“Sudah aku katakan, aku lebih mencintai kamu ketimbang Ivanka. Tapi apa ini, Lika. Beraninya kamu bilang mau ciuman sama pria lain. Kamu anggap aku apa Lika?”“Terus kalau dia istri mas, mas boleh semaunya. Sedang aku nggak boleh?” tantang Lika.“Dari awal kamu sudah tahu situasi aku, Lika.”“Dan ternyata aku nggak bisa,” kata Lika.Deg!Naka menghela napasnya yang semakin berat.“Kita sudah sejauh ini, sayang.”“Belum.. Mas, masih bisa memperbaiki hubungan mas dengan Kak Iva, dan aku lebih baik mengalah,” ucap Lika membuat Naka menjadi geram.“Seenaknya kamu berkata kaya gitu, setelah aku cinta sama kamu.”“Cinta juga bisa datang sama mas dan Kak Iva. Buktinya, kemarin malam kalian mesra. Cium-ciuman, pelukan!”“Hanya menempelkan bibir, Lika. Nggak kaya mas ke kamu, itu juga mas bia menolak karena dia sedih.”“Terus kalau dia sedih dan mengajak mas, macam-macam. Mas mau gitu?”“Nggak gitu sayang.. Mas tahu, mas salah. Tapi sumpah demi apapun, mas ngerasa bersalah banget sama kamu. An
“Sudah di sini saja,” kata Naka memeluk Lika.Habis berantem hebat, Naka memutuskan bersama Lika saja di apartemen daripada pulang ke rumah.Lika memang lebih banyak diam, tidak mau bicara. Masih kesal dan pertengkaran mereka berakhir dengan perdamaian.“Sayang kok diam.. Masih mau pulang?” tanya Naka karena istrinya hening.“Mas masih mau di sini?” Lika bertanya balik.“Mas di mana saja, asal sama kamu.” Naka mengeratkan pelukannya pada Lika. Tadi mau coba cium, tapi ditolak katanya bekas wanita lain, ah Naka jadi merasa bersalah.Tadinya mereka berencana bermalam lagi, namun Mama Elise meminta mereka untuk pulan ke rumah.“Sayang mau beli sesuatu dulu nggak?” naka mengingatkan, karena setelah tiba di rumah biasanya istrinya baru teringat beli ini itu.“Nggak!” singkat padat jelas jawaban Lika.Naka menghela napasnya, lalu menyalakan mesin mobil dan mereka pun pulang ke rumah.Tiba di rumah sudah disambut Mama Elise, melihat kedatangan mereka bersama, Elise yakin mereka sudah berdama
Di dalam toko perlengkapan bayi yang penuh dengan warna dan desain yang menarik, Naka dan Lika bersama Mama Elise juga Bik Nani berjalan beriringan. Cahaya lampu toko yang terang menyorot wajah Lika yang semringah, namun sesekali terlihat kebingungan ketika melihat Naka yang terlalu antusias berbelanja.“Warna pink itu lucu sekali,” kata Naka tertawa memegang dress bayi perempuan.Lika tergelak melihat kelakuan suaminya, daritnya adi memang Naka selalu memegang perlengkapan bayi perempuan disbanding bayi laki-laki.“Anakmu laki-laki, hei!” pekik Lika.“Aku mau anak perempuan, sayang. Yang mirip sama kamu, cantik,” bisiknya membuat Lika merona. “Habis ini nambah perempuan ya sayang,” lanjutnya lagi bikin Lika merona.Dengan manja Lika memukul pelan lengan suaminya. “Ini dua, mas. keluar juga belum.”“Iya nanti, dua atau tiga tahun lagi.” Naka mengucapkan itu tanpa beban, karena dia tidak mengandung. Tapi Lika yang mengandung.Mama Elise sibuk memilih pakaian bayi baru lahir, sesekali b
“Papaku, apa mama yakin dia papaku.”Ucapan Sarah Bagai bom atom yang siap mengancurkan Adela, detik itu juga. Dia memindai sekeliling, jangan sampai suaminya mendengar apa yang dikatakan Sarah. Habis dia, jika Elvan tahu selama ini dia membohongi pria itu.Darimana Sarah mengetahui semuanya. Iya, Sarah bukan putri dari Elvan Daarwish. Dulu dia memadu kasih dengan Elvan, karena pria itu sudah memiliki istri, Adela juga menjalin hubungan dengan pria lain. Sialnya, dia malah hamil anak pria itu. Setelah diberitahu, bukannya dinikahi Adela malah ditinggalkan.Elvan yang bodoh tapi kaya, mampu dia bohongi. Semua kebohongan ini tertutup rapat, tidak ada yang tahu meski Sarah sendiri.“Kenapa mama diam?” tanya Sarah, Adela enggan membahasnya karena dirasa percuma. Dia juga tidak di mana keberadaan pria itu, ayah kandung Sarah. Apa masih hidup atau sudah mati.“Mama tidak mau membicarakan ini!” tegas Adela.Sarah mencibir, begitu dibuka rahasia besarnya sang mama sok acuh.“Aku juga tidak ma
Udara pagi yang dingin di halaman rumah sakit tidak mengurangi ketegangan yang dirasakan oleh Ivanka. Hari ini dia memang chek up kesehatan ditemani Suster Mirna dan salah satu pelayan.Dokter berdiri di samping ranjang rumah sakit, alisnya berkerut sambil memeriksa laporan terbaru tentang kondisi Ivanka. "Ivanka, kondisi kamu belum membaik. Dirawat yah,” kata Dokter Robbi dengan nada serius, dokter paruh baya yang memang menangani kesehatan Ivanka sejak awal.Ivanka, yang terbaring usai menjelani pemeriksaan, menghela napas berat. "Saya ingin pulang, Dok. Saya lebih baik di rumah," tolaknya dengan suara serak. Rasa sakit yang ditimbulkan oleh kanker yang menggerogoti tubuhnya membuatnya lebih memilih kenyamanan rumahnya sendiri.Dokter Robbie memahami itu, seharusnya Ivanka lebih baik dirawat. Namun suaminya, Naka, memastikan jika di rumah mereka, Ivanka akan terjaga kesehatannya. Semakin hari tidak membaik, dan lebih baik memang menuruti semua kemauan pasien. Dia sendiri seolah tahu
Naka mengamuk mengetahui Ivanka diculik. Heran, siapa yang berani menculik. Apa rival bisnis atau siapa. Setahu Naka, Ivanka tidak punya musuh.Bara tahu bosnya pasti akan marah, makanya dia langsung memberitahu begitu ada informasi dari orang rumah. Sepertinya Lika menghubungi Naka tidak terangkat, padahal jika istri keduanya menghubungi akan segera diangkat Naka. Karena memang hari ini, mereka ada rapat yang sangat penting.“Berengsek, bagaimana bisa terjadi ini!” serunya.Dua bola mata itu memerah dengan rahang yang seketika mengeras. Satu tangan masih memegang ponsel dan sebelah laginya mengepal dengan kuat. Siapa yang berani mengusiknya, bahkan sampai mengganggu istrinya. Tanpa basa-basi Naka langsung melangkah, tak mempedulikan rapat yang sedang berlangsung di ruangan tersebut. Kepergian Naka menciptakan tanya di antara para karyawannya.Kendaraan mewahnya melaju di jalanan ibu kota, untungnya jalanan tidak begitu padat, membuat Naka bisa sampai di rumah lebih cepat.“Mas,” pang
Naka bersama Bara kemudian berniat pergi ke TKP penculikan. Belum sempat dia melajukan mobilnya lagi ponselnya berdering, Naka menghela napas sebelum menerima panggilan tersebut.Adela..Ada apa mama mertuanya menghubunginya.“Halo, ada apa?”“Halo menantuku..”“Hummm..”"Kamu sedang mencari Ivanka? Mama pikir tidak mungkin, kamu hanya peduli dengan istri barumu itu bukan? Ini hanya informasi saja kalau Ivanka ada di sini, dia aman di rumah keluarganya." Hanya kalimat itu yang diucapkan Adela yang kemudian panggilannya berakhir begitu saja.“Kita kerumah Daarwish, Bara!” titah Naka.Sungguh dia tidak mengerti, bagaimana bisa Adela membawa Ivanka dengan cara seperti penculikan begini. Apa maunya mama mertuanya itu, jika benar seperti apa yang diceritakan Suster Mirna, ini penculikan.Tanpa membuang waktu, Naka langsung ke rumah keluarga Darwish untuk membawa Ivanka kembali. Tapi dia juga terus berpikir, pasti ada sesuatu di balik ini semua. Perasaan Naka tidak tenang, beruntung Lika ti
Di ruangan yang suram, Ivanka terikat di kursi kayu tua. Tangisnya memecah keheningan yang mencekam. “Apa salahku, Mama? Tolong lepaskan aku,” ratap Ivanka dengan suara serak, menatap Adela yang berdiri dengan ekspresi dingin.Adela, dengan langkah yang terukur, mendekat ke arah Ivanka. “Kamu tahu, Ivanka, ini semua untuk kebaikan kita. Sarah butuh lebih banyak warisan dan karena kamu, semuanya hilang tidak bersisa!” seru Adela tanpa empati.Ivanka merasa dunianya runtuh, air mata mengalir deras membasahi pipinya. “Tapi, Mama, aku sakit. Aku butuh obatku. Aku tidak ingin mati,” desah Ivanka, suaranya semakin lemah.“Obat sialanmu tidak ada di sini. Kalau pun ada, apa kamu pikir aku akan memberikannya. Dasar anak bodoh, tidak berguna!” cacinya sudah sangat kesal.“Mama aku sakit.”Adela hanya menghela napas, matanya tak menunjukkan belas kasihan. “Itu bukan urusanku lagi, Ivanka. Sarah adalah prioritasku sekarang,” katanya sambil berbalik meninggalkan ruangan, meninggalkan Ivanka yang
Lika berjalan dengan penuh semangat menuju kantor suaminya, hatinya berbunga-bunga membayangkan kejutan yang akan dia berikan kepada Naka. Bawaannya rindu terus sama sang suami tercinta.Lika ini jarang ke kantor Naka, padahal masih banyak teman-teman lama. Sudah jadi Nyonya besar dia, jadi menunggu suami pulang saja ke rumah.Ceklek,Dengan penuh keyakinan, dia membuka pintu ruangan suaminya sambil berseru lembut, "Papi sayang." Lika menyapa dengan mendayu lembut. Bara tidak ada di mejanya, pasti sedang mewakili suami di luar kantor.Deg,“Sayang,” sahut Naka membalas dengan raut terkehutnya.Namun, kegembiraannya seketika memudar saat melihat Naka sedang serius memimpin rapat dengan beberapa karyawan. Ruangan yang tadinya penuh dengan suara diskusi mendadak hening, semua mata memandangnya dengan tatapan terkejut.“Ehh, lagi rapat ya.” Lika meringis, malu sekali. Dia sudah menanyakan suaminya ada di kantor tidak, Naka menjawab ada. Memang ada, tapi sedang memimpin rapat.Lika merasa
Lika dan Naka merasa senang, masalah Martha dapat diselesaikan dengan baik. Eza dan Rendi Surya juga sudah meminta maaf pada Naka, karena memang keduanya tidak terlibat dalam rencana Martha.Kini, Lika dan Naka sedang mengadakan acara gender reveal bagi anak ketiga mereka. Awalnya Lika tidak mau, karena si kembar dulu juga tidak ada acara. Namun, Mama Nyra mengatakan tidak apa-apa, karena keadaan sudah berubah menjadi membaik. Akhirnya Lika pun mau mengadakan acara itu.Di tengah taman hotel yang luas, berbagai dekorasi alam telah disiapkan dengan cermat untuk pesta gender reveal Lika dan Naka. Lika sendiri yang turun tangan, meski suaminya sudah melarang.“Sayang percuma pakai EO, kalau kamu juga yang atur,” pekik Naka, menarik pinggang suaminya,Lika tertawa, melihat suaminya merengut karena ditinggal istrinya keluar. Mereka sudah berada di hotel, tempat acara akan berlangsung besok.“Gemes mas, ini terlalu indah. Jadi aku mau ikut terlibat,” jelas Lika.“Nggak usah,” tegas Naka, di
Lika mendekati suaminya, seharian ini dia membiarkan Naka dengan si kembar. Mereka mandi bareng, bermain, makan dan memberantakan rumah dengan segala isinya. Lika acuh saja, dia tahu Naka sedang berusaha mengembalikan mood-nya, setelah kejadian tadi malam.“Hei,” sapa Lika memberikan secangkit cokelat hangat untuk Naka.Naka menerimanya dengan senyuman manisnya, “Terima kasih sayang,” balasnya.Lika duduk di samping suaminya, menyenderkan kepala manja di lengan sang suami. “Kamu sudah membaik, mas?” tanyanya pelan.Naka mengangguk, “Yeah, berkat kamu sayang.”“Ingin membahasnya?”Naka terdiam, dia tahu soal apa tapi bingung mau memulainya darimana. “Entahlah, apa kamu bisa menerima ini, sayang.”“Maksud mas?” Lika menegakkan duduknya.Naka menghela napasnya berat, lalu memandang penuh cinta istri cantiknya. “Tadi malam sangat kacau, aku berjanji tidak akan mengulanginya kembali.”“Siapa yang taruh obat itu, mas. Gimana bisa, aku masih nggak ngerti?”Naka pun menjelaskan, jika dia hadi
Lika menatap suaminya, Naka, dengan kebingungan saat pria itu masuk ke dalam kamar mereka dengan langkah gontai.Brak!“Mas,” pekik Lika saat Naka masuk kamar dan langsung jatuh ke lantai.“Mas mabuk ya?” tanyanya seraya membantu suaminya berdiri.Wajah Naka pucat pasi dan keringat bercucuran membasahi kemeja yang dikenakannya. "Mas, kenapa?" tanyanya dengan suara yang penuh kekhawatiran.Naka tidak menjawab, hanya berjalan lunglai menuju kamar mandi sambil menahan dinding. "Lagi sayang," pekiknya, suaranya terdengar serak.“Lagi apa?” tanya Lika heran. “Isi dengan air dingin dan tambahkan es batu."Lika bergegas menuruti perintah suaminya, sambil hatinya berdebar kencang, takut ada sesuatu yang serius terjadi pada Naka. Dia mendengar suaminya menggeram kesakitan dari dalam kamar mandi.“Mas kenapa, jangan bikin aku panik,” pekik Lika, karena Naka langsung menyeburkan diri ke dalam bathube tanpa membuka bajunya.Hap!Naka menahan tangan Lika, saat istrinya mencoba melepaskan dasi yan
Suara musik makin menggema, padahal hari sudah sangat larut malam. Naka yang merasakan sedikit pusing, memutuskan untuk berdiam dulu. Mencoba menghilangkan rasa pusing di kepala, mungkin karena lampu kelap kelip dan musik yang begitu kencang. Membuat kepalanya menjadi pening.Sementara itu, Martha terus berbicara tentang peluang bisnis yang bisa mereka eksplorasi, sesekali tertawa dan menepuk bahu Naka. Naka hanya bisa mengangguk, sambil terus mencari strategi untuk bisa keluar dari situasi yang semakin membuatnya tidak nyaman ini.Naka merasa kepalanya berputar, tubuhnya tidak stabil seolah melayang. Dia memegangi dinding berusaha menjaga keseimbangan. Rendi tertawa kecil saat melihat Naka mengambil gelas itu, "Hanya sekali, Naka. Nikmati malam ini," katanya penuh arti.Sesudah minum, Naka langsung merasakan sesuatu yang aneh. Dia merasa panas dan dingin secara bersamaan, dan kepalanya seperti dipukul dengan palu.“Aku ke belakang dulu.” Naka berdiri dan pergi. Lebih baik dia kabur sa
Dug!Dug!Huaaaaaaa… “Mamiiiii…” jerit Galaxy saat galen menggetuk kepalanya dengan mainan.Lika menghela napas penuh kesabaran, si kembar berantem lagi. Namanya anak laki-laki, bermainnya selalu adu fisik memang.Merasa jantungnya berhenti sejenak melihat Gala dan Galen, anak kembarnya yang berusia dua tahun, saling dorong dan terjatuh bersamaan. Dari kejauhan, tangis mereka menggema, memecah kesunyian sore itu. Mama Nyra, yang baru tiba langsung mendengar keributan itu. Dari pintu masuk ia bergegas mencari sumber suara."Kenapa ini?" tanya Mama Nyra seraya memisahkan kedua cucunya yang masih saling tarik.Gala, dengan mata berkaca-kaca, menunjuk ke arah mainan truk kecil yang tergeletak di antara mereka. "Galen ambil mainan Gala, Oma!" ujarnya dengan suara terisak.Sementara Galen, yang juga tidak kalah sedihnya, menggenggam erat mainan itu. "Tapi Gala yang mulai, dia yang dorong Galen dulu!" sahutnya, mencoba membela diri.Mama Nyra menghela napas, hatinya terasa berat melihat cucu
Degh!Lika menggenggam lengan kemeja Naka dengan erat, matanya menyala seakan bisa membakar apa saja yang dilihatnya. Noda lipstik merah di kain putih itu seperti bukti pengkhianatan yang tidak bisa dipungkiri.“Mas…!” teriaknya memanggil sang suami yang sudah merebahkan diri di ranjang. Habis pulang bekerja, main dengan anak lalu masuk kamar.Naka kaget, ia kira istrinya jatuh di kamar mandi. Dengan berlari Naka menemui sang istri yang ternyata sudah ada di hadapannya.“Kenapa sayang, kamu kenapa?” desah Naka khawatir.Lika manyun, kesal sekali hati ini."Mas selingkuh ya? Siapa ini? Kenapa ada lipstik di kemeja kamu?" suaranya meninggi, penuh tuduhan.Naka terpaku, kebingungan menyelimuti wajahnya. Dia memandangi kemeja yang ditunjuk Lika, sama terkejutnya.Hah!Kenapa ada noda merah di bagian lengan kemejanya.“i-ini..”“Nggak ngaku? Tega kamu, mas!” pekik Lika.Naka menarik kemeja itu, melihat dengan seksama. "Sayang, aku nggak tahu noda ini darimana," katanya, suaranya mencoba me
Naka melingkarkan tangannya di pinggang sang istri, kemudian mengecupi leher jenjang Lika yang terekpose sempurna. Karena wanita itu hanya mengenakan dress hamil model kemben.“Senang kan?” tanya Naka memeluk istrinya dari belakang.Lika yang sedang mengeluarkan pakaian dari koper hanya bisa mengangguk dan melenguh dengan mesra.“Mandu dulu sana,” kata Lika lembut.Namun Naka menolak, dia hanya mau mandi Bersama istrinya. “Mandinya sama kamu,” bisiknya dan mengulum daun telinga Lika dengan penuh perasaan.“Mas ih, katanya dinas. Kok malah mesum sama aku sih,” ketus Lika berpura-pura. Naka tertawa, dia memang sengaja mengajak istrinya ke Bandung menemaninya dinas.Lika akan di dalam hotel, sedangkan Naka dengan pekerjaannya. Tidak begitu sibuk, makanya dia bisa mengajak Lika. Naka diminta jadi pembicara di sebuah seminar dan Naka juga akan melakukan pertemuan dengan klien bisnis di Bandung.“Mesum sama istri sendiri boleh banget,” kata Naka lagi, dekat sekali sampai Lika bisa merasakan
Ternyata wanita kalau sedang cemburu, terus saja cemberut. Dari Bali sampai Jakarta, rasa cemburu itu tetap dibawa Anulika. Meski Naka sudah berulang kali menjelaskan siapa Martha.Naka mencoba menggenggam tangan Lika yang terlipat di atas meja makan, namun Lika segera menariknya kembali. Wajahnya masih memendam amarah, bibirnya menggigit erat tanpa berkata-kata. "Sayang, cemburu itu wajar, tapi kita harus berbicara," ucap Naka dengan lembut, mencoba mencairkan suasana.“Habis klien kamu cantik,” ketus Lika.Naka menghela napasnya, namun terselip senyum tipis di bibirnya. Dicemburui, artinya kita dicintai. Dan Naka menyukai itu, ia selalu suka ketika Lika cemburu padanya. Menandakan bukan hanya dia yang cinta, tapi istrinya juga.“Tetap saja, tidak ada yang mengalahkan istri aku,” puji Naka.Dipuji malah makin manyun, “Kenapa lagi?”“Kalau kamu tergoda gimana, mas?” Suaranya bergetar, rasa cemburu dan ketakutan bercampur menjadi satu. Naka menghela napas, menatap istrinya yang sedang