Share

Bab 2

Bab 2

"A-Amira, kok kamu ada di sini?" tanyanya dengan gugup dan juga heran.

"Kenapa, Mas, kamu kaget? Kok melihat aku seperti melihat hantu saja sih, Mas? Kamu pasti tidak menyangka bukan, kalau aku bisa memergoki kamu seperti ini? Kamu begitu kaget melihat kedatangan istrimu, tetapi kamu sangat bahagia, jika yang datang itu perempuan ini. Perempuan yang berkedok sahabat, tetapi ternyata ia seorang pelakor," sungutku.

Aku begitu emosi, saat melihat kenyataan ini. Kenyataan jika suamiku menghianatiku.

"Heh, Lisa, kalau kamu mau, jangan cuma menyuapi makan suamiku doang dong, sebab dia masih sehat. Tapi beri makan juga mertuaku, yang memang tidak bisa makan, jika tidak di suapi. Kamu mau tidak, Lisa, mengganti posisiku," tanyaku kepada pelakor itu, yang memang bernama Lisa.

Dek, sabar dong! Kamu jangan marah-marah dulu, coba kamu dengarkan dulu penjelasan, Mas," pinta Mas Romi.

"Sudahlah Mas, kamu nggak perlu lagi menjelaskan apa-apa kepadaku. Karena semuanya sudah jelas dan sudah terbukti, kalau kamu memang berselingkuh. Aku juga tidak akan mau mendengar ocehanmu, sebab mataku sudah dapat merangkum semua yang terjadi, antara kamu dan perempuan ini. Kamu masih ingat kan Mas, apa konsekuensinya jika kamu mencurangi aku? Mulai saat ini, silahkan kamu urus ibumu sendiri tanpa aku. Kamu juga bisa kok, memerintahkan selingkuhanmu untuk merawatnya," ungkapku.

Setelah berkata seperti itu, aku pun segera keluar dari ruangan Mas Romi, dengan membawa luka dan lara dihati ini.

"Amira, tunggu dong, Dek! Kamu jangan ngambek begitu, kita bicara dulu baik-baik! Kamu jangan petnah menyangkut pautkan urusan ini, dengan perawatan Ibu," pinta Mas Romi, yang ternyata mengekoriku, membuat aku langsung berbalik.

"Wow, enak betul bicara kamu ya, Mas. Kamu enak-enakan berselingkuh dengan si Lisa, sedangkan aku harus tetap mengurus Ibumu. Dimana otak kamu, Mas? Kamu punya hati nurani tidak, saat bicara seperti itu padaku? Mas, memangnya yang sakit itu Ibunya siapa? Itu Ibu kamu lho, Mas. Ibu yang telah melahirkan kamu dan juga adik-adikmu. Seharusnya kalian yang merawatnya, bukan aku. Tetapi kenapa malah aku, yang diminta bertanggung jawab untuk merawatnya? Aku bahkan dijadikan perawat gratisan, oleh kamu dan adik-adikmu. Kalau saja kamu setia, Mas. Aku pasti tidak akan mengungkit semua ini," ungkapku panjang lebar.

Aku benar-benar marah, aku tidak terima dengan penghianatan suamiku ini. Ternyata tenaga yang kukeluarkan untuk mengurus Ibunya itu sia-sia, sebab ia tidak menghargai pengorbananku selama ini.

"Mas, padahal biarin saja si Amira pergi. Blagu banget dia, sok-soan mengancam kamu. Aku mau lihat, apakah dia bisa hidup, tanpa uang dari kamu? Aku yakin, kalau dia itu hanya gertak sambal. Laganya saja yang sok banget, seperti dia bisa mencari uang sendiri saja. Biarin, Mas, biar dia kesusahan. Biar dia berusaha mencari uang sendiri, supaya dia juga bisa merasakan, bagaimana susahnya mencari uang." Lisa malah mengompori Mas Romi, supaya membiarkan aku pergi.

"Tidak bisa begitu dong, Lisa. Bagaimana dengan Ibu, jika seandainya Amira beneran pergi? Apa kamu mau menjadi pengganti Amira unruk merawat Ibuku?" tanya Mas Romi. meminta jawaban kepada Lisa.

"Ya nggak lah, Mas. Aku nggak mau, hanya diam di rumah merawat ibumu. Kamu kan tau sendiri, kalau aku nggak betah diam di rumah." Lisa langsung to the poin menolaknya.

Lisa ternyata mau enaknya saja, ia tidak mau merasakan susahnya menjadi istri Mas Romi, yang harus merawat mertua yang sedang sakit. Padahal dia itu sekarang sedang berhubungan dengan Mas Romi, seharusnya ia juga mau dong ya, merawat Bu Rahma mertuaku.

"Nah makanya, Lisa. Kamu itu jangan malah menyuruh Amira pergi dari kehidupan, Mas. Karena tidak ada yang bisa merawat Ibu, setelaten Amira. Jangankan kamu, kami anaknya saja tidak mampu," terang Mas Romi.

"Ya sudah, Mas, kalau begitu kita sewa perawat saja. Mereka pasti bisa kok untuk merawat Ibu, dengan telaten seperti si Amira," saran Lisa.

"Ah kamu ini, Lisa. Bukannya memberi ide cemerlang, malah membuat aku bertambah pusing saja. Kamu menyarankan seperti itu, apa kamu yang mau menanggung biaya setiap bulannya untuk menyewa perawat? tanya Mas Romi.

Dari perkataannya saja sudah jelas, jika Mas Romi tidak mau terbebani, dengan biaya perawatan Ibunya. Dia hanya memanfaatkan tenagaku, yang gratisan untuk merawat Ibunya. Tapi dia sendiri tidak menghargai pengorbananku tersebut.

"Ternyata benar ya, Mas, apa yang aku katakan? Kalau kamu itu, hanya memanfaatkan kebaikan aku. Kamu tidak perlu berkelit lagi sekarang, sebab barusan kamu yang bilang sendiri. Jadi sekarang tidak ada yang perlu aku pertahankan lagi, silahkan kamu urus Ibumu sendiri," gertakku.

"Nggak, Mira, kamu nggak bisa seperti itu. Kamu jangan pernah pergi, meninggalkan Mas dan juga Ibu," pintanya lagi

Aku tidak mau mendengar, apa pun yang diucapkan oleh suamiku tersebut. Aku buru-buru pergi dari kantor Mas Romi, dengan derai air mata. Aku tidak peduli dengan karyawan suamiku, yang saling melirik dan juga berbisik.

Aku berjalan dengan sedikit berlari, supaya aku segera sampai ketempat parkir. Aku juga tidak menjawab, saat ada karyawan yang menyapaku. Aku merasa terdzolimi saat ini, sebab semua karyawan suamiku menutupi kebusukan atasannya tersebut, termasuk security.

***

"Bu ... ibu, mau pergi ke mana? Kenapa Ibu membawa semua pakaian Ibu dan juga Den Azka?" tanya Mbak Asmi, saat aku membawa dua koper yang berukuran besar.

"Bi, maaf ya, aku tidak bisa menjelaskan apa-apa sama Bibi, sebab ini privasi," jawabku.

"Iya maaf, Bu," ujarnya.

Setelah itu, aku menyalami dan mencium pipi kiri dan kanan mertuaku. Karena jujur aku begitu menyayanginya, sebab selama Ibu mertuaku sehat. Dia begitu baik kepadaku, walau ipar-ipaku terkadang mendzolimiku.

Setelah itu, aku kembali menyeret koperku keluar rumah, sebab aku berniat ingin segera meninggalkan rumah Mas Romi. Namun, pada saat aku sampai ke teras depan, ternyata Mas Romi juga sudah ada di depan. Rupanya ia menyusulku pulang, serta Lisa pun ikut dengannya.

"Dek, Mas mohon kamu jangan pergi ya, Mas tidak mau kehilangan kamu. Jika kamu meminta Mas untuk memutuskan Lisa, Mas juga akan memutuskannya, Dek. Asal kamu jangan pergi dari Mas ya," pinta Mas Romi dengan memelas kepadaku.

"Lho, Mas, kok kamu ngomongnya begitu sih?" tanya Lisa tidak suka.

"Terus aku mesti ngomong apa, Lisa? Kamu saja tidak mau mengurusi ibuku, masa iya sih aku madih mau mempertahankan perempuan seperti kamu? Sedangkan isteriku yang sudah rela berkorban buat keluargaku, aku harus lepas begitu saja. Enak saja kamu, Lisa," ujar Mas Romi.

Bersambung ...

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Putri Leo
Tinggalkan aza laki2 tkng selingkuh
goodnovel comment avatar
Yati Syahira
btul jangan mau rlma tinggalkan laki "pengkhianat otak selangkangan
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status