Share

Bab 4

Author: empat2887
last update Last Updated: 2022-12-03 08:33:22

Bab 4

"Ya sudah, Bi, silakan lanjutkan memasaknya. Aku akan ke kamar dulu ya,"

"Iya, Bu, silakan," sahut Bi Asmi.

Kemudian aku pun pergi dari dapur menuju kamarku. Setelah sampai ke kamar, aku pun segera mencari handphoneku. Aku ingin menelepon suamiku, sebenarnya dia sedang ada di mana?

Kalau saja, aku punya nomernya Mas Doni atau istrinya. Aku pasti akan langsung bertanya kepadanya. Tapi sayang sekali, aku tidak memiliki nomornya Mas Doni, atau istrinya tersebut.

"Mas, kamu ada di mana? Apa masih ada di rumahnya Mas Doni?" tanyaku.

"I-iya, Dek, kenapa memangnya?" tanya Mas Romi.

Ia berkata dengan berbisik, hampir saja aku tidak mendengarnya. Beruntung tadi sengaja aku loudspeaker, supaya bisa mendengar jelas suaranya. Ini juga mengantisipasi, kalau ada yang terdengar, yang sekiranya mencurigakan di seberang sana.

"Nggak kok, Mas. Aku cuma mau nanya aja," sahutku.

"Sayang, ini kopinya," ucap seorang perempuan.

Entah kepada siapa, dia mengatakan sayang. Tapi kalau memang benar Mas Romi di rumah Mas Doni, pastinya dia itu istrinya. Tapi jika ternyata Mas Romi di tempat lain, lalu perempuan itu siapa? Ah, semuanya ini, hanya membuat aku menjadi orang yang emosian saja.

"Mas, itu suara siapa?" tanyaku.

"I-itu, Dek, itu suara istrinya Doni." Mas Romi kembali menjawab dengan gugup.

Kegugupan Mas Romi, membuat aku semakin curiga saja kepadanya, apalagi dulu dia pernah membuat aku kecewa.

"Mas, lebih baik kamu berterus terang kepadaku, siapa sebenarnya perempuan itu? Kegugupanmu itu, membuat aku semakin curiga, kalau kamu itu sebenarnya tidak sedang berada di rumahnya Mas Doni. Kamu sedang ada di tempat lain bukan?" desakku, dengan nada meninggi.

"Nggak, Dek, Mas beneran di rumahnya Doni. Itu tadi suara istri Doni, memanggil suaminya," kelit Mas Romi.

Ia tetap mengaku, kalau dirinya saat ini sedang berada di rumahnya Mas Doni. Bahkan yang tadi memanggil sayang itu, adalah istrinya Mas Doni. Tapi aku merasa, kalau suamiku sedang berbohong. Sebab setiap kali ia menjawab ucapanku, ia selalu saja gugup.

"Ya sudah, kalau begitu coba berikan handphonenya kepada istrinya Mas Doni! Aku ingin bicara," pintaku.

"Maaf, Dek. Istrinya Doni sudah pergi, katanya ia ada acara arisan bersama teman-temannya." Mas Romi menjawabku.

Mas Romi masih berkelit, ia tetap mempunyai berbagai cara untuk menjawab ucapanku. Mas Romi ternyata sudah semakin pintar memainkan perannya. Aku sampai hampir kehilangan cara untuk mengetahui kebohongannya.

"Mas, kalau begitu kita vidio call saja ya. Aku kangen suasana rumahnya Mas Doni, sudah lama kamu nggak pernah lagi diajak main ke sana," pintaku.

"Nggak usah, Dek. Malu di sini sedang banyak rekan-rekannya, Doni. Pokoknya kamu percaya deh sama, Mas. Mas sedang ada di rumahnya Mas Doni," tolaknya.

Aku meminta kepada suamiku untuk melakukan vidio call, supaya ketahuan ia itu dirumah Mas Doni atau bukan. Tetapi Mas Romi malah menolak vidio call dariku, ia beralasan malu banyak rekannya Mas Doni. Tetapi menurutku seharusnya nggak masalah bukan? Justru ini bagus untuk menunjukan kepadaku, jika memang saat ini dia sedang jujur.

"Baik kalau seperti itu maumu, Mas. Aku saat ini juga pamit pergi, aku sudah tidak sanggup hidup denganmu. Penolakanmu tadi saat aku mengajak vidio call menunjukan, bahwa kamu saat ini sedang membohongiku. Kamu jangan mengira aku sebodoh itu ya, Mas. Karena kepercayaanku terhadapmu sudah terkikis, saat kamu ketahuan berselingkuh dengan Lisa. Kepercayaanku terhadapmu telah pupus, sebab kamu berani membohongiku. Silakan kamu atur hidupmu sendiri, urus Ibumu sebaik mungkin. Karena aku dan Azka, saat ini juga akan pergi dari rumah ini. Assalamualaikum," ucapku, sambil menutup panggilan telepon dengan Mas Romi.

"Ternyata sudah tidak ada gunanya lagi aku bertahan di rumah ini, sebab Mas Romi tidak dapat menepati janji. Maafkan aku, Bu. Aku bukannya tidak sayang padamu, tetapi karena anakmu yang terus-terusan menyakiti aku. Sehingga aku mengambil keputusan ini," lirihku, sambil mengemasi barang-barangku.

Beres mengemasi semua perlengkapanku, aku segera mengemasi perlengkapan Azka. Kemudian aku segera pergi ke kamar mertuaku, yang saat ini aku tinggal tertidur. Aku hanya mencium tangannya takzim, serta mencium pipi kiri dan kanannya.

"Maafkan aku, Bu. Bukannya aku tega sama Ibu, tetapi karena anak Ibu sendiri, yang membuat semua ini harus terjadi." Aku berkata lirih, sambil mengusap air mata, yang terus membasahi pipi.

Setelah itu aku pergi menemui Bi Asmi, aku mau menitipkan mertuaku kepadanya, sebelum Mas Romi datang.

"Bi, maaf ya, aku mau nitip Ibu sampai Mas Romi datang." Aku menitipkan Ibu mertuaku, kepada asisten rumah tanggaku, yang bernama Bi Asmi.

"Lho, memangnya Ibu mau kemana?" tanya Bi Asmi dengan raut muka heran.

Sudah pasti Bi Asmi heran, sebab aku tidak biasa menitipkan Ibu, jika tidak ada kepentingan.

"Aku mau pergi, Bi. Sepertinya aku sudah tidak bisa tinggal di rumah ini lagi. Maafkan aku ya, Bi. Jika selama ini aku ada salah kepada Bibi," ucapku.

"Lho ... kok Ibu mau pergi, memangnya kenapa, Bu? Ada masalah apa sampai Ibu mau pergi? Terus bagaimana dengan Bu Rahma? Siapa yang akan merawatnya?" tanya Bi Asmi lagi.

Bi Asmi memborong pertanyaan kepadaku, mungkin karena saking penasarannya, ia dengan apa yang terjadi kepadaku.

"Maaf, Bi, aku sudah tidak sanggup lagi untuk tinggal di rumah ini. Kalau soal Ibu, biar Mas Romi saja yang mengaturnya, siapa yang akan merawat dia nanti." Aku menjawab pertanyaan, secara garis besarnya saja.

"Oh iya, Bu," sahutku,

"Iya, Bi, seperti itu. Bi, maafkan aku ya. Jika selama aku tinggal di sini, aku punya banyak salah sama Bibi. Mohon dimaafkan ya, Bi. Maaf juga aku tidak bisa lama-lama lagi, Bi. permisi dulu ya, assalamualaikum," pamitku.

"Waalaikumsalam, Bu. Iya, Bu, pasti akan Bibi maafkan. Bibi juga minta maaf ya, Bu. Jika selama bekerja di sini, Bibi banyak salah. Karena sebagai manusia, kita tidak akan luput dari kesalahan, baik itu sengaja ataupun tidak," tuturnya.

Bi Asmi menyahut perkataanku, sambil memelukku. Aku pun membalas pelukannya.

"Ya sudah, Bi. Aku pergi ya, assalamualaikum," pamitku.

"Waalaikumsalam," sahut Bi Asmi, sambil mengekoriku dari belakang.

Setelah berpamitan dengan Bi Asmi dan juga telah menitipkan Ibu. Aku menemui Azka anakku, yang sedang menonton televisi seorang diri di ruang keluarga.

"Nak, ayo kita pergi!" ajakku.

"Kita mau pergi kemana, Bun?" tanya Azka.

Bersambung ...

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
kebanyakan drama kau nyet. harusnya dari awal kau pintar dikit. cinta boleh tapi jangan tolol.
goodnovel comment avatar
Mael Julius
perempuan seperti inilah yg sering jadi bulan2an..goblok dpelihara
goodnovel comment avatar
Yati Syahira
good rima pergi percuma bertahan otaknya sdb keracunan air selangkangan baru ,pasti dusta trus ,kly sdh ancur varu nyesel
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Silakan Urus Sendiri Ibumu, Mas!   Bab 66

    "Pak Romi, kamu kenapa? Kok murung begitu," tanya Mas Rendi."Maafkan aku Pak Rendi, ternyata aku tidak bisa membohongi diriku. Aku ternyata merasa sedih, ketika melihat Amira dimiliki orang lain. Kini aku sadar, bagaimana perasaan Amira waktu itu. Ia pasti merasakan sakit hati, ketika dia mengetahui, kalau aku berhubungan dengan perempuan lain. Apalagi waktu itu kami masih berstatus suami istri. Aku saja sekarang merasa sedih, padahal kami sudah bukan suami istri," sahut Mas Romi mengungkapkan isi hatinya.Ternyata Mas Romi merasa sedih, ketika melihat aku bersanding dengan Mas Rendi. Lagian salah sendiri, kenapa ia dulu malah berselingkuh. Coba saja ia setia, aku juga tidak mungkin meminta cerai darinya. Jadi percuma saja kini ia mau merasakan apa yang aku rasa, sebab semuanya sudah terlambat."Maksud kamu apa, Mas Romi? Kok kamu bicaranya seperti itu sih," tanyaku."Amira, maafkan aku ya! Ternyata aku baru sadar sekarang, setelah kamu pergi meninggalkan aku. Amira, hidup aku hancu

  • Silakan Urus Sendiri Ibumu, Mas!   Bab 65

    "Mas Rendi dan juga Mama Marta, aku memang sudah menimbang, tentang lamaran, yang Mas Rendi utarakan beberapa bulan lalu. Aku sudah memikirkan matang-matang, rentan semua itu. Dan jawabannya ...," ucapku, sengaja menggantung ucapan biar mereka semua penasaran."Terus jawabannya apa, Amira? Ayo jawab jangan bikin Mama penasaran," pinta Bu Marta."Iya, Amira, jawab saja dengan jujur,walapun jawabannya bisa membuatku sakit hati. Aku nggak apa-apa kok nggak akan sakit hati juga," Mas Rendi juga kembali menimpali ucapan Mamanya.Selain Mas Rendi dan juga Bu Marta, orang-orang yang hadir pun ikut berteriak meminta jawaban dariku, termasuk keluargaku. Mereka juga memintaku, supaya segera menjawabnya karena mereka ingin tahu jawabanku tersebut.Raut wajah mereka begitu penasaran, bahkan terlihat menunggu jawaban dariku. Aku yakin jika mereka ingin mendengar jawaban aku tersebut, apakah nanti aku menjawab iya atau tidak, atas permintaan Mas Rendi tersebut."Baiklah, kalau memang kalian pen

  • Silakan Urus Sendiri Ibumu, Mas!   Bab 64

    Aku sebenarnya bukan hanya mendekati Romi, terapi aku juga mengincar pria kaya yang mata keranjang. Hingga Amira melihatku sedang jalan bersama pria lain. Ia pun mengancamku akan membongkar rahasiaku, jika aku membongkar rahasianya yang menyamar menjadi perawat Ibunya Romi.Aku pun menuruti apa maunya Amira, hingga uang yang aku dapat dari Mas Romi pun aku kirim kepadanya. Supaya Amira titip mulut, tetapi ternyata rahasia Amira pun terbongkar. Kini Amira pun tidak lagi bekerja menjadi perawat Ibunya Romi. Apalagi Bu Rahma juga sudah mulai membaik keadaannya.Setelah Amira pergi dari rumah Romi, aku selalu mendesak Romi, supaya ia mau menjadikan aku istrinya. Romi pun akhirnya menuruti permintaanku, aku dinikahi olehnya setelah ia resmi bercerai dengan Amira. Saat akan mengadakan resepsi, aku meminta Romi, supaya ia mengundang mantan istrinya itu.Aku ingin melihat reaksinya Amira, saat aku berada di pelaminan bersama matan suaminya. Tetapi ternyata ia malah membuat kaget semua orang.

  • Silakan Urus Sendiri Ibumu, Mas!   Bab 63

    Bab 40. Pov LisaNamaku Alisa, dan orang-orang biasa memanggil aku Lisa. Aku adalah teman, sekaligus sahabat Amira. Sebenarnya dari semenjak aku kenal dan dekat dengannya, aku itu tidak pernah suka, dengan orang yang bernama Amira. Karena dia itu lebih segalanya dari aku. Ia lebih cantik dan lebih pintar dariku. Amira selalu mendapat lebih dari yang aku dapatkan, baik itu nilai maupun masalah percintaan. Amira selalu saja lebih tinggi dan lebih bagus nasibnya dibanding aku. Sehingga membuat aku menjadi iri kepadanya.Aku ingin mendapatkan, seperti apa yang di miliki oleh Amira. Mungkin kalau masalah nilai aku akan menyerah, sebab otakku tidak sepintar dia. Tetapi kalau masalah cowok, aku juga harus bisa. Walaupun aku tidak secantik dia, tetapi aku mempunyai body yang seksi. Sedangkan Amira kecantikannya selalu ditutupi dengan pakaian, seperti Ibu-Ibu.Dari semenjak sekolah hingga bekerja aku selalu bersamanya. Aku dan Amira bekerja di sebuah perusahaan, tapi Amira beruntung karena

  • Silakan Urus Sendiri Ibumu, Mas!   Bab 62

    Pada saat aku kebingungan, memikirkan cara merawat Ibu. Mbak Nova datang dengan seorang wanita bercadar, ternyata wanita itu ingin melamar kerja menjadi perawat Ibuku. Karena ia sudah profesional, jadi Mbak Nova mematok harga yang tinggi. Akupun menyetujui, asalkan kinerjanya sesuai.Akhirnya si perawat pun mulai bekerja, pada saat hari itu juga. Tapi aku merasa ada yang familiar, dengan caranya si perawat merawat Ibu. Ia sangat persis sekali, dengan caranya Amira merawat Ibu. Tetapi si perawat bilang, kalau cara yang ia lakukan itu pasti sama, dengan cara orang lain, sebab itu perintah dari terapis.Aku pun percaya saja dengan kata-katanya, tetapi pada akhirnya ketahuan juga, kalau si perawat itu adalah Amira. Ia yang menyamar menjadi perawat. Kini aku menyesal, kenapa bisa aku tidak peka dengan semua itu, sehingga Amira yang sedang aku dekati lagi, malah tambak ilfil melihat kelakuanku dengan Lisa. Karena aku sering bermesraan dengan Lisa, di depan matanya sendiri. Setelah penyam

  • Silakan Urus Sendiri Ibumu, Mas!   Bab 61

    Pov Romi"Hallo, Mas Romi, kamu ternyata makan di sini juga ya? Kok sendirian sih, Amiranya nggak di ajak?" tanya Lisa teman istriku, saat aku sedang makan di restauran depan kantorku."Eh kamu, Lisa. Amira nggak bisa ikut, Lisa. Karena Amira sedang mengurus Ibu yang sakit di rumah," jawabku.Aku menjawab apa adanya, kepada teman istriku itu. Tapi ternyata si Lisa malah datang menghampiriku, entah di sengaja atau tidak, kami bisa bertemu di restauran saat ini. Lisa datang dengan gaya berjalannya yang begitu gemulai seperti seorang model, yang sedang berada di atas catwalk.Aku begitu terpana, saat melihat kemolekan tubuh Lisa, yang terpampang nyata dengan memakai baju yang minim bahan. Tapi aku berpura-pura kembali fokus menyantap makanan, yang terhidang di atas meja. Aku kembali mengontrol diri, yang tadi sempat tersihir oleh penampilan Lisa yang aduhai. Sebab istriku Amira tidak pernah berpenampilan seperti ini. Ia selalu berpakaian sar'i, sehingga saat aku melihat penampilan Lis

  • Silakan Urus Sendiri Ibumu, Mas!   Bab 60

    "Oh begitu ya, Mbak. Ya sudah nggak apa-apa, tapi lain kali kalau ada orang yang seperti itu lagi, sebaiknya dikonfirmasi dulu ke orang yang ditunjuknya. Barangkali saja mereka itu bukan saudaranya, tetapi berniat untuk menipu dan memeras orang lain. Maaf, ya Mbak, ini cuma saran dari aku. Ini, Mbak, uangnya," kataku lagi sambil memberikan uang sebesar tiga ratus lima puluh ribu."Iya maaf ya, Mbak. Aku kira kalian memang saudara, sebab tadi aku lihat kalian mengobrol," ucapnya.Ia begitu tidak enak, sebab telah berbuat teledor. Karena ia tidak menanyakan terlebih dahulu kepadaku."Sudah nggak apa-apa, kembaliannya buat kamu saja. Ya sudah aku permisi dulu ya, assalamualaikum," pamitku."Waalaikumsalam, terima kasih, ya Mbak. Semoga rezekinya makin berlimpah," sahutnya dengan begitu sumringah.Aku pun segera pergi dari kafe tersebut, menuju kafe yang dimaksud Mas Rendi. Aku datang sendirian menggunakan sepeda motor. Mas Rendi tidak menjemputku, sebab ia juga datang dari luar kota dan

  • Silakan Urus Sendiri Ibumu, Mas!   Bab 59

    "Tante, Linda mau pulang saja. Nggak ada gunanya Linda berlama-lama di sini. Sebab sepertinya Tante juga malah lebih membela perempuan ini, ketimbang Linda," ujar Linda merajuk."Ya sudah, Linda, kalau kamu mau pulang ya tinggal pulang saja," sahut Mamanya Mas Rendi. Setelah berkata seperti itu, Linda pun langsung pergi. Ia pergi, tanpa permisi lagi kepada kami. Padahal Si Linda itu kan seorang anak pengusaha, otomatis sekolah ia juga juga tinggi. Tapi entah kenapa, etikanya tersebut tidak dipakai olehnya? Bahkan untuk sekedar berpamitan secara sopan saja ia tidak mau. Aku hanya geleng-geleng kepala, saat melihatnya seperti itu. Sepeninggal Linda, aku kembali ditanyai ini dan itu oleh Mamanya Mas Rendi. Aku pun menjawab seadanya, tanpa mau menutupi apa pun juga.Sepeninggal Linda, aku pun segera menjawab pertanyaan Bu Marta, yang meminta aku agar mau menjadi istrinya Mas Rendi. Jujur aku juga bingung, tapi demi menjaga perasaan semua orang, aku pun menjawab untuk mencari aman."Beg

  • Silakan Urus Sendiri Ibumu, Mas!   Bab 58

    "Ya sudah, Amira, ayo kita pegi," ajak Mas Rendi."Rendi, berani kamu melangkahkan kaki dari rumah ini. Mama tidak akan pernah, mengizinkan kamu untuk kembali ke rumah ini lagi! Silakan saja kamu mencoba memjadi orang susah diluaran sana, jika kamu mampu" ancam Mama Mas Rendi."Mama pikir aku takut, jika jadi orang miskin? Tidak, Mah, aku tidak takut. Jika memang begitu maunya Mama, mulai sekarang Rendi tidak akan pulang ke rumah ini lagi. Rendi benar-benar kecewa sama Mama, Rendi tidak menyangka, kalau Mama memiliki sifat seperti itu. Mama hanya menilai orang itu dari segi derajatnya saja," lontar Mas Rendi.Aku tidak menyangka sama sekali, jika Mas Rendi akan mengambil keputusan seperti itu. Mas Rendi berani mengambil keputusan yang dapat merugikan dirinya sendiri, hanya karena ia tidak suka melihat aku ditindas olehh ibunya."Ini semua gara-gara kamu, hingga membuat Mas Rendi melawan Mamanya," tuding Linda kepadaku. Ia berkata sambil menunjuk ear "Linda, kamu tidak perlu menyalahk

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status