Share

Masa indah Yana

Semenjak tidak diizinkan kuliah dan mengajar oleh Bapaknya, Yana memilih bekerja sebagai pelayan restoran di sebuah rumah makan di kota Jambi. Yana hanya mampu bertahan selama 3 bulan. Karena terkadang, di restoran tersebut, Yana bukan hanya mengerjakan tugasnya, tapi juga pekerjaan lain kalau pengunjung sedang ramainya.

Akhirnya, Yana memutuskan untuk balik kampung, tinggal bersama mbahnya di tanah Jawa. Karena tinggal di desa bersama Bapak dan ibunya, Yana juga tidak betah. Entah mengapa, bapaknya suka menjelek-jelekkan orang-orang yang Yana kagumi di desa. Menurut Bapaknya, orang-orang itu cuma sok, sok baik dan sok segalanya.

Hari itu, Yana membulatkan tekadnya untuk kembali ke tanah kelahirannya. Tanah Jawa.

"Kamu baik-baik di sana. Bantu mbahmu menggarap sawah. Paling tidak, kamu bantu masak." Pesan kedua orang tua Yana ketika melepas kepergian Yana kembali ke tanah Jawa.

"Nggeh, Pak … Buk!" Yana menyalami kedua orang tuanya.

Perjalanan menuju rumah Mbah Yana memakan waktu selama 3 hari 2 malam. 

Sesampai di halaman rumah Si Mbah, Yana disambut sosok dua orang yang sudah tua, namun masih terlihat segar.

"Cucuku, kamu sudah besar, Nduk." Si Mbah memeluk Yana dengan penuh kasih sayang.

"Mbah, Yana boleh tinggal di sini, kan?" tanya Yana menatap wajah keriput Mbahnya.

"Tentu, Sayang. Sejak dulu kamu memang Mbah suruh tinggal di sini, toh?" Si Mbah menuntun Yana masuk kedalam rumah.

Sehari-hari Yana membantu Mbahnya menjual sayur mayur dari kebun ke pasar. Yana merasa hidupnya jauh lebih baik berada di dekat si Mbah, dari pada bersama Bapaknya yang selalu melarang ini dan itu.

Suatu hari Yana yang sedang membawa sayur mayur ke pasar, dijambret kawanan pencopet. Yana berteriak meminta tolong, hingga seorang lelaki menolong Yana dan berkelahi hebat dengan pencopet tersebut.

Laki-laki itu berhasil menyelamatkan dompet Yana, walaupun badannya memar-memar dan luka-luka.

"Mas, kamu tidak apa-apa?" Yana membantu lelaki itu berdiri.

"Tidak apa-apa, Dek," ujar lelaki itu sembari berusaha berdiri sendiri.

Yana memapah lelaki tersebut, dan mengobati lukanya didepan sebuah warung.

"Makasih ya, Mas … sudah menolong saya," ujar Yana sambil membersihkan luka di lengan lelaki itu.

"Tidak perlu berterima kasih. Saya tidak bisa, melihat kejahatan ada di depan mata saya." Lelaki itu menatap lekat wajah Yana.

"Hmm, siapa namamu?" Lelaki itu bertanya dengan senyuman.

"Saya, Elyana Nabilatul Izza. Panggil saja Yana," jawab Yana tersipu malu.

"Nama yang bagus, perkenalkan, saya Arifin Pratama," ujar lelaki itu seraya mengulurkan tangannya.

Yana menerima ukuran tangan tersebut, dan mereka berjabat tangan.

"Makasih, Mas …."

"Arif, panggil saya Mas Arif, saja." 

Sejak saat itu. Yana dan Arif menjadi dekat, dan menjalin hubungan asmara. Hingga akhirnya Arif memutuskan untuk menikahi Yana.

"Apa mas nggak malu beristrikan aku, aku tidak cantik, dan juga tidak kaya." Tanya Yana saat Arif mengutarakan niatnya.

"Mas mencintaimu, mas tidak peduli bagaimana rupamu. Di mata mas, kamu cantik, sangat cantik." Arif membelai rambut Yana dengan lembut.

"Kalau memang mas mau melamarku, sebaiknya, mas melamar melalui bapak saja," ujar Yana.

"Tapi, bapakmu di Jambi, kan? Bagaimana mas mau minta izin?" Tanya Arif bingung.

"Nanti akan kubicarakan dengan bapak lewat telepon," ujar Yana tersenyum bahagia.

Yana merasa perempuan paling beruntung, menikah dengan Arif, lelaki yang memiliki wajah tampan dan berasal dari keluarga berada. Selain itu, Arif juga sudah memiliki pekerjaan yang mapan.

Arif bekerja di sebuah perusahaan sepatu. dan memiliki gaji yang tetap.

Flashback off

"Mama … mama … " 

Yana tersadar dari lamunannya ketika mendengar suara Dila. Yana mengambil Dila dan menggendongnya ke luar kamar.

"Papa … papa …" Dila merengek memanggil papanya.

Yana membawa Dila ke ruang keluarga, dan melihat ibu mertuanya sedang berselonjor kaki di depan televisi. 

"Bu, apa ibu melihat mas Arif?" tanya Yana pada mertuanya.

"Gak tau tuh, tadi pergi sambil ngomel-ngomel. Punya istri kok gak bisa nyenangin suami." Bu Wongso menatap Yana dengan sinis.

"Kamu itu, ya! Kalau Arif pulang itu, jangan biki dia kesal! Kayak gini jadinya, kan. Arif pergi. Nggak tau kemana!" ucap Bu Wongso melanjutkan omelannya.

Yana tidak menggubris omongan mertuanya, Yana lalu melangkahkan kakinya ke luar rumah. Yana harus mencari Arif, karena tangisan Dila semakin menjadi, mencari ayahnya.

Yana terus melangkahkan kakinya dengan Dila berada digendongannya, mencari Arif ke tempat biasa nongkrong bersama teman-temannya.

Sampai di Pos Ronda, Yana melihat Arif sedang asyik berbincang dengan teman-temannya.

"Rif, kamu itu betah banget, ya … punya istri kucel, jelek lagi!" seorang teman Arif, yang bernama Andi menepuk pundak Arif disertai anggukan temannya yang lain.

"Yah … mau gimana lagi? Yana itu istri aku, ibunya Dila, betah tidak betah, aku harus tetap bertahan bersama dia." sahut Arif santai.

"Zaman sekarang, anak yang kamu pikirin. Kalau kamu pisah sama Yana, kamu bisa ngurus hak asuh, kan? Andi kembali berbicara.

"Iya, tapi Dila itu masih kecil, mana bisa pisah sama ibunya!" sahut Arif mendelik ke arah Andi.

"Ya udah, kalau gitu biarin aja, Dila ikut sama Yana! Iya nggak, Bro?" Andi mengedarkan pandangan kepada teman-temannya yang lain, disertai anggukan oleh mereka.

"Nggak, Bro! Aku gak mau pisah sama Dila, aku sayang banget sama Dila. Lagipula, tidak ada salahnya, aku bertahan sampai Dila besar." Arif menatap ke arah Andi.

"Jadi, kamu mau terus bertahan pergi kemana-mana sendiri? Tiap ditanyain orang, bilangnya istrimu sibuklah, apalah?" Andi menganggkat satu alisnya.

Arif terdiam, mungkin membenarkan apa yang dikatakan oleh Andi. Sampai kapan dia harus bertahan dengan Yana yang menurutnya malu untuk diajak pergi ke acara penting kantor atau undangan temannya.

Dari kejauhan, Yana meneteskan air matanya. Dila yang tadi menangis, telah tertidur dalam gendongannya.

Yana mengusap air matanya, lalu menjauh meninggalkan tempat tersebut. Yana menahan air matanya agar tidak jatuh, disepanjang perjalanan pulang menuju rumah mertuanya.

Yana menuju kamarnya, namun ibu mertuanya memanggil dengan teriakan.

"Heh, Yana! Dari mana saja kamu? Enak saja pergi begitu lama, Ibu lapar! Sana, masak!" Bu Wongso berdiri dengan berkacak pinggang.

"Sebentar, Bu … Yana baringkan Dila di kamar dulu," ujar Yana berlalu membawa Dila ke kamarnya.

Yana membaringkan Dila di atas ranjang, ketika hendak melangkah ke dapur, Dila kembali merengek, sehingga Yana kembali berbaring dan menidurkan Dila.

Yana kembali larut dalam lamunannya. Ia teringat kembali pada kenangan sebelum menikah dengan Arif.

"Gimana? Bapakmu bilang apa?" tanya Arif dengan bersemangat, malam itu.

"Bapak yang akan ke sini, Mas. Keluargaku akan datang kesini 2 Minggu lagi. Tapi …" Yana tertunduk membisu

"Tapi apa?" Tanya Arif penasaran.

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Diajheng Widia
kok ada temen kok ngarepin temennya buat ninggalin anak istrinya temen macam apa itu.. kasih sianida aja sekalian tuh temen
goodnovel comment avatar
Uly Muliyani
ada jg yah tmn yg suka ngehina fisik istriX tmnX..bpk2 koq mulut perempuan...heh
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status