Bismillahirrahmanirrahim.Empat hari pun berlalu, hari di mana tidak pernah kubayangkan akan menimpaku. Terpikirkan pun tidak sedikit pun, akan mengalami kejadian yang menakutkan, menegangkan dan mengkhawatirkan.Tanpa kepulangan Bang Jun hari Sabtu kemarin, ternyata berdampak pada hari ini. Kepulangan hari Sabtu bergeser sekarang. Jelas aku tidak siap dengan kedatangannya. Tahu begitu, aku pasti libur jualan hari Kamis ini. Biar aksiku tidak ketahuan, jelas aku tidak mau menanggung resiko yang berakibat fatal. Apalagi mengingat, daganganku sedang laris-larisnya. Tidak mungkin kuhentikan begitu saja. Bagaimana bila Bang Jun berkeras melarangku jualan. Pusing kepalaku memikirkan akhir dari pekerjaan yang terlanjur kusukai.“Ada apa ini ramai-ramai di depan rumahku,” teriak seorang pria menatap bingung pada semua orang.“Lagi bagi-bagi sembako ya,” katanya lagi mencoba menebak kegiatan orang yang sedang antri, bagaikan antri pembagian sembako gratis di Kecamatan.Antrian pembagian semb
Bismillahirrahmanirrahiim."Maaf Bang, ini bukan masalah pintar tidak pintar untukku menyiapkan menu bervariasi untuk mereka. Itu semua karena kamu memberiku jatah belanja yang tidak memadai. Jika kamu memberiku uang yang cukup, aku pasti berpikir dua kali untuk bekerja. Semua itu kulakukan karena terpaksa. Aku tidak mau lagi bergantung padamu, tuduhanmu waktu itu membuat mataku seketika terbuka.” “Kamu bisa bayangkan Bang, bagaimana caraku mengatur belanja dengan uang pas-pasan yang kamu berikan. Maka jangan salahkan aku, bila akhirnya aku menolak uang yang kamu berikan.”“Apa lagi setelah mendengar tuduhan boros yang kamu lontarkan, semakin kuat niatku bekerja untuk menutupi semua kebutuhan kami.” “Jadi itu sebabnya kamu bekerja, tidak mengindahkan laranganku. Kamu tidak takut dosa Arini, tidak menaati perintah suami itu, termasuk dosa besar.”“Ya, bagaimana lagi. Siapa sih manusia di dunia ini yang tidak takut dosa. Semuanya orang pasti takut, tapi bila terpaksa, tidak ada lagi k
Bismillahirrahmanirrahim.Aku yakin di luar sana, ia telah melabuhkan hati pada perempuan lain. Firasatku mengatakan begitu. Tinggal menunggu waktu, semuanya pasti akan terbongkar. Bukti foto itu belum saatnya aku keluarkan, aku pasti akan mengumpulkan bukti sebanyak mungkin.Biarlah malam ini ia tidur di kamar anak-anak. Aku juga tidak menginginkan keberadaannya di dekatku, bisa jantungan bila tidur di sisinya, emang ini yang aku inginkan. Tak perlu berusaha menghindar, dengan sendirinya dia menjauh dariku. Baguslah!!Meskipun aku bersedia mengalah demi anak-anak. Tapi, tetap di kamar bersamanya, rasanya hatiku tidak siap. Apalagi bila harus tidur bersamanya. Justru ini lebih baik, dari pada menahan gemuruh di dada. Apalagi sampai ketahuan tidak bisa tidur. Bisa gede, kepala dia, mengira aku merasa bersalah telah bekerja tanpa seizinnya. Makanya tidak bisa tidur. Pasti yang ada dipikirannya.Membayangkan dia memegang tangan perempuan itu saja, hatiku sudah sakit. Apalagi mengetahui
Bismillahirrahmanirrahim.Ya, Bu Ismi adalah pelanggan tetapku saban pagi. Anak lelakinya yang duduk di kelas satu sekolah dasar Harapan Bangsa itu hanya mau sarapan nasi uduk buatanku. Aku tersanjung dan terharu dibuatnya. Anak itu tidak mau ganti menu dengan bubur ayam atau nasi kuning layaknya bocah pada seusianya. Sarapan bervariasi maksudnya, bukan setiap hari hanya nasi uduk. Aku sangat menyesal karena telah mengecewakannya.“Maafkan Bu Ismi, aku sangat menyesal tidak bisa memenuhi harapan Farhan.”“Gimana sih Bu Arini, anakku sarapan pakai apa ini,” sela Bu Ismi kecewa serta cemberut.“Gini aja, coba ibu tawarkan telur dadar buatanku. Siapa tahu mau, masih aku ini yang masak.”“Apa tidak merepotkan?”“Telor dadar mah gampang Bu Ismi, tidak butuh waktu lama.” Ujarku menghiburnya.Suasana hening sejenak.“Aku tanya anaknya dulu ya,” jawab Bu Ismi sedikit tenang.Aku mengangguk lega, semoga Farhan mengerti. Aku beralih kepada pelanggan yang lain. Komen mereka sungguh membuatku men
Bismillahirrahmanirrahim.Aku mendesah kecewa. Tidak bisa berbuat apa-apa. Kenapa sekarang Bang Jun jauh berbeda. Tidak lagi memprioritaskan kedua anaknya. Apa yang sebenarnya terjadi. Aku makin penasaran dengan info yang disampaikan Bu Anggun, jangan-jangan dugaan Bang Jun selingkuh bukan isapan jempol belaka. Aku harus menyelidiki sekarang juga. Mumpung ada ibu di sini, aku bisa minta ibu menjaga Nisa dan Dio. Sementara aku akan minta tolong Mita untuk mengantarku mengikuti Bang Jun.Yah, hanya Mita yang bisa aku andalkan di sini. Kami itu tak ubahnya, senasib seperjuangan. Meskipun sekarang aku masih berstatus seorang istri. Tapi apa bedanya, saban hari tak ada suami di sisiku. Mungkin sebentar lagi akan bernasib sama dengan Mita, sang suami digondol pelakor.Tidak membuang waktu lagi, aku segera meraih ponsel di nakas. Selagi Bang Jun berkemas, aku mengirim pesan pada Mita. Kusampaikan rencanaku sejelas mungkin, agar dia paham. Tidak mungkin memintanya melalui telpon atau video ca
Bismillahirrahmanirrahim.Sekitar dua jam perjalanan. Terlihat mobil Bang Jun memasuki rumah mewah berpagar tinggi berlantai tiga. Rumah yang sangat terawat dan pastinya sangat nyaman tinggal di sana. Siapa yang tidak tergiur tinggal di rumah bak istana itu. Makanya bang Jun betah lama-lama tinggal dan enggan pulang. Aku yakin, itu tempat kerja Bang Jun. Hampir setahun dia kerja di sana, se kali pun Bang Jun tidak pernah mengajakku ketempat itu.Tidak adakah keinginannya untuk memperkenalkan aku pada majikannya. Atau dia malu mengenalkan ku pada keluarga ini. Entahlah. Pertanyaan demi pertanyaan hanya bisa kutelan sendiri.Mita segera menghentikan mesin motor tak jauh dari rumah mewah itu. Rumah itu ada di seberang, kalau motor kami mengikuti sampai ke depan pagar nanti ketahuan. Terpaksa kami berhenti di sini. Lumayan jauh sih! Tidak apa, daripada ketahuan dan membuat orang curiga. Tidak ada salahnya, bila sedikit lebih jauh. Demi keamanan, tentunya.Rumah mewah berlantai tiga. Ber
Bismillahirrahmanirrahim.Sial, aku kehilangan jejak mereka. Mereka masuk kamar yang mana. Tidak mungkin aku mengecek satu persatu kamar itu. Pekerjaan yang melelahkan, iya kalau tidak ketahuan. Kalau ketahuan bagaimana? bisa dibawa ke kantor polisi. Habis sudah riwayatku, siapa yang akan menjaga Nisa dan Dio, bila aku dipenjara. Aku sangat menyesal tidak memastikan mereka masuk kamar yang mana dulu tadi sebelum mengecek wajah perempuan itu. Aku menepuk jidatku saking kesalnya. Bodoh! Benar-benar kelalaian yang merugikan.Bagaimana ini? Kini aku hanya bisa berdecak kesal. Terlanjur ke sini, sebaiknya aku pergoki saja perbuatan mereka. Meskipun harus memeriksa semua kamar. Hanya perlu hati-hati saja saat menggeledah, mudah-mudahan tidak ada yang memergoki aksiku. Semoga upaya terakhirku berhasil.Segera saja aku mencoba membuka pintu, siapa tahu tidak dikunci. Bang Jun barusan masuk, pasti belum sempat dikunci, hanya ditutup saja.Aku memutar gerendel pintu, dengan mudahnya tanganku
Bismillahirrahmanirrahim.Aku memelankan langkah, mau tahu apa yang diperbuat perempuan itu, setelah suaminya memergoki aksi rendahnya itu. Penasaran saja sih, sebenarnya. Apa dia mau memaafkan istrinya apa tidak. Jadi aku punya pertimbangan lain untuk menerima perbuatan Bang Jun. Aku rasa semua pasangan pasti kecewa dan sakit hati, bila pasangannya itu menduakannya. Lelaki itu juga pasti terluka hatinya, karena merasa dibodohi oleh istrinya sendiri. Saat dirinya sibuk bekerja untuk membiayai semua kebutuhan rumah tangga, istrinya sibuk dengan lelaki lain. Siapa yang sanggup memikul ujian yang begitu berat. “Pa, maafkan Mama, Mama khilaf. Mama janji ini tidak akan terjadi lagi.” Rintih perempuan itu menyayat hati.“Apa kamu bilang? Maaf, khilaf, kamu tidak salah bicara!” seru pria itu berjengit kaget. “Mana mungkin aku bisa memaafkan perbuatan rendahmu itu.” Tampik sang pria murka. Dadanya turun naik menelan pil kekecewaan yang begitu besar.Benarkan dugaanku, lelaki itu pasti mara