinku lagi. Jika kau pergi, KUA menanti kita!" bisik Nalendra sambil mengelus surai gadisnya dan mengecupnya lama kemudian tertawa geli, membayangkan jika Leananya menjadi pendamping hidupnya untuk selamanya adalah hal terindah dalam benaknya.

Langkah kaki perlahan terdengar menjauh, lalu pintu tertutup perlahan. Leana membuka matanya, lalu menatap kosong ke arah jendela yang menampilkan hujan deras di pagi hari. Rasanya ia ingin teriak sekuat yang ia bisa, mengangis sekencangnya, dan mengeluh semampunya. Tapi apalah daya, dirinya tidak bisa mengekspresikan itu semua.

Rasanya seolah mati rasa.

***

Seorang wanita cantik terlihat sibuk berkutat di dapur, dengan sesekali bersenandung kecil. Satu persatu makanan yang ia masak, ia hidangkan di meja makan.

"Al, mana Leananya?" tanya wanita itu ketika melihat Nalendra turun kebawah sendirian.

"Tidur bunda, mungkin masih ngantuk. Al nya aja yang datang kepagian mungkin," jawabnya dengan kekehan kecil.

Emely tersenyum, putrinya memang mempunyai hobby baru selain makan apalagi kalau bukan tidur. "Dasar anak bunda,"

"Kebiasaan emang tu anak, pagi - pagi gini malah lanjut tidur!" ujar seorang lelaki paruh baya sambil menyesap kopinya dengan koran ditangannya.

"Ya tidak apa - apa ayah, biasa anak muda," sahut Emely pada suaminya. "Yasudah kalau gitu, ayo makan dulu Al," Lanjutnya lagi sambil menyajikan makanan pada calon menantunya.

"Makasih bunda."

Emely tersenyum, "Makan yang banyak biar sehat, biar anak bunda selalu ada yang jagain," celetuknya kemudian tertawa.

"Bunda bisa saja."

"Benar Al, ayah was - was dengan pergaulan Leana." ujar Rafa, sambil menatap Nalendra serius.

"Aman yah, selama ada Al disini."

Pembicaraan ketiga orang berbeda usia tersebut terus berlanjut sampai selesai makan dan hujan pun mulai reda. Nalendra bangkit dari duduknya dan berpamitan pada calon mertuanya. Ia sudah terlambat sekarang, bahkan ia melewatkan meeting penting hanya untuk membujuk gadisnya untuk mendapat permintaan maaf.

"Al pamit bunda, ayah." pamitnya kepada kedua orang tua Leana sembari bersalaman.

"Iya hati - hati Al!"

Nalendra tersenyum kemudian melenggang pergi, jika dilihat semuanya nampak baik - baik saja. Namun segalanya tidak baik - baik saja, yang hanya bisa dirasakan oleh gadis yang tengah meringkuk dibawah selimutnya itu.

Leana.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Siksa Dendam Perjodohan   Bab 19

    Suara tembakan revolver itu menggema di keheningan malam, dan detik itu juga seorang lelaki melompat dari bukit tersebut. Meninggalkan seorang gadis yang baru saja ia nyatakan cintanya, tengah merintih kelu sembari mencengkram erat lengan kanannya yang terkena timah panas."Arghh..." rintih Leana terduduk sambil menutup lukanya dengan jas pemberian Melvian, dan tanpa ia sadari ada sepasang mata yang menatapnya tajam penuh intimidasi.Nalendra tersenyum smirk dan menaruh revolvernya kembali, setelah menyelamatkan lelaki itu dengan beraninya gadisnya memeluk jas dari lelaki lain. "Bitch!" desis Nalendra tajam dan merampas kasar jas tersebut lalu membuangnya asal. Tangannya terangkat menyingkirkan anak rambut yang menghalangi wajah cantik yang tengah merintih itu, namun tak ada setetes liquid bening yang jatuh. Harus ia akui, jika Leana seorang gadis yang tangguh. "Why baby?" bisik Nalendra rendah sambil mengelus puncuk kepala gadisnya lembut, nafasnya yang hangat dan teratur menerpa per

  • Siksa Dendam Perjodohan   Bab 18

    Pintu terbuka perlahan, memperlihatkan dua insan berbeda usia itu saling berbincang ramah. Berbalut jas hitam yang terlihat pas ditubuh tegapnya, Nalendra begitu terlihat menawan dengan tatapan biru safirnya yang tajam. Rafa tidak berhenti menyunggingkan senyumnya kala melihat calon menantunya yang menenteng banyak paper bag dan tentunya dari merk yang terkenal."Masuklah Al, Lea ada dikamarnya."Tanpa menjawabnya Nalendra melangkahkan kakinya dan berjalan menuju kamar gadisnya, namun sebelum itu ia menaruh paper bag itu di atas meja sembari tersenyum sinis menatap Rafa. Ia mengambil salah satu paper bag, dan menatapnya lembut. Ini adalah hadiah spesial untuk gadisnya.Sampai di ambang pintu Nalendra menghentikan langkahnya, aroma parfum yang begitu menguar sangat mengusik indera penciumannya. Lelaki itu tersenyum smirk, lalu menoleh kesamping. Menatap Emely yang memandangnya penuh takut, lalu wanita paruh baya itu memasuki kamarnya dan mengunci pintunya."Berani kau bermain-main den

  • Siksa Dendam Perjodohan   Bab 17

    "Wtf, kenapa lo harus secantik ini Lea?" gumamnya sendiri sembari memperhatikan dirinya di cermin, lekukan tubuhnya terpahat sempurna dalam balutan one shoulder dress hitam yang terlihat kontras dengan kulitnya yang putih.Gadis itu terkikik geli seraya memutar tubuhnya perlahan, sudah lama ia tidak memakai dressnya dan tidak disangka jika balutan dress ini mampu membuatnya terlihat lebih dewasa. Leana menyisir rambutnya perlahan, sepertinya disisir biasa tidak akan sepadan dengan dressnya. Gadis itu tampak berpikir sejenak, dan ekor matanya melirik catokan curly di meja riasnya dan ia tahu apa yang harus di lakukan."Kencan, kencan, kencan lalalala..." Senandung kecil terus mengalun indah, tangannya dengan lihai memberikan sentuhan make-up di wajahnya. Leana memperhatikan dirinya sejenak di cermin, satu kata yang dapat ia berikan. "Sempurna!""Ayo Lea, tunjukin pesona lo pada si Melvian!"Tangannya mengambil ponsel untuk membalas pesan dari Melvian yang katanya akan menjemputnya lan

  • Siksa Dendam Perjodohan   Bab 16

    Pintu tertutup sempurna, meninggalkan Nalendra yang mematung di tempat. Gadisnya begitu keras kepala, ia terkekeh pelan sambil meraup wajahnya kasar. Gadis kecilnya yang lugu telah berubah menjadi singa betina, dan itu tentu saja berkat dirinya. Nalendra melangkahkan kakinya dan kembali duduk, seraya menyalakan sebatang nikotin pikirannya menerawang jauh memikirkan apa yang telah berlalu. "Lo terlalu membiarkannya berkeliaran bebas!" celetuk seseorang membuat Nalendra menoleh dan menatap lelaki yang berdiri di ambang pintu itu datar. "Bukan urusan lo!" sahut Nalendra acuh.Defrizal terkekeh lalu duduk di hadapan Nalendra dan menuangkan segelas wine. "Lo terlalu larut dalam peran, dan jangan sampai lo lupa tujuan awal kita!" peringatnya menatap Nalendra serius. Nalendra tidak menjawab, ia terus menyesap sebatang nikotin yang berada di sela jarinya sembari menatap lurus ke jendela. Kata-kata yang di lontarkan oleh Defrizal tidak salah, namun ia benci jika mengingat semua itu."Tapi d

  • Siksa Dendam Perjodohan   Bab 15

    "Aww perih by!" Plak!"Sakit by, kok malah di geplak sih?" gerutu Nalendra ketika Leana malah memukul tangannya yang sedang diobati itu. Leana membanting kotak obat itu dengan kasar, telinganya panas ketika mendengar segala rengekan yang keluar dari mulut seorang Nalendra. Rasanya ia menyesal telah menghentikan lelaki itu, kenapa tadi ia tidak pergi saja?"By kok berhenti sih? Ayo obatin lagi, sakit nih tangan aku!""Bacot anjing!" gumam Leana kesal sambil mengacak rambutnya kasar, sepertinya Nalendra benar-benar mengidap gangguan bipolar. Leana menoleh ketika merasakan lelaki itu yang menatapnya intens, "Keceplosan!" ujarnya cepat ketika mengetahui apa yang akan dikatakan oleh lelaki dihadapannya ini. Terdengar helaan nafas kemudian Nalendra tersenyum, ia senang ketika gadisnya mengetahui kesalahannya. "Kalau sakit ngapain masih dilakuin? Bego si jadi orang!" gerutu Leana sambil mengisi kapas ditangannya dengan obat merah. Tangan Nalendra cukup bengkak dengan darah yang sedikit ke

  • Siksa Dendam Perjodohan   Bab 14

    Leana menoleh dengan smirk nya yang masih terpatri, gadis itu mendekatkan wajahnya dan berbisik pelan di telinga seorang gadis yang meringkuk ketakutan. "Lo selamat sekarang Riana, tapi nggak tau deh nanti!" kekeh Leana seraya memasukkan pisaunya ke sakunya kembali."Kamu tuli Leana?""Saya nggak tuli pak!" seru Leana cepat sembari menghampiri seorang lelaki yang sudah meneriakinya itu. Lelaki itu tersenyum miring menatap mahasiswi nya yang cukup urakan itu. "Ikut ke ruangan saya sekarang!"Leana mendengus dan berjalan cepat mendahului lelaki itu. Telinganya sungguh panas mendengar segala desas-desus mengenai dirinya dari mulut tajam penghuni kampus yang menyaksikan dirinya. Leana tersenyum miring seraya menatap satu persatu mahasiswa yang menatap dirinya secara terang-terangan.Merasa di tatap demikian tajam oleh Leana, semua para masiswa seketika mengalihkan pandangannya dan berlalu pergi dari sana. Sementara seorang gadis yang masih terduduk di lantai secara mengenaskan itu mengep

  • Siksa Dendam Perjodohan   Bab 13

    Kedua manusia berbeda gender itu berjalan beriringan dengan sang lelaki yang terus menggenggam erat tangan gadisnya. Pasangan yang sempurna, setidaknya itu lah yang bisa para mahasiswa deskripsikan ketika melihat pasangan bak dewa dewi itu. Namun di balik itu semua banyak isu tak sedap yang menyertainya. Leana melepas kasar tangannya yang digenggam Nalendra membuat lelaki itu mengernyit heran. "Aku ke kelas dulu.""Ayo aku antar."Leana berdecak dan menatap Nalendra datar, "Ini kampus Al, bukan medan perang! Aku bisa pergi sendiri." seru gadis itu dan segera berlalu pergi, Nalendra terdiam dan menatap kepergian gadisnya dengan raut wajah yang tak terbaca. Ia sudah menuruti keinginan Leana untuk merahasiakan segalanya, apa itu tidak cukup?Lelaki itu melihat arloji nya dengan gaya khasnya yang membuat para kaum hawa maupun adam terpesona olehnya. Tak sedikit orang yang tidak mengagumi pesona dari seorang Nalendra, namun pemilik iris biru hanya itu menatap satu gadis dalam hidupnya. Le

  • Siksa Dendam Perjodohan   Bab 12

    Iris mata hitam legam itu menatap datar seorang lelaki tampan yang sudah rapi dengan kemeja dan balutannya jas nya. Kadar ketampanannya bertambah berkali lipat ketika tengah serius melilitkan perban di kaki kanan seorang gadis yang tengah menatapnya sedari tadi itu. Ketika sedang marah, lelaki itu bagaikan iblis yang siap mencabut nyawa mangsanya. Namun di saat tenang seperti ini lelaki itu bagaikan sesosok malaikat. Leana menepuk jidatnya kesal, tanpa sadar baru saja ia tengah memuji bajingan dihadapannya ini.Lelaki itu mendongak menatap raut wajah Leana yang kesal kemudian tertawa pelan, "Aku memang tampan by, kau bisa melihatnya langsung," bisik Nalendra lembut sembari mengambil telapak tangan gadis itu dan ditaruh diwajahnya, ia menggerakkannya perlahan seolah Leana tengah menyusuri wajah tampannya. "Dan juga menyentuhnya, karna ini milikmu.." lanjutnya lalu mendekat dan mengecup singkat pipi gadisnya. Leana melotot kaget lalu dengan cepat ia mendorong Nalendra, "Bacot!" desisny

  • Siksa Dendam Perjodohan   Bab 11

    "Uh..."Gadis itu terbangun sambil meringis pelan, ia memegang keningnya dan ternyata sudah ada perban yang menempel. Leana menengok ke samping lalu ia mendesah pelan sambil menyingkirkan sebuah tangan kekar yang berada di atas perutnya. Perlahan gadis itu bangkit tanpa menimbulkan suara apapun, hari masih gelap tapi sepertinya ini sudah pagi. Sebelum melangkahkan kakinya Leana mendekat pada seorang lelaki yang masih mendekur halus. Leana mendekat dan memperhatikan wajah Nalendra dari dekat, seketika ia menutup mulutnya ketika mencium aroma alkohol yang menguar kuat. Sepertinya lelaki itu mabuk berat semalam, Leana kembali menyentuh keningnya seketika ia terdiam. Apa dalam keadaan mabuk lelaki itu mengobatinya."Lo itu aneh Al," Leana tersenyum getir sambil mengelus kepala lelaki yang berstatus tunangannya itu yang membuat Nalendra bergerak mencari posisi ternyaman. "Lo yang memberi luka, tapi lo yang ngobatin." Lanjutnya lagi sambil berjongkok disamping lelaki itu masih dengan menge

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status