Share

Bab 5

Author: empat2887
last update Last Updated: 2022-12-03 09:11:48

Bab 5

Ia bertanya kepadaaku, sambil menatapku heran.

"Kita pergi ke rumah Oma ya, Nak. Mulai hari ini kita pindah ke rumahnya," jawabku, sambil menyeret dua koper, seperti yang aku lakukan dulu.

"Lho, kok pindah sih, Bunda? Memangnya kenapa, kalau kita tinggal di sini? Kan kalau tinggal di rumah Oma, aku malah lebih jauh pergi ke sekolahnya?" tanya Azka lagi.

"Nggak kok, Nak, cuma beda beberapa menit saja. Nanti juga Ibu akan mengantar jemput kamu kok, ayo kita berangkat," ajakku lagi.

Azka pun menurut apa kataku, kami pun akhirnya berjalan keluar dari rumah yang selama ini kami huni. Saat sampai ke depan, mobil online pesananku sudah terparkir dengan cantik, di depan rumah. Aku segera berjalan lebih cepat lagi, supaya segera sampai.

Aku kini sudah tidak peduli, dengan masa depan rumah tanggaku, yang ada dalam pikiranku saat ini aku ingin pergi dari rumah ini. Aku sudah benar-benar nekat mau hidup dengan caraku, tanpa diatur oleh yang namanya kepala rumah tangga. Apalagi kepala rumah tangga, yang hanya hobi berselingkuh.

Setelah dua koper yang aku bawa dimasukkan oleh sang sopir. Aku menyuruh Azka untuk segera masuk ke dalam mobil taksi online tersebut. Tapi tidak berapa lama, Mas Romi datang dan menghalangi mobil taksi yang aku pesan.

"Dek, kamu mau pergi ke mana? Kamu jangan ngambek melulu dong, Dek," ujarnya.

"Mas, seharusnya kamu berpikir dulu dong, kalau mau ngomong. Aku tidak mungkin berbuat seperti ini, jika kelakuan kamu itu benar. Introspeksi diri dong, Mas," sindirku.

"Memangnya apa yang aku lakukan, Amira? Perasaanku, aku tidak melakukan hal-hal yang di luar aturan," kelitnya.

Ia tetap bersikukuh, dengan pendapatnya sendiri, jika dia tidak bersalah. Tapi aku tidak percaya sedikit pun kepadanya, aku tetap akan pergi karena merasa sudah tidak nyaman berumah tangga dengannya.

"Mas, kamu ingat tidak, jika di dalam surat perjanjian, yang kamu tanda tangani tempo hari. Itu kan ada poin yang mengharuskan kamu berkata jujur, kamu juga harus menuruti apa yang aku minta selama itu wajar. Nah kenapa tadi saat aku minta sama kamu, kalau aku mau mengobrol langsung dengan istrinya Mas Doni, kamu langsung menolak dengan alasan istrinya Mas Doni buru-buru akan pergi arisan. Masa iya sih, ada tamu suaminya, tetapi istrinya malah pergi. Aku rasa itu nggak mungkin banget deh, Mas. Semua alasan kamu tidak masuk akal, bahkan saat aku minta vidio call saja, kamu nggak mau dan banyak alasan. Bukankah semua itu telah melanggar perjanjian? Maka dari itu aku lebih baik aku pergi, biar kamu bisa bebas mau berbuat semaumu. Maaf Mas, aku sudah tidak sanggup lagi menjadi istri, yang hanya kamu peras tenaganya. Silakan kamu cari istri yang lain, yang sekiranya bisa kamu manfaatkan. Permisi, assalamualaikum," pamitku, setelah sebelumnya aku panjang lebar, mengungkapkan semua unek-unek yang dirasa di hatiku ini.

"Dek, Mas, mohon. Kamu jangan tinggalkan aku dan juga Ibu karena kami sangat membutuhkan kamu," rengeknya.

Tapi aku tidak peduli, dengan apa pun usahanya untuk menghentikan langkahku. Aku tetap akan pergi dari rumah ini. Aku pun kemudian segera masuk ke dalam mobil, walau Mas Romi memintaku untuk tetap bersamanya. Aku meninggalkan semua harta, yang selama ini kami kumpulkan bersama. Karena aku sudah putuskan untuk hidup tanpa Mas Romi, sebab aku rasa sudah tidak ada harapan lagi untuk tetap bersamanya.

Biarlah, semua yang kami miliki saat hidup bersama, menjadi harta gono-gini di sidang perceraian kami nanti. Aku tetap akan meminta hakku dan hak anakku tentang harta itu. Dan karena demi Azkalah, aku akan melakukannya semua itu. Kalau Mas Romi tidak mau memberi hakku karena alasan aku pergi meninggalkannya, maka aku akan ngotot untuk mendapatkan semua itu.

Aku bahkan memiliki berbagai bukti kesalahan Mas Romi, saat perselingkuhannya dengan Lisa, serta poin perjanjian yang dia tanda tangani sendiri di depan pengacara. Pokoknya aku akan memperjuangan hak aku dan Azka, jika memang nanti Mas Romi mempersulit itu semua. Sebenarnya aku ingin membawa motorku, motor hasil jerih payahku saat sebelum menikah dengan Mas Romi. Tetapi biar lain kali saja aku ambil, sebab untuk sekarang susah karena aku harus membawa dua koper, yang cukup besar pula.

***

"Amira, ngapain kamu datang ke sini sambil membawa koper?" tanya Mbak Iren Kakak iparku ketus.

"Memangnya kenapa, Mbak, kalau aku datang ke sini? Rumah ini kan masih milik Ibu dan Bapakku, serta mereka itu orang tua kandungku," jawabku.

Aku menjawab pertanyaan Mbak Iren, dengan ketua pula. Karena ia telah membuat hatiku nyesek. Apalagi keadanku saat ini, sedang dalam keadaan ada masalah pula dengan suamiku.

"Lho kamu kok sewot sih, Amira. Aku kan hanya nanya," ujarnya. Ia tidak merasa bersalah dengan apa yang dipertanyakanya barusan kepadaku.

"Ya sudah, Mbak, kalau memang Mbak merasa benar. Tapi Maaf jangan menghalangi jalanku, aku mau masuk," pintaku.

Mbak Iren pun minggir, ia memberikan jalan kepadaku dan juga Azka. Kemudian aku melepaskan koperku, serta segera mencari Ibu dan Bapak, tanpa mau bertanya lagi kepada Iparku itu. Karena aku tahu, dimana kebiasaan mereka, jika saat siang-siang begini.

Mereka biasanya selalu berada di teras belakang, sambil makan singkong goreng, atau ubi goreng kesukaan mereka. Sesampainya aku ke teras belakang, ternyata dugaanku benar, jika Ibu dan juga Bapak sedang berada di sana. Aku pun segera menghampiri mereka berdua.

"Ibu, Bapak," sapaku, sambil menghampiri mereka berdua.

"Amira, Azka, kapan kalian datang, Sayang?" tanya Ibu.

Aku bukannya menjawab pertanyaan Ibu, tetapi aku malah menangis dipelukannya. Keadaanku yang seperti ini, hingga membuat kedua orang tuaku kaget bukan kepalang. Mereka langsung begitu antusias bertanya, kenapa aku bisa menangis seperti ini.

"Nak, bicaralah, katakan kepada kami apa yang membuat kamu menangis?" tanya Bapak.

"Iya, Nak, bicaralah! Insya Allah Ibu dan Bapakmu akan membantu permasalahan kamu," pinta Ibu.

"Bu, Pak, apa boleh Amira tinggal lagi di rumah Ibu dan Bapak?" tanyaku.

Mereka berdua malah saling pandang, saat aku bertnya seperti itu. Sepertinya mereka tidak mengerti, dengan apa yang aku ucapkan barusan. Mereka tidak paham denganku, yabg malah balik bertanya, kepada kedua orang tuaku tersebut, kalau aku meminta izin tinggal kembali di rumah mereka lagi.

"Ya ampun, Sayang. Pintu rumah Ibu dan Bapak selalu terbuka untuk anak dan keturunan Ibu dan Bapak. Tapi memangnya kenapa kamu tiba-tiba ingin tinggal di sini? Aoa yang membuat kamu tiba- tiba ingin tinggal si rumah Ibu dan Bapak?" tanya Bapak lagi meminta penjelasan dariku

Bersambung ...

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
🌹isqia🌹
bodoh mau pergi aja kek mau naik haji bilang aja, biar di tunda² perginya.
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Silakan Urus Sendiri Ibumu, Mas!   Bab 66

    "Pak Romi, kamu kenapa? Kok murung begitu," tanya Mas Rendi."Maafkan aku Pak Rendi, ternyata aku tidak bisa membohongi diriku. Aku ternyata merasa sedih, ketika melihat Amira dimiliki orang lain. Kini aku sadar, bagaimana perasaan Amira waktu itu. Ia pasti merasakan sakit hati, ketika dia mengetahui, kalau aku berhubungan dengan perempuan lain. Apalagi waktu itu kami masih berstatus suami istri. Aku saja sekarang merasa sedih, padahal kami sudah bukan suami istri," sahut Mas Romi mengungkapkan isi hatinya.Ternyata Mas Romi merasa sedih, ketika melihat aku bersanding dengan Mas Rendi. Lagian salah sendiri, kenapa ia dulu malah berselingkuh. Coba saja ia setia, aku juga tidak mungkin meminta cerai darinya. Jadi percuma saja kini ia mau merasakan apa yang aku rasa, sebab semuanya sudah terlambat."Maksud kamu apa, Mas Romi? Kok kamu bicaranya seperti itu sih," tanyaku."Amira, maafkan aku ya! Ternyata aku baru sadar sekarang, setelah kamu pergi meninggalkan aku. Amira, hidup aku hancu

  • Silakan Urus Sendiri Ibumu, Mas!   Bab 65

    "Mas Rendi dan juga Mama Marta, aku memang sudah menimbang, tentang lamaran, yang Mas Rendi utarakan beberapa bulan lalu. Aku sudah memikirkan matang-matang, rentan semua itu. Dan jawabannya ...," ucapku, sengaja menggantung ucapan biar mereka semua penasaran."Terus jawabannya apa, Amira? Ayo jawab jangan bikin Mama penasaran," pinta Bu Marta."Iya, Amira, jawab saja dengan jujur,walapun jawabannya bisa membuatku sakit hati. Aku nggak apa-apa kok nggak akan sakit hati juga," Mas Rendi juga kembali menimpali ucapan Mamanya.Selain Mas Rendi dan juga Bu Marta, orang-orang yang hadir pun ikut berteriak meminta jawaban dariku, termasuk keluargaku. Mereka juga memintaku, supaya segera menjawabnya karena mereka ingin tahu jawabanku tersebut.Raut wajah mereka begitu penasaran, bahkan terlihat menunggu jawaban dariku. Aku yakin jika mereka ingin mendengar jawaban aku tersebut, apakah nanti aku menjawab iya atau tidak, atas permintaan Mas Rendi tersebut."Baiklah, kalau memang kalian pen

  • Silakan Urus Sendiri Ibumu, Mas!   Bab 64

    Aku sebenarnya bukan hanya mendekati Romi, terapi aku juga mengincar pria kaya yang mata keranjang. Hingga Amira melihatku sedang jalan bersama pria lain. Ia pun mengancamku akan membongkar rahasiaku, jika aku membongkar rahasianya yang menyamar menjadi perawat Ibunya Romi.Aku pun menuruti apa maunya Amira, hingga uang yang aku dapat dari Mas Romi pun aku kirim kepadanya. Supaya Amira titip mulut, tetapi ternyata rahasia Amira pun terbongkar. Kini Amira pun tidak lagi bekerja menjadi perawat Ibunya Romi. Apalagi Bu Rahma juga sudah mulai membaik keadaannya.Setelah Amira pergi dari rumah Romi, aku selalu mendesak Romi, supaya ia mau menjadikan aku istrinya. Romi pun akhirnya menuruti permintaanku, aku dinikahi olehnya setelah ia resmi bercerai dengan Amira. Saat akan mengadakan resepsi, aku meminta Romi, supaya ia mengundang mantan istrinya itu.Aku ingin melihat reaksinya Amira, saat aku berada di pelaminan bersama matan suaminya. Tetapi ternyata ia malah membuat kaget semua orang.

  • Silakan Urus Sendiri Ibumu, Mas!   Bab 63

    Bab 40. Pov LisaNamaku Alisa, dan orang-orang biasa memanggil aku Lisa. Aku adalah teman, sekaligus sahabat Amira. Sebenarnya dari semenjak aku kenal dan dekat dengannya, aku itu tidak pernah suka, dengan orang yang bernama Amira. Karena dia itu lebih segalanya dari aku. Ia lebih cantik dan lebih pintar dariku. Amira selalu mendapat lebih dari yang aku dapatkan, baik itu nilai maupun masalah percintaan. Amira selalu saja lebih tinggi dan lebih bagus nasibnya dibanding aku. Sehingga membuat aku menjadi iri kepadanya.Aku ingin mendapatkan, seperti apa yang di miliki oleh Amira. Mungkin kalau masalah nilai aku akan menyerah, sebab otakku tidak sepintar dia. Tetapi kalau masalah cowok, aku juga harus bisa. Walaupun aku tidak secantik dia, tetapi aku mempunyai body yang seksi. Sedangkan Amira kecantikannya selalu ditutupi dengan pakaian, seperti Ibu-Ibu.Dari semenjak sekolah hingga bekerja aku selalu bersamanya. Aku dan Amira bekerja di sebuah perusahaan, tapi Amira beruntung karena

  • Silakan Urus Sendiri Ibumu, Mas!   Bab 62

    Pada saat aku kebingungan, memikirkan cara merawat Ibu. Mbak Nova datang dengan seorang wanita bercadar, ternyata wanita itu ingin melamar kerja menjadi perawat Ibuku. Karena ia sudah profesional, jadi Mbak Nova mematok harga yang tinggi. Akupun menyetujui, asalkan kinerjanya sesuai.Akhirnya si perawat pun mulai bekerja, pada saat hari itu juga. Tapi aku merasa ada yang familiar, dengan caranya si perawat merawat Ibu. Ia sangat persis sekali, dengan caranya Amira merawat Ibu. Tetapi si perawat bilang, kalau cara yang ia lakukan itu pasti sama, dengan cara orang lain, sebab itu perintah dari terapis.Aku pun percaya saja dengan kata-katanya, tetapi pada akhirnya ketahuan juga, kalau si perawat itu adalah Amira. Ia yang menyamar menjadi perawat. Kini aku menyesal, kenapa bisa aku tidak peka dengan semua itu, sehingga Amira yang sedang aku dekati lagi, malah tambak ilfil melihat kelakuanku dengan Lisa. Karena aku sering bermesraan dengan Lisa, di depan matanya sendiri. Setelah penyam

  • Silakan Urus Sendiri Ibumu, Mas!   Bab 61

    Pov Romi"Hallo, Mas Romi, kamu ternyata makan di sini juga ya? Kok sendirian sih, Amiranya nggak di ajak?" tanya Lisa teman istriku, saat aku sedang makan di restauran depan kantorku."Eh kamu, Lisa. Amira nggak bisa ikut, Lisa. Karena Amira sedang mengurus Ibu yang sakit di rumah," jawabku.Aku menjawab apa adanya, kepada teman istriku itu. Tapi ternyata si Lisa malah datang menghampiriku, entah di sengaja atau tidak, kami bisa bertemu di restauran saat ini. Lisa datang dengan gaya berjalannya yang begitu gemulai seperti seorang model, yang sedang berada di atas catwalk.Aku begitu terpana, saat melihat kemolekan tubuh Lisa, yang terpampang nyata dengan memakai baju yang minim bahan. Tapi aku berpura-pura kembali fokus menyantap makanan, yang terhidang di atas meja. Aku kembali mengontrol diri, yang tadi sempat tersihir oleh penampilan Lisa yang aduhai. Sebab istriku Amira tidak pernah berpenampilan seperti ini. Ia selalu berpakaian sar'i, sehingga saat aku melihat penampilan Lis

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status