Lika semakin tidak habis pikir dengan jalan pikiran Galen. Bisa-bisanya Galen menikah tanpa izin dan restu tarinya. Galen seperti tidak menganggap keberadaan Lika dan Naka sebagai orangtuanya."Kamu bukan anak yang kayak gini, Galen. Kenapa kamu menikah tanpa bilang sama Mami sama Papi? Dia siapa? Mami harus tahu dong dia dari mana, gimana keluarganya dan ...." Lika tidak bisa menyelesaikan kalimatnya, dia hanya melirik Iren, kemudian menangis karena merasa kecewa.“Mami tolong maafkan aku. Aku bisa menjelaskan semuanya,” ucap Galen, Mami Lika menggeleng sudah terlalu sakit hatinya.“Jelaskan pada papi sekarang juga, Galen!” bentak Naka marah. Namun tetap saja, Lika mengelus tangan suaminya. Untuk tidak emosi dulu, bagaimana pun ada orang baru bersama mereka saat ini.Galen mendekati Lika, dia bertekuk lutut di hadapan Lika. "Mami, Galen tahu ini salah tapi keadaannya memang rumit pada saat itu. Aku menabrak ayahnya Iren, aku bertanggungjawab dan membawanya ke rumah sakit, tapi ternya
Anulika merasa ada yang aneh dengan putranya, Galen. Sudah lama tidak terlihat di rumah, tahu jika Galen di apartemen. Tapi biasanya akan sering berkunjung, ini sudah beberapa hari ini tidak berkunjung, bahkan tidak ada kabar."Nggak bisa Papi, ini udah aneh banget,” ujarnya.Naka tersenyum dan mengelus lengan sang istri, “Aneh bagaimana? Galen ada kok di kantor,” kata Naka, mereka memang satu kantor. Tapi jarang bertemu karena berbeda lantai dan kesibukan. Namun karyawannya melapor, jika Galen selalu masuk kerja. Jadi tidak ada yang aneh.“Tetap ih, mami merasa ada yang aneh, papi. Kita harus mencari tahu kebenaran. Papi minta orang buat cari tahu dong, jangan diam saja!" rengek Lika yang kembali kepikiran soal Galen.Galen itu tipe anak rumahan, di mana selain kerja dia hanya menghabiskan waktunya dengan keluarga, atau melakukan sesuatu di rumah saja. Namun, akhir-akhir ini Galen nyaris tidak pernah tinggal di rumah. Sekalipun datang dia hanya mampir, kemudian kembali pergi tanpa al
Tangan Galen merengkuh tubuh Iren, mengeluarkan segala rasa di hatinya. Perlahan dan pasti dia memulai dorongannya. Iren istrinya, sudah wajar jika mereka melakukannya. Iren milik Gavin, bukan yang lain. “Eunghh,” lenguhan Iren membuat Galen frustasi.“Tahan ya.” Iren mengangguk, dia mau kooperatif saat ini.Satu sentakan tidak berhasil.Dua..Tiga..Bless,Kaget karena suaminya tidak pakai aba-aba dulu. Masih nyelonong begitu saja masuk ke taman bunga Iren.Sempurna..Iren merasa dirinya terbelah. Buliran bening jatuh ke pipinya dan segera Galen membenamkan bibirnya lembut.“Kamu milik aku, Iren!”Tidak bisa membalas ucapan sang suami, Iren hanya memejamkan matanya menahan ngilu dan nyeri yang datang bersamaan.Sebuah bercak berwarna merah menandakan ia adalah tamu pertama di taman bunga milik Iren.Galen tersenyum puas, jejak itu adalah tanda istrinya menjaga semua dalam dirinya hanya untuk sang suami.**“Aku lanjut ya?” izin Galen karena Iren memintanya berhenti sejenak.Hiks,“
Galen memboyong istrinya ke kamar. Menggendong ala koala, dengan penuh kelembutan. seolah Iren adalah benda yang sangat berharga. Jendela kamar yang terbuka membuat angin menyelinap masuk, diiringi suara hujan sebagai melodinya membuat adegan mereka seolah didukung penuh oleh semesta.“Galen.. A-aku..”Galen terkekeh karena Iren yang biasanya sangat lantang, justru terbata-bata seperti ini. Ia mengecup singkat bibir Iren, hingga gadis itu terdiam.Dari kecupan itu, Galen mengulanginya lagi dan lagi hingga menjadi lumatan yang memabukkan. Kedua tangan Iren meremat punggung Galen, tanda gadis itu juga menikmatinya.Lumatan bibir itu membuat Iren semakin melayang, Galen juga tidak mau melepaskannya.Galen semakin bergairah, pria itu dengan senangnya membuat banyak tanda cinta di leher Iren. Mulai membuka kancing kemeja yang dikenakan Iren, dengan semangat namun penuh kelembutan.Galen kembali mengecup bibir Iren dengan satu tangannya menyentuh salah satu titik sensitive di tubuh Iren yan
Galen dan Iren makan bersama di tempat makan pinggir jalan. Awalnya Galen ingin mengajak Iren makan di tempat yang mewah, tetapi Iren malah menolak dengan alasan takut ada yang melihat mereka. Iren hanya tak ingin mendapatkan interogasi dari orang-orang. Lebih ke Galen, khawatir ada keluarga yang melihat. Jujur saja, Iren sedang tidak mau ada permasalahan berat saja."Enak 'kan? Makanan enak itu gak harus mahal," ucap Iren.Galen hanya menanggapi dengan senyuman. Iren memang sederhana, dia yang menyarankan agar mereka makan di pinggir jalan saja. "Galen!" panggil Iren.Galen langsung mendongak sementara Iren malah tersenyum. Manis. Iren terlihat jauh lebih cantik saat tersenyum seperti itu."Mau nambah sambel ijo nya boleh nggak?" tanya Iren dengan wajah yang masih tersenyum lebar.Pertanyaan itu terdengar lucu di telinga Galen, dia hanya bisa mengangguk sambil terkekeh. Melihat ekspresi Galen, kini giliran Iren yang dibuat membeku sampai senyumannya luntur.Laki-laki di hadapannya in
Anulika sedikit heran dengan anaknya, Galen. Sudah jarang pulang kerumah. Ia tahu, Galen menempati sebuah apartemen dengan alasan dekat dengan kantor. Tapi biasanya sering pulang, tapi kenapa malah jarang."Sayang, Kakak kamu lagi gak ada masalah 'kan?" tanya Lika yang membuat Belinda langsung menegang.Belinda hanya takut kalau Lika mengetahui masalahnya soal tabrakan itu. Lika mengerutkan keningnya, yang membuat Belinda langsung menggelengkan kepalanya."Kamarnya rapih, tapi gak ada aroma parfum kakak kamu. Dia gak pernah tidur di rumah?" tanya Lika lagi.Belinda diam sebentar, mengingat kapan terakhir dia bertemu dengan Galen di rumah. Benar saja, sudah beberapa hari Galen tidak kelihatan di rumah. "Mungkin kakak sibuk di kantor atau—""Dia udah punya pacar?" Pertanyaan Lika membuat Belinda menggeleng, setahunya memang tidak ada."Apa dia tidur di kantor, ya?" gumam Lika.“Enggak mam, palingan di apartemen dia,” sahut Belinda.“Mami kangen ih,” ujar mami Lika sambil meninggalkan pu