Share

Mulai berjualan online

Author: Althafunnisa
last update Last Updated: 2022-06-29 05:30:17

"Ibu yang cerita sama Mas, Ibu bilang, banyak tetangga yang bilang ke ibu, kalau kamu jualan produk kecantikan, dan jualanmu laris manis." ujar Arif menyandarkan punggungnya di kursi.

"Tapi, Mas … itu uang untuk aku tabung," ucap Yana.

"Lagipula, uang yang Mas kasih tidak cukup, untuk keperluan kami …."

Arif menggebrak meja, tatapannya tajam.

"Bagaimana mau cukup, kalau kamu sering makan diluar!" ujar Arif sembari menunjuk wajah Yana.

"Kamu tau, kan? Aku kerja jauh. Demi menafkahi kamu sama Dila. Tapi kamu malah enak-enakan makan diluar." Arif menggemelutuk giginya. Menatap tajam ke arah Yana, Arif merasa kesal karena Bu Nani bercerita kalau Yana suka membawa Dila makan di warung.

"Mas, aku membawa Dila makan kewarung waktu itu, karena Dila mau ayam goreng. Sementara aku belum belanja. Ibu tidak mengizinkan aku menggoreng ayam yang kamu beli." Yana bangkit dari duduknya dan membalas tatapan tajam Arif.

"Jangan menjelek-jelekkan ibuku, Ya!" Arif kembali menunjuk wajah Yana dengan telunjuknya.

"Tapi, Mas … aku nggak bohong," ucap Yana menatap ke arah Arif.

"Ibu sendiri yang cerita ke aku, kalau kamu tidak mau memasak ayam yang aku ungkep waktu itu. Kamu itu pemalas, makanya lebih suka makan di warung, ketimbang masak di rumah." Arif melipat kedua tangannya didada.

"Itu nggak benar, Mas … ibu memfitnah aku," ucap Yana menatap Arif dengan linangan air mata.

"Owh, jadi maksud kamu, ibuku itu pembohong? Tukang fitnah?" Arif mendekati Yana dan menarik rambutnya.

"Aww, sakit, Mas!" Yana meringis menahan tangis.

"Jangan pernah menuduh ibuku yang bukan-bukan. Aku lebih mengenal ibuku dari pada kamu, paham!" Arif melepas cengkraman tangannya di rambut yana, lalu pergi ke luar rumah dengan membawa sepeda motornya.

Yana bersimpuh menangis pilu. Tak pernah terpikirkan sedikitpun kalau pernikahannya dengan Arif, sang kekasih tercinta akan menderita seperti yang dirasakannya saat ini, bukan kebahagiaan seperti yang pernah dirasakannya diawal-awal pernikahan dahulu.

Yana memandang kepergian Arif dengan tatapan kosong. Pernikahan yang dilaluinya selama 3 tahun begitu membuatnya menderita. Yana tidak menyangka, Arif begitu temperamen. Percaya pada ucapan dan pengaduan-pengaduan dari para tetangga dan ibunya.

Yana membuka laci meja rias. Memandang Poto pernikahannya.

Flashback on

ELYANA NABITUL IZZA

Yana bersorak gembira bersama teman-temannya karena hari ini mereka telah lulus Sekolah Menengah Atas.

Yana adalah seorang siswa yang selalu menjadi juara umum di sekolahnya. Walaupun wajahnya tidak cantik, tapi teman-teman begitu banyak yang mengincar Yana. Karena ingin bisa belajar dan pintar seperti Yana. 

Yana bukanlah berlatar belakang orang berada. Bapaknya, Pak Bejo, hanya seorang petani dan tinggal di desa.

Yana sekolah tinggal di kost-kosan kecil dengan harga yang murah.

"Assalamualaikum." Yana mengucap salam.

"Waalaikumsalam," jawab kedua orang tua Yana bersamaan.

"Gimana nduk, kamu lulus?" tanya Ibunya pada Yana.

"Alhamdulillah, Bu. Aku lulus. Masih dengan nilai yang bagus juga." Jawab Yana dengan wajah berbinar.

"Alhamdulillah, berkat do'a Ibu dan Bapak, lho nduk." Ujar ibunya lagi.

"Bu, Pak. Yana boleh kuliah, kan?" tanya Yana dengan hati-hati kepada kedua orang tuanya.

"Mau kuliah pakai apa? Wong mau namatin kamu SMU aja bapak ngos-ngosan." Jawab Bapak Yana

"Tapi, Pak … Yana kan dapat beasiswa siswa berprestasi." Yana menatap bapaknya dengan wajah memelas.

"Beasiswa itu cuma untuk biaya semestermu, lalu uang jajan, uang bensin, mau dapat dari mana?" Bapaknya berdiri dan bersidekap dada.

"Yana bisa sambil kerja, Pak. Yana pengen kuliah." Yana tidak dapat menahan kesedihannya. Air matanya lolos dari pelupuk matanya.

"Hallah, kuliah tinggi-tinggi, ujung-ujungnya juga kamu jadi babu suamimu. Gak usah mimpi!" ujar Bapaknya berlalu meninggalkan Yana dan ibunya.

"Wes, Nduk, Ndak usah banyak kemauan. Dah, istirahat sana!" Ibunya pun berlalu meninggalkan Yana.

**********

2 bulan telah berlalu. Yana mengubur impiannya untuk menjadi guru, orang tuanya melarang keras Yana untuk kuliah.

Yana hanya pasrah, karena tidak berani melawan kedua orang tuanya.

Pagi itu, Yana mengantar adik bungsunya ke sekolah. Di perjalanan, Yana bertemu dengan Mbak Asri, Kepala Taman Kanak-kanak. 

"Eh, Yana. Udah tamat SMU, ya? Kuliah di mana?" Tanya Mbak Asri kepada Yana 

"Iya, Mbak. Tapi nggak kuliah." jawab Yana malu-malu.

"Lho, kenapa nggak kuliah? Setau mbak, kamu orangnya pintar dan cerdas." Mbak Asri menatap Yana dengan penuh tanya.

"Gak ada uang buat kuliah, Mbak." Yana berbicara sambil menundukkan kepalanya. Yana malu bukan karena benar-benar tidak ada uang untuk kuliah. Karena sebenarnya orang tua Yana termasuk orang berada. Karena memiliki banyak kebun sawit dan karet yang hasil panennya melimpah. Tapi bapaknya selalu berkata, bahwa mereka orang tidak mampu.

"Kamu mau, nggak, ngajar di sekolah Mbak? Tapi ya, syaratnya harus sambil kuliah. Tapi kan, kamu kuliah nggak mengusik uang orang tuamu. Kamu kuliah pake uang gajimu sendiri." Mbak Asri tersenyum manis kepada Yana.

"Maksudnya gimana, Mbak?" tanya Yana bingung.

"Kamu ngajar di sekolah Mbak, nanti dapat gaji, nah uangnya kamu pake buat kuliah. Kamu kuliah di Universitas Terbuka aja. Supaya gak ganggu waktu ngajar." Mbak Asri tersenyum dan menepuk pundak Yana

"Nanti, aku bicarakan sama Bapak dulu, Mbak," jawab Yana tersenyum.

"Mbak tunggu kabarnya, ya!" ujar Mbak Asri. Lalu pamit berangkat ke sekolahnya.

Setiba di rumahnya. Yana menceritakan yang dibucarakannya bersama Asri kepada bapaknya.

"Jadi, maksudmu, kamu mau ngajar ikut Si Asri itu?" Hardik Bapaknya.

"Iya, Pak!" jawab Yana mantap.

"Bapak nggak setuju. Kamu tau sendiri, kan. Bapak paling nggak suka sama Si Asri itu. Orangnya sok pintar, sok baik, sok segalanya. Bahkan semua jabatan dia ambil. Udah jadi Kadus, kok masih juga mendirikan sekolah dan jadi kepala sekolah," ujar Pak Bejo panjang lebar.

"Pak, Mbak Asri itu orang baik, dia memang merangkap semua jabatan. Tapi itu karena memang kemampuan dia." Yana berdiri, menatap Bapaknya dengan kesal.

"Tuh … tuh … kamu baru sehari ketemu dia aja, udah berani melawan bapak. Apalagi kalau sampai setiap hari? Bisa-bisa bapak kamu bunuh!" Pak Bejo menunjuk muka Yana dengan wajah yang memerah.

"Mbak Asri nggak seperti yang bapak pikir!" ucap Yana seraya beranjak pergi dari hadapan Bapaknya.

Yana mengusap air matanya. Lalu mengambil ponsel dari saku celananya, dan mengirim pesan via aplikasi hijau kepada Asri.

[Assalamualaikum, Mbak. Maaf, saya tidak bisa memenuhi ajakan Mbak untuk ngajar di sekolah Mbak.]

[Waalaikumsalam, kalau Mbak boleh tau, alasannya apa, Yana?]

[Bapak nggak ngizinin aku, Mbak]

[Owh, iya, Mbak mengerti. Gak apa-apa. Semoga Yana segera mendapat pekerjaan yang lebih baik]

[Aamiin … makasih Mbak]

[Sama-sama]

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
udah tau suami koq begitu masih tetap bertahan. betah banget disakiti dan dimaki. apa telingamu telinga kuali dan hati mu g berfungsi
goodnovel comment avatar
Fransisko Vitalis
sering terjadi isteri atau suami lebih peecaya orangtuanya dari pada paaangan hiidupnya
goodnovel comment avatar
Diajheng Widia
ini bapakmu ternyata punya penyakit hati yan.. iri dengki syirik dan merasa kekurangan trs
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Silakan Nikahi Saja Ibumu, Mas!   Cinta yang abadi

    Bab 158*****Burhan segera menyalami Fikri dan menceritakan kepada Yana tentang keadaan Bu Wongso yang saat ini tengah sakit dan dirawat oleh warga."Mas mohon kepadamu untuk bersedia menemui Bu Wongso. Kasihan dia," ujar Burhan dengan penuh penekanan.Yana menoleh kearah Fikri untuk meminta persetujuan. Laki-laki Itu tampak berpikir sejenak lalu membuka percakapan."Abang izinkan kamu untuk berangkat ke Pati dengan syarat Abang, ibu, dan Dila ikut menemani kamu ke sana," sahut Fikri.Yana tersenyum dan mengucapkan terima kasih kepada Fikri. Mereka pun segera berkemas karena hari itu kebetulan Fikri sedang libur dinas selama dua hari.Sesampai di Pati Yana terkejut melihat keadaan Bu Wongso yang kurus kering tinggal tulang. Perempuan yang dulu bermata tajam dan selalu menyakiti hatinya saat ini menatapnya dengan sendu dan penuh dengan uraian air mata.Yana meraih tangan Bu Wongso lalu menciumnya dengan takzim. Tidak ada kebencian di hati Yana terhadap mantan mertuanya itu. Yana masih

  • Silakan Nikahi Saja Ibumu, Mas!   Kebahagiaan yang sempurna

    Bab 157*****Bu Lidya pun menyodorkan video yang berada di dalam ponsel Yana ke hadapan Bu Linda. Mata Bu Linda membulat sempurna melihat video perbuatannya berada di dalam ponsel milik Yana."Maaf Bu Linda, saya tidak bisa membiarkan Anda menghancurkan reputasi saya. Jadi saya harus melakukan ini." Yana mengambil ponsel yang berada di hadapan Bu Linda dan segera memasukkannya ke dalam saku blazer nya.Akhirnya dengan penuh malu Bu Linda membereskan semua perangkat pengajarnya dan meninggalkan sekolah elit tersebut.Para majelis Guru yang melihat kejadian itu terheran-heran karena seharusnya Yana yang dipecat bukan Bu Indah.Bu Lidya selaku kepala sekolah segera menjelaskan kepada majelis Guru tentang kebenaran dari peristiwa pencurian tersebut."Wah Bu Yana hebat, ya, punya kamera tersembunyi," puji Bu Maya kepada Yana seluruh.Majelis Guru pun sependapat kalau Yana adalah perempuan yang cerdas.Yana mengulum senyum. Semua berkat bantuan Cinta karena Cinta yang telah meminjamkan kam

  • Silakan Nikahi Saja Ibumu, Mas!   Bahagia sesungguhnya

    Bab 156Kebahagiaan yang sempurna*******Pagi itu sekolah dihebohkan dengan siswa yang kehilangan sebuah jam tangan mahal. Jam tangan pintar seharga lima juta itu lenyap di dalam tas siswa yang bernama Nico. Bocah berumur enam tahun tersebut meletakkan jam tangan pintarnya di dalam tas ketika dia hendak mencuci tangan di wastafel. Wali kelas yang mengajar saat itu adalah Yana dan Bu Linda."Saya yakin banget, Bu, pasti Yana yang telah mengambil jam tangan milik Nico. Secara, kan, Bu Yana baru kali ini melihat jam tangan pintar yang keren seperti milik Nico." Bu Linda menemui kepala Sekolah di ruangannyaBu Lidya selaku kepala sekolah terdiam sesaat. Perempuan berhijab lebar tersebut tidak yakin kalau Yana yang mengambil jam tangan pintar milik Nico. Yana memang berasal dari desa. Namun saat ini Yana berstatus istri seorang dokter terkenal. Tidak mungkin jika dia mengambil jam tangan pintar milik Nico.Linda pun menyarankan kepada kepala sekolah untuk menggeledah tas Yana agar mendapa

  • Silakan Nikahi Saja Ibumu, Mas!   Reka diusir dari rumah Fikri

    Bab 155*****Yana yang melihat Fikri tetap bergeming, memutuskan untuk keluar dari kamar"Loh, Kamu kemana, Yan?" tanya Fikri melihat Yana membawa sebuah bantal keluar kamar."Kalau abang mau Reka juga tidur di sini. Lebih baik Yana keluar dari kamar dan tidur di kamar Dila. Terserah Abang mau ngapain. Mau balikan sama Reka juga nggak apa-apa," sahut Yana dengan wajah sinis."Yan, Tunggu dulu." Fikri menahan pergerakan Yana lalu menoleh kearah Reka yang sedang menenangkan bayinya."Sekarang kamu lihat, kan. Farhan itu tidak merasa nyaman berada di dekatku. Lalu untuk apa kalian tinggal disini? Bukankah lebih baik kalian pergi dari rumah ini karena tidak ada untungnya keberadaan kalian di rumah ini," ujar Fikri menoleh mereka dengan tajam.Reka yang mendengar perkataan Fikri tercekat. Dia tidak menyangka kalau Fikri mengambil kesimpulan seperti itu."Farhan tidak nyaman tidur dengan abang di sini karena kehadiran Yana, Bang. Kalau abang tidurnya sama Aku, Farhan pasti merasa nyaman,"

  • Silakan Nikahi Saja Ibumu, Mas!   Reka diusir

    Bab 154Reka diusir dari rumah Fikri*******Matahari bersinar dengan cerah, sisa-sisa embun masih terasa menyejukkan kulit. Yana membuka tirai jendela lalu menatap jalan raya di bawah sana. Beberapa kendaraan sudah berlalu lalang melintasi perumahan elit tersebut. Ada juga beberapa orang lansia yang sedang berjalan-jalan pagi untuk menjaga kesehatannya.Yana menarik nafas berat, dia belum bisa melupakan perlakuan Bu Wongso kepada dirinya. Perempuan yang dulu sangat dihormatinya itu tidak pernah melupakan Yana sebagai orang yang paling dibencinya. Yana pikir setelah kematian Arif, dan pernikahannya dengan Fikri, Bu Wongso tidak akan lagi mengganggu kehidupannya, tapi ternyata Yana salah. Bu Wongso masih terus meneror bahkan mendatangi kediaman Fikri untuk menuntut harta yang sudah diberikan Arif kepada Dila.Fikri berdiri di belakang Yana, menatap sosok yang sudah beberapa bulan menjadi istrinya. Laki-laki bertubuh tegap itu seakan menyadari kalau istrinya sedang dilema. Fikri membiar

  • Silakan Nikahi Saja Ibumu, Mas!   Menolong Bu Wongso

    Bab 153*******"Bu Wongso disiksa oleh Bik Yem dan Bik Yem mengambil semua barang Bu Wongso?" ujar Burhan ketika warga tersebut menjemputnya."Benar Mas Burhan, kondisi Bu Wongso saat ini sangat memprihatinkan. Dia kami bawa ke rumah sakit. Bu Wongso meminta kami untuk menjemput Mas Burhan. Kami tidak tahu tujuannya apa tapi sepertinya sangat penting." warga tersebut menyahut.Tanpa banyak bicara, Burhan segera bersiap untuk menemui Bu Wongso di rumah sakit.Mendiang Arif adalah sahabat terbaiknya. Burhan tidak ingin Bu Wongso menderita setelah kepergian Arif karena biar bagaimanapun, Bu Wongso pernah begitu baik kepada dirinya semasa Burhan dan Arif bersahabat dengan baik.Sesampai di rumah sakit, Burhan menangis melihat keadaan Bu Wongso.Perempuan yang dahulu berbadan gemuk itu saat ini kurus kering tinggal tulang. Kondisinya sangat memprihatinkan."Maafkan Burhan, Bu. Maaf karena Burhan telah salah dalam mempercayai orang untuk merawat ibu," ujar Burhan mencium tangan Bu Wongso.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status