Mas sangat mencintaimu, Yana, tapi Mas tidak bisa memprioritaskan kamu ketimbang ibu karena ibu sudah banyak berjuang membesarkan dan memberi Mas pendidik yang baik. Mas mohon untuk mengerti posisi Mas saat ini. Berdamailah dengan ibu. Mas mohon kamu bersedia mengerti kemauan ibu (Arif) Aku tidak sanggup terus-menerus mendapat tekanan dari ibu mertua. Aku sudah berusaha menjadi menantu yang baik, tapi Ibu tetap tidak mau menerima kehadiranku dan mencintai putri kami. Aku mengalah, aku pergi bukan karena aku tidak mencintaimu, tapi karena aku juga ingin berbahagia. (Yana) Sampai kapanpun, kamu tidak akan pernah bisa menguasai harta dan perhatian Arif karena selamanya Arif adalah milikku. Jika Arif memilihmu dan tidak memprioritaskan aku, maka aku akan meminta dia untuk mengembalikan air susu yang mengalir di dalam tubuhnyanya. (Bu Wongso)
Lihat lebih banyakSuamiku milik ibunya.
"Yana! Yana!" Seorang perempuan paruh baya berteriak memanggil nama Yana. Perempuan tersebut adalah Bu Wongso, mertua Yana.
"Iya, Bu ..." Yana mendekati mertuanya.
"Kamu punya kuping, nggak sih! Kamu nggak dengar saya teriak-teriak?" Bu Wongso berkacak pinggang dengan tatapan sinis.
"Maaf, Bu … saya mengantar Mas Arif kedepan gang, Dila pengen lihat ayahnya berangkat kerja," ucap Yana sambil menundukkan kepala.
"Hallah, alasan saja kamu itu. Bilang saja, kamu gak mau saya suruh masak, kan?" Bu Wongso mengibaskan tangannya.
"Sekarang, kamu masak! Saya lapar. Jangan mentang-mentang kemaren ada Arif, kamu bisa jalan-jalan, ya …" lanjut Bu Wongso lagi.
"Baik, Bu …" Yana masuk kedalam rumah dan menurunkan Dila dari gendongannya.
Bocah berumur 2 tahun itu sempat merengek, meminta gendong pada ibunya. namun, Yana membujuknya dengan lembut, sehingga Dila akhirnya duduk didepan televisi menonton kartun kesukaannya.
Yana meracik bumbu dapur dan mulai memasak. Masakan Yana memang enak, karena dulu sebelum menikah dengan Arif, Yana pernah bekerja di sebuah restoran ternama di kota Jambi.
"Yana! Koq lama banget sih masaknya!" Bu Wongso kedapur melihat pekerjaan Yana.
"Ini sudah hampir siap, Bu ..." ujar Yana seraya memindahkan masakannya kedalam mangkok dan piring.
Bu Wongso duduk bersilang kaki di meja makan sambil terus mengomel dan memaki Yana.
"Masakannya sudah matang, Bu ..." Yana menyendokkan nasi kedalam piring dan menambahkan lauk pauknya. Lalu menyodorkannya kehadapan Bu Wongso.
"Ya sudah! sana, cuci peralatan masaknya. Saya gak mau ada perabotan yang kotor, sedikitpun," ujar Bu Wongso.
Yana membawa perabotan memasak ke wastapel, dan mencuci semuanya sampai bersih.
"Ma … au mamam …." Dila berjalan menemui Yana didapur.
"Sebentar ya, Sayang! Mama goreng ayamnya dulu." Yana membuka kulkas dan mengambil ayam yang telah dibumbui nya kemaren.
"Eh eh eh, siapa yang kasih kamu izin, ngambil ayam dalam kulkas. Hahh?" Bu Wongso melotot menatap tajam kepada Yana.
"Saya meminta Mas Arif untuk membeli ayam, Bu … kemaren mas Arif ungkep ayamnya pake bumbu, supaya kalau Dila mau makan, tinggal goreng saja." Yana membawa kotak berisi ayam ungkep tersebut untuk dimasak.
"Saya bilang, tidak boleh!" Bu Wongso mengambil kotak berisi ayam tersebut .
"Bu … Mas Arif membelinya untuk Dila, anak kami, cucu Ibu. Mengapa Ibu tidak boleh saya memasaknya?" Dada Yana naik turun menahan emosi.
"Kamu kan sudah dikasih uang sama Arif, sana, kamu beli aja lagi!" Bu Wongso memasukkan kembali kotak tersebut kedalam kulkas.
"Tapi, Bu … bukankah gaji Mas Arif lebih banyak diberikan kepada Ibu?" Yana menatap mertuanya sejenak, lalu kembali menundukkan kepala.
"Anak laki-laki itu hak ibunya, kamu itu cuma orang asing! Kalau kamu mau makan enak, kamu kerja, lah …." Ujar Bu Wongso, sorot matanya sangat tajam.
"Kalau saya kerja, siapa yang akan jaga Dila, Bu?" Yana merangkul putrinya yang mulai terisak.
"Ma … lapay …" Dila mulai merengek dan menangis kencang.
"Berisik! Bawa anakmu keluar, sana!" Bu Wongso menunjuk muka Yana dengan berang.
Yana menggendong Dila ke kamar, mengambil uang yang diberikan Arif, lalu melangkah ke luar rumah.
Yana membawa Dila menuju warung nasi di dekat rumah mertuanya.
"Mbak, nasi sama lauk ayam gorengnya satu, ya …" ucap Yana kepada pemilik warung.
Pemilik warung mengangguk, dan memberikan sepiring nasi dengan lauk ayam goreng kepada Yana.
Yana menyuapi putrinya yang tampak kelaparan.
"Eh, ada Dila … enak ya, makan di warung. Pantes aja, kata Bu Wongso, uang yang dikasih Arif gak pernah cukup." Bu Nani, tetangga mertua Yana menghampiri.
"Jadi orang itu, mbok yo jangan boros. Suami kerja jauh, kamu malah boros. Pantesan aja mertuamu suka ngomel," ucap Bu Nani lagi, membuat dada Yana terasa panas.
Ingin sekali Yana menyangkal semua ucapan Bu Nani. Namun, diurungkannya. Karena Yana tidak ingin kejadian dulu terulang lagi.
Pernah, Yana membantah omongan tetangga, tentang tuduhan mertuanya. Namun yang terjadi, para tetangga melaporkan hal tersebut kepada Arif. Sehingga Yana habis-habisan dimarahi oleh Arif. Berbuntut pertengkaran dan Yana tentu saja disudutkan. Menurut Arif, Yana tidak perlu menanggapi omongan tetangga. Ataupun menanggapi omongan ibunya.
Yana menggendong Dila pulang, setelah Dila menghabiskan makannya. Sesampai dirumah, Yana melihat Bu Wongso menerima tamu. Mungkin temannya.
"Ini siapa jeng?" Tamu tersebut bertanya dengan memandang penampilan Yana dari kaki sampai kepala.
"Istrinya Arif, kamu liat sendiri, kan … penampilannya kucel begitu. Makanya saya gak pernah mengajak dia ikut acara keluarga!" Bu Wongso mencebikkan bibirnya.
Yana tidak ingin dihina oleh tamu mertuanya. Yana memutuskan masuk kamar, dan menidurkan Dila.
Yana membuka akun sosial medianya. Yana hanya punya akun sosial berwarna biru, itu pun Yana pakai dengan mode Ungu. Karena Yana harus berfikir seribu kali jika menggunakan uangnya untuk membeli Kuota.
Ponsel yana bergetar. Chat dari salah seorang teman Yana ketika sekolah Menengah Atas.
[Yan, kamu sekarang punya kesibukan apa?] Akun sella mengirimi Yana messenger.
[Gak ada, Sel … aku gak bisa ninggalin Dila buat kerja.] Jawab Yana
[Eh, kamu mau gak ikut aku bisnis?]
[ Bisnis apa, Sel?]
[Bisnis produk kesehatan dan kecantikan. Lagi booming lho. Kamu gak perlu nyiapin modal, cukup posting-posting aja.]
[Masa sih, Sel?]
[Iya lah … kamu hanya posting, trus kalau ada yang pesan, kamu list ke aku. Aku yang kirim. Nah … nanti, dari sana kamu dapat komisi. Gak banyak sih, tapi kalau kamu rajin posting dan banyak costumer, komisi kamu banyak juga, lho …]
[Caranya gimana, Sel?]
Chat mereka pun terus berlanjut di messenger, sampai yana sepakat untuk menjadi reseller produk tersebut.
Sella membelikan Yana kuota internet ukuran kecil, hanya untuk posting produk yang di jualnya di sosmed berwarna biru dan hijau.
[Kalau pake mode Ungu, kamu emang bisa posting gambar sih, Yan … tapi ntar kalau ada yang nanya, kamu pasti bingung itu gambar apa?] Ledek Sella.
Yana mulai mempromosikan Produk tersebut di akun sosial medianya.
*********
Yana tidak menyangka, produk yang ditawarkannya memang sedang membooming. Banyak sekali ibu-ibu bahkan remaja yang membeli produk tersebut melalui Yana.
Bahkan, teman-teman Yana di jambi pun banyak yang membeli produk tersebut.
Yana tidak pernah lagi mengeluh masalah keuangan. Yana menabung hasil komisi penjualannya tersebut. Yana takut, jika suatu saat terjadi padanya, Yana tidak bisa berbuat apa-apa jika tidak mempunyai tabungan.
************
"Dek, uang jatah kamu mas kurangi, ya!" Arif memberikan beberapa lembar uang berwarna merah kepada Yana.
Yana menerima uang tersebut, jumlahnya hanya sepuluh lembar.
"Mas, apa ini gak salah?" Yana menatap Arif dengan tatapan kecewa.
"Kenapa?" tanya Arif
"Ini gak cukup, Mas …." Yana meletakkan lembaran uang tersebut diatas tempat meja.
"Tapi, kamu sekarang punya penghasilan sendiri juga, kan?" ujar Arif.
Yana terperangah, tidak ada yang tau tentang komisi yang didapatnya. Lalu, bagaimana Arif bisa tau.
Bab 158*****Burhan segera menyalami Fikri dan menceritakan kepada Yana tentang keadaan Bu Wongso yang saat ini tengah sakit dan dirawat oleh warga."Mas mohon kepadamu untuk bersedia menemui Bu Wongso. Kasihan dia," ujar Burhan dengan penuh penekanan.Yana menoleh kearah Fikri untuk meminta persetujuan. Laki-laki Itu tampak berpikir sejenak lalu membuka percakapan."Abang izinkan kamu untuk berangkat ke Pati dengan syarat Abang, ibu, dan Dila ikut menemani kamu ke sana," sahut Fikri.Yana tersenyum dan mengucapkan terima kasih kepada Fikri. Mereka pun segera berkemas karena hari itu kebetulan Fikri sedang libur dinas selama dua hari.Sesampai di Pati Yana terkejut melihat keadaan Bu Wongso yang kurus kering tinggal tulang. Perempuan yang dulu bermata tajam dan selalu menyakiti hatinya saat ini menatapnya dengan sendu dan penuh dengan uraian air mata.Yana meraih tangan Bu Wongso lalu menciumnya dengan takzim. Tidak ada kebencian di hati Yana terhadap mantan mertuanya itu. Yana masih
Bab 157*****Bu Lidya pun menyodorkan video yang berada di dalam ponsel Yana ke hadapan Bu Linda. Mata Bu Linda membulat sempurna melihat video perbuatannya berada di dalam ponsel milik Yana."Maaf Bu Linda, saya tidak bisa membiarkan Anda menghancurkan reputasi saya. Jadi saya harus melakukan ini." Yana mengambil ponsel yang berada di hadapan Bu Linda dan segera memasukkannya ke dalam saku blazer nya.Akhirnya dengan penuh malu Bu Linda membereskan semua perangkat pengajarnya dan meninggalkan sekolah elit tersebut.Para majelis Guru yang melihat kejadian itu terheran-heran karena seharusnya Yana yang dipecat bukan Bu Indah.Bu Lidya selaku kepala sekolah segera menjelaskan kepada majelis Guru tentang kebenaran dari peristiwa pencurian tersebut."Wah Bu Yana hebat, ya, punya kamera tersembunyi," puji Bu Maya kepada Yana seluruh.Majelis Guru pun sependapat kalau Yana adalah perempuan yang cerdas.Yana mengulum senyum. Semua berkat bantuan Cinta karena Cinta yang telah meminjamkan kam
Bab 156Kebahagiaan yang sempurna*******Pagi itu sekolah dihebohkan dengan siswa yang kehilangan sebuah jam tangan mahal. Jam tangan pintar seharga lima juta itu lenyap di dalam tas siswa yang bernama Nico. Bocah berumur enam tahun tersebut meletakkan jam tangan pintarnya di dalam tas ketika dia hendak mencuci tangan di wastafel. Wali kelas yang mengajar saat itu adalah Yana dan Bu Linda."Saya yakin banget, Bu, pasti Yana yang telah mengambil jam tangan milik Nico. Secara, kan, Bu Yana baru kali ini melihat jam tangan pintar yang keren seperti milik Nico." Bu Linda menemui kepala Sekolah di ruangannyaBu Lidya selaku kepala sekolah terdiam sesaat. Perempuan berhijab lebar tersebut tidak yakin kalau Yana yang mengambil jam tangan pintar milik Nico. Yana memang berasal dari desa. Namun saat ini Yana berstatus istri seorang dokter terkenal. Tidak mungkin jika dia mengambil jam tangan pintar milik Nico.Linda pun menyarankan kepada kepala sekolah untuk menggeledah tas Yana agar mendapa
Bab 155*****Yana yang melihat Fikri tetap bergeming, memutuskan untuk keluar dari kamar"Loh, Kamu kemana, Yan?" tanya Fikri melihat Yana membawa sebuah bantal keluar kamar."Kalau abang mau Reka juga tidur di sini. Lebih baik Yana keluar dari kamar dan tidur di kamar Dila. Terserah Abang mau ngapain. Mau balikan sama Reka juga nggak apa-apa," sahut Yana dengan wajah sinis."Yan, Tunggu dulu." Fikri menahan pergerakan Yana lalu menoleh kearah Reka yang sedang menenangkan bayinya."Sekarang kamu lihat, kan. Farhan itu tidak merasa nyaman berada di dekatku. Lalu untuk apa kalian tinggal disini? Bukankah lebih baik kalian pergi dari rumah ini karena tidak ada untungnya keberadaan kalian di rumah ini," ujar Fikri menoleh mereka dengan tajam.Reka yang mendengar perkataan Fikri tercekat. Dia tidak menyangka kalau Fikri mengambil kesimpulan seperti itu."Farhan tidak nyaman tidur dengan abang di sini karena kehadiran Yana, Bang. Kalau abang tidurnya sama Aku, Farhan pasti merasa nyaman,"
Bab 154Reka diusir dari rumah Fikri*******Matahari bersinar dengan cerah, sisa-sisa embun masih terasa menyejukkan kulit. Yana membuka tirai jendela lalu menatap jalan raya di bawah sana. Beberapa kendaraan sudah berlalu lalang melintasi perumahan elit tersebut. Ada juga beberapa orang lansia yang sedang berjalan-jalan pagi untuk menjaga kesehatannya.Yana menarik nafas berat, dia belum bisa melupakan perlakuan Bu Wongso kepada dirinya. Perempuan yang dulu sangat dihormatinya itu tidak pernah melupakan Yana sebagai orang yang paling dibencinya. Yana pikir setelah kematian Arif, dan pernikahannya dengan Fikri, Bu Wongso tidak akan lagi mengganggu kehidupannya, tapi ternyata Yana salah. Bu Wongso masih terus meneror bahkan mendatangi kediaman Fikri untuk menuntut harta yang sudah diberikan Arif kepada Dila.Fikri berdiri di belakang Yana, menatap sosok yang sudah beberapa bulan menjadi istrinya. Laki-laki bertubuh tegap itu seakan menyadari kalau istrinya sedang dilema. Fikri membiar
Bab 153*******"Bu Wongso disiksa oleh Bik Yem dan Bik Yem mengambil semua barang Bu Wongso?" ujar Burhan ketika warga tersebut menjemputnya."Benar Mas Burhan, kondisi Bu Wongso saat ini sangat memprihatinkan. Dia kami bawa ke rumah sakit. Bu Wongso meminta kami untuk menjemput Mas Burhan. Kami tidak tahu tujuannya apa tapi sepertinya sangat penting." warga tersebut menyahut.Tanpa banyak bicara, Burhan segera bersiap untuk menemui Bu Wongso di rumah sakit.Mendiang Arif adalah sahabat terbaiknya. Burhan tidak ingin Bu Wongso menderita setelah kepergian Arif karena biar bagaimanapun, Bu Wongso pernah begitu baik kepada dirinya semasa Burhan dan Arif bersahabat dengan baik.Sesampai di rumah sakit, Burhan menangis melihat keadaan Bu Wongso.Perempuan yang dahulu berbadan gemuk itu saat ini kurus kering tinggal tulang. Kondisinya sangat memprihatinkan."Maafkan Burhan, Bu. Maaf karena Burhan telah salah dalam mempercayai orang untuk merawat ibu," ujar Burhan mencium tangan Bu Wongso.
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen